Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta penyebab deflasi dicek kembali, ketika merespons tren deflasi lima bulan berturut-turut yang dialami Indonesia akhir-akhir ini. Jokowi mempertanyakan apakah deflasi beruntun terjadi karena penurunan harga barang atau memang daya beli masyarakat yang berkurang.
“Coba dicek betul, deflasi itu karena penurunan harga-harga barang karena pasokannya baik, karena distribusinya baik, karena transportasi tidak ada hambatan; atau karena memang ada daya beli yang berkurang,” kata Jokowi usai membuka Nusantara TNI Fun Run 2024 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada Ahad, 6 Oktober lalu.
Para ekonom menilai deflasi baru-baru ini memang terjadi karena daya beli masyarakat yang berkurang. Menurut ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin, deflasi kali ini merupakan indikasi kuat terjadinya pelemahan daya beli.
“Jika deflasi hanya terjadi 1-2 bulan, bisa jadi karena ada lonjakan produksi atau penguatan nilai tukar rupiah sehingga produk impor mengalami penurunan harga,” kata Wijayanto kepada Tempo, Senin, 7 Oktober 2024.
Tetapi, ia menambahkan, deflasi kali ini berlangsung lima bulan berturut-turut, sehingga menandakan ada penyebab lain di balik itu.
Ada beberapa perkembangan yang disebut sebagai indikasi kuat pelemahan daya beli. Wijayanto mencontohkan penurunan penjualan semen, penurunan penjualan mobil dan rumah, penurunan nilai tabungan masyarakat menengah bawah di bank, semakin tingginya kredit macet pinjaman online, dan kenaikan kredit macet perbankan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selanjutnya: Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan deflasi disebabkan oleh demand pull inflation yang rendah. Artinya, sisi permintaan belum bisa mendorong harga barang jasa naik.
Bahkan, menurut Bhima, deflasi kali ini merupakan fenomena tidak normal. “Indonesia usia produktifnya sedang booming, tapi kenapa deflasi? Ini tanda abnormal bagi sebuah ekonomi negara berkembang,” kata dia kepada Tempo.
Salah satu pemicu lain dari deflasi beruntun kali ini, Bhima menjelaskan, adalah pendapatan yang dapat dibelanjakan atau disposable income terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang semakin turun. “Menunjukkan uang yang bisa dibelanjakan rata rata masyarakat menurun,” tuturnya.
Jokowi mengatakan deflasi dan inflasi sama-sama harus dikendalikan agar stabil dan tidak merugikan semua pihak. Ia juga sempat menyinggung soal inflasi tahunan (year on year/yoy) pada September 2024 yang dinilainya sudah baik.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 tercatat sebesar minus 0,12 persen (MtM). Angka tersebut menunjukkan tren deflasi beruntun selama lima bulan terakhir sejak Mei 2024. Rinciannya adalah deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, dan 0,03 persen pada Agustus.
Adapun, inflasi tahunan tercatat sebesar 1,84 persen yoy dan inflasi tahun kalender 0,74 persen (year to date/ytd).
Antara