Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menggelontorkan anggaran Rp 400 miliar untuk proyek ratusan ribu hektare lahan baru tanaman kedelai. Proyek ini dimulai karena produksi kedelai lokal untuk menopang kebutuhan nasional 2,4 juta ton terus menurun akibat petani beralih menanam tanaman lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Anggarannya sudah disiapkan," kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat bersama Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 19 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Partai Golkar ini bercerita kalau lahan tanaman kedelai saat ini tersisa 150 ribu hektare saja, dari 700 ribu hektare pada 2018. Situasi ini terjadi karena harga kedelai impor dari Amerika Serikat lebih murah yaitu Rp 7.700, bahkan sampai Rp 6.000 per kilogram.
Sementara harga kedelai produksi lokal bisa di atas Rp 10 ribu per kilogram, yang membuat petani akhirnya beralih menanam jagung. "Harganya tidak menarik kalau dibanding barang impor, petani tidak bisa tanam soybean kalau harganya di bawah Rp 10 ribu," kata Airlangga.
Itulah guna anggaran Rp 400 miliar tersebut, yaitu untuk menambah 150 ribu hektare lahan tanaman kedelai tahun ini menjadi 300 ribu hektare. Tahun depan, bakal ditambah lagi menjadi 500 ribu hektare.
Pemerintah menargetkan luas lahan tanaman kedelai bisa tembus 1 juta hektare dalam 2-3 tahun ke depan. Airlangga belum merinci berapa uang yang dibutuhkan untuk mencapainya. Tapi target dipatok karena Jokowi tidak ingin kebutuhan kedelai nasional 100 persen bergantung dari impor.
Tugas untuk BUMN
Dalam proyek ini, Jokowi akan menugaskan BUMN untuk terlibat dalam penanaman kedelai bersama petai. Bukan menggenatikan jagung yang sudah ditanam petani, tapi menggabungkannya dengan kedelai alias tumpang sari. "Kami ingin ada mix tidak hanya jagung saja tapi kedelai juga naik," ujar Airlangga.
Jokowi juga meminta proyek ini menggunakan bibit unggul yang telah direkayasa secara genetik atau genetically modified organism (GMO). Bibit tersebut diklaim bisa meningkatkan produksi kedelai beberapa kali lipat.
"Dengan menggunakan GMO itu produksi per hektarenya itu bisa naik dari yang sekarang sekitar 1,6 sampai 2 ton per hektare, itu bisa menjadi 3,5 sampai 4 ton per hektare," kata Airlangga.
Berikutnya, perusahaan BUMN juga akan ditugaskan sebagai off-taker dengan membeli kedelai petani di harga Rp 10 ribu per kilogram. Airlangga menyebut Jokowi meminta pembelian dengan harga ini agar petani kedelai pun tidak merugi.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga mengakui imporasi kedelai sekarang sangat besar yaitu di atas 90 persen. Padahal, masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe dan tahu yang berasal dari kedelai. "Itu karena selama ini petani lebih tertarik menanam jagung," ujarnya.
Kini, Syahrul menyebut pihaknya ikut terlibat dalam penyiapan lahan ini dengan total luas mencapai 351 ribu hektare. “Sekarang baru tanam 67 ribu hektare dan tentu Oktober ini akan mulai tanam,” kata dia.
Selanjutnya: Kedelai yang ditanam menggunakan bibit unggulan. Kalau perlu impor.
Menurut dia, pemerintah juga bakal mengupayakan kedelai yang ditanam merupakan varietas yang baik. "Menggunakan GMO kalau perlu, menggunakan bibit impor kalau perlu, dan tentu (kami) mempersiapkan bibit-bibit nasional atau lokal dengan varietas tinggi," ujar politikus Partai NasDem ini.
Terkait dengan harga Rp10 ribu per kilogram, Syahrul yakin keputusan terkait hal ini bakal terbit dalam minggu ini. "Saya yakin pak Menko sudah mengeluarkan kesepakatan kita untuk menetapkan harga pembelian minimal bagi kedelai," ujarnya.
Kepala Genjah dan Sorgum
Kedelai ini adalah komoditas lain yang dikerjakan Jokowi dalam beberapa waktu terakhir. Awal Agustus, Jokowi memulai proyek mencetak 154 ribu hektare lahan untuk ditanami sorgum sampai masa jabatannya berakhir di 2024. Kebijakan diambil lantaran Indonesia sebagai importir gandum kini harus menghadapi larangan ekspor berkepanjangan dari beberapa negara produsen.
"Kami harus mengembangkan tanaman pengganti dari gandum," kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas dengan Jokowi membahas sorgum di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2022.
Saat itu, Airlangga melaporkan luas tanam sorgum hingga Juni yaitu sekitar 4.355 hektare di enam provinsi. Produksinya mencapai 15.243 ton dengan produktivitas 3,36 ton per hektare. "Bapak presiden meminta agar dibuatkan roadmap sampai tahun 2024," kata Airlangga.
Untuk itu, Airlangga menyebut tahun ini akan ada pengembangan lahan sorgum mencapai 100 ribu hektare. "Bapak Presiden minta diprioritaskan untuk daerah Nusa Tenggara Timur di Kota Waingapu (salah satu kecamatan di Kabupaten Sumba Timur)," kata Airlangga.
Luas lahan ini kemudian akan meningkat menjadi 115 ribu hektare dan 154 ribu hektare pada 2024. Lahan-lahan ini akan disiapkan oleh Syahrul bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Beberapa hari kemudian, Jokowi memulai lagi proyek penanaman 1 juta pohon kelapa genjah, yang diawali di Desa Giriroto, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. "Targetnya kurang lebih satu juta kelapa genjah," kata Jokowi saat menanam tanaman ini bersama petani di Desa Giriroto, Kamis, 11 Agustus 2022.
Saat itu, Eks Wali Kota Solo tersebut turun ke Boyolali dan menanam kelapa genjah. Penanaman perdana dimulai di Solo Raya (Sukoharjo, Karanganyar, dan Boyolali) dengan target 200 ribu batang secara bertahap. Sebanyak 46 ribu si Boyolali, 44 ribu di Karanganyar, dan paling banyak yaitu 110 ribu di Sukoharjo.
Jokowi saat itu menyebut hasil kelapa genjah yang ditanam akan terlihat dalam 2 sampai 2,5 tahun ke depan. Dalam satu tahun, satu batang pohon bisa menghasilkan 180 buah. "Bisa dibuat gula semut, bisa dibuat minyak kelapa, yang juga bisa dijual buahnya untuk minuman segar," kata dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.