Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Jokowi Tanya Menkes, Kenapa Alat Kesehatan dan Harga Obat Mahal?

Jokowi pertanyakan ke Menkes Budi Gunadi Sadikin, soal harga obat yang lebih mahal di banding negara lain. Apa sebabnya?

3 Juli 2024 | 15.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta jajaran anggota kabinet, khususnya Kementerian Kesehatan atau Menkes untuk memastikan harga alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan dapat ditekan turun agar setara dengan negara-negara lain. Hal itu disampaikan Presiden dalam rapat internal bersama menteri terkait. Jokowi meminta harga alkes dan obat itu sama dengan negara-negara tetangga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam rapat itu, Kepala Negara juga berpesan agar industri alat kesehatan dan obat-obatan dalam negeri dapat dibangun agar lebih tangguh, terutama jika terjadi pandemi kembali di masa-masa mendatang. Lantas, mengapa harga obat di Indonesia lebih mahal?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dia (Presiden Jokowi) ingin harga alat kesehatan dan obat-obatan itu bisa sama dong dengan negara-negara tetangga. Kan kita harga alat kesehatan dan obat-obatan mahal. Kenapa harga obat dan alkes tinggi, yang kedua kok industrinya enggak maju-maju," kata Menteri Kesehatan atau Menkes Budi Gunadi Sadikin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.

Budi Gunadi Sadikin membeberkan perihal harga obat di Indonesia bisa tiga hingga lima kali lebih mahal dari Malaysia. Menurut dia, salah satu penyebabnya adalah inefisiensi perdagangan.

Budi Gunadi Sadikin menyampaikan hal tersebut usai mengikuti rapat internal dengan Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024. Rapat tersebut di antaranya membahas tentang industri alat kesehatan dan obat. 

"Tadi disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu 3 kali, 5 kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya. Tiga ratus persen kan, lima ratus persen," ujar Budi Gunadi, seperti dikutip dari Antara.

Ia juga menepis anggapan lebih mahalnya harga obat di Tanah Air yang serta merta disebabkan oleh pajak. Ia malah menyebutkan inefisiensi perdagangan sebagai pemicu mahalnya harga obat di dalam negeri.

"Pajak kan gampangnya paling berapa, pajak kan 20 persen, 30 persen. Nggak mungkin, bagaimana menjelaskan bedanya 300 persen, 500 persen. Sesudah kita lihat ada itu tadi, inefisiensi dalam perdagangannya, jual belinya, banyaklah masalah tata kelola, pembeliannya," kata Budi Gunadi.

Oleh sebab itu, menurut dia, perlu ada tata kelola yang lebih transparan untuk mencari kombinasi semurah mungkin bagi pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan di Indonesia. Untuk itu, Budi Gunadi bakal berdiskusi dengan para produsen alat kesehatan dalam negeri serta asosiasi farmasi untuk mencari solusi lebih jauh. 

Budi juga memberi masukan masukan kepada Jokowi soal jalur perdagangannya yang masih kurang efisien. Dia menyoroti tata kelola Industri yang musti dibikin lebih transparan dan terbuka sehingga tidak ada peningkatan harga yang tidak masuk akal atau tidak perlu dalam proses pembelian alat kesehatan dan obat-obatan.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan bahwa pihaknya perlu mempelajari cara perbaiki industri kesehatan agar pada ujungnya nanti masyarakat dapat pelayanan kesehatan yang baik, optimal, dengan harga yang baik. “Kedua peningkatan investasi di sektor kesehatan termasuk obat-obatan dan alat kesehatan, itu perlu dipercepat,” kata dia saat ditemui dalam kesempatan terpisah di Istana Kepresidenan pada Selasa, 2 Juli 2024.

Pemerintah ingin pajak bagi industri kesehatan lebih efisien. Namun, belum ada keputusan untuk merelaksasi pajak dalam pertemuan Jokowi dan menteri kemarin. Relaksasi pajak merupakan kebijakan yang memungkinkan kewajiban perpajakan menjadi lebih longgar, seperti perpanjangan waktu dalam melakukan administrasi perpajakan dan juga penurunan tarif PPh.

Menanggapi harga obat di Indonesia, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengatakan optimalisasi rekrutmen dokter seharusnya menjadi prioritas pemerintah saat ini. "Dokter di negeri kita ini masih kurang banyak. Saya kira kalau alkes dan dan obat-obatan ada, tapi dokternya sedikit, ya tetap susah juga kita. Mereka-mereka itu yang tahu dosis tepat di bidang kesehatan," kata Muhaimin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024, dikutip Antara.

ANANDA RIDHO SULISTYA  | DANIEL A. FAJRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus