Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan korupsi proyek pembangunan menara infrastruktur base transceiver station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2022 menyebabkan masyarakat daerah terpencil semakin menderita. Pasalnya, korupsi BTS Bakti menyebabkan pembangunan ribuan menara pemancar tersebut meleset jauh dari target.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2021 pemerintah menargetkan penyelesaian pembangunan 4.200 menara BTS. Faktanya, hingga akhir tahun 2021 hanya 320 BTS yang berhasil dibangun. Walhasil, ribuan menara BTS lainnya terkatung-katung nasibnya. Meski diberi tambahan waktu satu tahun untuk penyelesaiannya pada 2022, hasilnya tetap meleset dari target. Pada September 2022, jumlah menara BTS Bakti yang beroperasi hanya 2.400 atau hanya sekitar 57 persen. Sebagian pemancar yang beroperasi itu juga tidak berfungsi dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti yang dialami masyarakat Desa Mokel Morid, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keberadaan menara BTS Bakti justru menyebabkan sinyal internet di desa mereka makin susah diakses.
Warga desa yang ingin mendapatkan sinyal internet warga harus memanjat atau mengerek handphone mereka ke atas pohon di pinggir hutan untuk bisa menangkap sinyal internet dari menara Telkomsel di desa tetangga. “Dengan cara itu, kami bisa dapat jaringan internet dari Desa Paan Leleng dan terbunuhlah tulisan Telkomsel BAKTI (di layar handphone),” ujar Willibrodus, 42 tahun. “Selama ada tulisan Telkomsel BAKTI di handphone, tidak ada internet.”
Sebelumnya, Desa Mokel Morid tidak memiliki menara BTS. Meski begitu, menurut Willibrodus, warga masih bisa mendapatkan sinyal internet dari menara Desa Paan Leleng yang berjarak sekitar lima kilometer sebelah selatan desa. Namun, setelah Kominfo membangun menara BTS Bakti di Mokel Morid tahun lalu, sinyal internet di desanya justru hilang.
Cerita serupa disampaikan Edky, seorang guru dari Desa Sipi, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur. Menara BTS BAKTI yang dibangun di desanya pada November 2022 justru membuyarkan jaringan internet di wilayahnya. Dia dan puluhan siswanya terpaksa mendaki gunung, masuk kawasan hutan, untuk bisa mendapat sinyal internet dari desa tetangga saat ujian Asesmen Nasional Berbasi Komputer (ANBK).
“Kalau tidak masuk hutan tidak dapat sinya,” ucap Edky, Kamis, 22 Maret 2023.
Selanjutnya: Cerita lain datang dari ...
Cerita lain datang dari Elisabeth, warga Desa Compang Kantar, Manggarai Timur. Proyek pembangunan menara BTS Bakti di desanya tidak kunjung rampung hingga sekarang. Di sekitar lokasi pembangunan hanya tampak lonjoran besi ditumpuk di tepi jalan. Hingga sekarang warga desanya masih susah mendapatkan internet. “Tumpukan besi itu sudah sejak 2021, sampai sekarang belum juga dibangun,” ujarnya.
Sekitar satu setengah tahun lalu truk pengangkut lonjoran besi datang ke desanya bersama sejumlah pekerja. Beberapa pekerja proyek lantas menyewa rumah Elisabeth untuk tempat tinggal mereka. Namun hingga berbulan-bulan proyek tidak kunjung jalan. Para pekerja juga pergi begitu saja tanpa melunasi pembayaran sewa rumah. Dari biaya sewa Rp 13,5 juta, baru Rp 6 juta yang dibayar. “Saya tidak tahu menagih ke siapa,” ujarnya.
Kejaksaan Agung telah menetapkan 5 tersangka di kasus dugaan rasuah proyek BTS Bakti. Mereka adalah Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
Kejagung juga telah Menteri Kominfo Johnny Gerard Plate dan adik kandungnya Gregorious Alex Plate. Berdasarkan dokumen pemeriksaan, Plate diduga meminta setoran Rp 500 juta per bulan untuk biaya operasional. Sedangkan Gregorious Plate diduga ikut menikmati fasilitas proyek tersebut. Pada 13 Maret lalu, satu hari sebelum Johnny Plate diperiksa, Direktur Penyidikan Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan Gregorius Plate mengembalikan Rp 534 juta ke Kejaksaan.
Johnny Plate dalam sejumlah kesempatan menolak berkomentar mengenai kasus korupsi BTS Bakti. “Saya sudah memberi keterangan sebagai saksi. Terkait substansi, itu wewenang Kejaksaan Agung,” ujar Johnny Plate usai diperiksa Kejaksaan Agung pada 15 Maret lalu.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.