Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Sejumlah anggota Komisi IV DPR mencecar Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono usai mengumumkan hasil penyelidikan kasus pemasangan pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Banyak dari anggota dewan mempertanyakan hasil investigasi dan sanksi denda Rp 48 miliar yang dijatuhkan kepada pemasang dan pemilik pagar laut yakni Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip dan pegawainya yang berinisial T.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat menyampaikan laporannya, Trenggono tidak menjelaskan lebih detail terkait dengan proses penyelidikan yang dilakukan. Ia juga tidak menyinggung jumlah saksi maupun proses lainnya, termasuk soal PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa yang sempat ditenggarai sebagai pemilik pagar laut lantaran memiliki Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas perairan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak sedikit dari anggota dewan kemudian mempertanyakan tujuan dan kemampuan Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip dan pegawainya yang berinisial T membangun pagar laut. Politikus dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan, misalnya, mempertanyakan urgensi dan tujuan seorang Kepala Desa membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer.
Daniel juga mempertanyakan alasan Kades Kohod ditetapkan sebagai penanggung jawab kasus pagar laut. "Pemahaman kita, Kades Kohod itu ditahan karena memalsukan dokumen. Saya tidak mendengar karena memasang pagar laut," katanya, di Komple Parlemen, Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025.
Ia pun meminta agar KKP tidak kalah dari kekuaatan apa pun yang ada di balik kasus ini. "Negara tidak boleh kalah, apalagi oleh pihak yang telah melanggar hukum."
Daniel menangkap paparan yang disampaikan oleh Menteri Trenggono malah menunjukkan kekalahan. "Rasanya, dari hasil penemuan Pak Menteri ini, rasanya negara sudah kalah."
Selain Daniel, politikus Golkar Firman Soebagyo juga mempertanyakan hal yang sama. Dia mengatakan seharusnya KKP melangkah lebih jauh dari pada hanya mendapatkan pengakuan dari kedua orang tersebut.
Alasannya, Firman sangsi seorang Kepala Desa bisa membangun pagar laut dengan sebegitu luasnya. "Ketika seorang nelayan bisa membeli bambu seharga Rp 70 miliar, apakah ada kemampuan sebegitu besar?" katanya.
Ia mencontohkan, untuk memasang bambu sepanjang 30,26 kilometer bukan hal mudah dan bisa dilakukan oleh seorang nelayan atau perangkat desa. "Apakah ada kemapuan Kades bisa memasang pagar bambu tanpa tekno yang canggih? Saya rasa tidak bisa," katanya. "Kemarin aja pencabutan oleh TNI butuh alat berat."
Menanggapi hal tersebut, Trenggono menegaskan bahwa keputusan sudah diambil berdasarkan pemeriksaan sejumlah saksi dan alat bukti. Selain itu, keputusan tersebut juga berlandaskan pada surat pernyataan dari dua pelaku.
"Pelaku telah mengakui dan bertanggung jawab terhadap pemasangan pagar laut serta bersedia membayar denda administratif sesuai peraturan berlaku," kata Trenggono.
Lebih lanjut, Trenggono menyebutkan ada persoalan lain seperti kemampuan dan tujuan kedua orang itu membangun pagar laut, termasuk kekuasaan di baliknya, sudah bukan ranah KKP. Dia menegaskan KKP bertindak sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, sementara sisanya adalah tugas Kepolisian. "Kita tidak bisa mencampuri wilayah yang sudah ditetapkan."