Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kecipraten

Bank Pembangunan Daerah Jaya menempati gedung baru 3 lantai di Jalan Ir. H. Juanda. Memiliki 11 cabang, dengan 220 karyawan, kekayaannya Rp 25,9 milyar. Omzet Rp 190 milyar perbulan pada tahun 1976.

26 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPULUH tahun lalu Bank Pembangunan Daerah Jaya masih terhutang Rp 3 juta. Sekarang kekayaannya (asset) mencapai Rp 259 milyar. Hebat dan luar biasa menanjaknya walaupun ia berstatus non-pemerintah tapi juga bukan swasta. Semua itu berkat kecipratan sukses dari Gubernur Ali Sadikin yang minggu lalu bangga sekali meresmikan gedung baru bank daerahnya ini. Terletak di Jl. Ir. H. Juanda III/9, BPD Jaya kini bergedung megah dengan 3 lantai. Ketika dimulai 16 tahun lalu, ia cuma berkantor di bekas pabrik roti. Cuma 7 karyawannya termasuk pelayan dan supir, ketika itu. Kini karyawannya mencapai 20, tersebar dalam 11 cabang pembantunya di lima wilayah DKI. "Semua gedung BPD Jaya sudah milik sendiri", dirut Abdulkahar, 63 tahun, menjawab wartawan TEMPO Yunus Kasim. Pak Kahar, begitu panggilannya sehari-hari, masuk ke BPD Jaya awal 1969 langsung sebagai dirut. Karir perbankannya dimulai sebagai pegawai menengah BNI-1946 di Malang yang diakhirinya sebagai direktur muda kantor pusat bank negara itu sebelum pindah ke BPD Jaya. Orang kedua. BPD Jaya, H. Mas Ismail, 58 tahun, adalah juga bekas direktur muda BNI-1946. Tak ragu lagi. BPD Jaya adalah terbesar dibanding bank sejenis di semua propinsi. Omzetnya rata-rata per bulan pada tahun 1976 Rp 190 milyar, dibanding hanya Rp 3,3 milyar tahun 1969, ketika Repelita dimulai. Jelas pertumbuhannya mengikuti eskalasi pembangunan di DKI. Bayangkan, semua kontraktor yang mengerjakan proyek DKI merasa wajib menjadi nasabahnya, apalagi segala perusahaan yang berbisnis dengan pemerintah DKI. Gubernur Ali Sadikin memang membuat lingkungannya supaya memberi prioritas pada BPD Jaya. Meskipun begitu, BPD Jaya bukanlah dianggap bank pemerintah oleh BI. Sebaliknya, ia bukan pula bank swasta dalam artian sebenarnya, karena ia milik pemerintah daerah dan melekat padanya "bau resmi", tentu saja. Tapi, walaupun dengan segala sukses yang melangit, Bl masih belum mau menaikkan kelas BPD Jaya sebagai bank devisa. Maka dalarn melayani jasa impor, ia masih perlu bekerjasarna dengan BNI- 1946. Jumlah pembukaan L/C yang dilayaninya meningkat dari Rp 243,5 juta dalam 197C ke Rp 1,8 milyar tahun lalu. "Kami harus bersaing dengan sedikitnya 135 kantor bank di Jakarta", kata Ismail. Hal yang agaknya paling menyedihkan bagi manajemen BPD Jaya ialah: BI tak memberi subsidi padanya atas deposito berjangka, sedang pada bank pemerintah lainnya itu diberikan. Sesudah itu, departemen-departemen tidak mengakui bank garansi yang dikeluarkan BPD Jaya untuk nasabahnya. Sekitar 600 perusahaan menjadi debitur BPD Jaya. Tahun lalu kredit sejumlah Rp 7 milyar diberikannya. "Kredit tidak lancar'. kata Kahar bangga, "ha nya 1,75%". Dibanding betapa tingginya persentase kredit macet (masih rahasia) di Bank Bumi Daya, menurut satu nasabah, dirut Kahar pantas juga menepuk dada. Kreditnya sampai pada usaha kecil seperti pabrik tahu. Bagi karyawannya, BPD Jaya seringkali dicap sebagai Bank Coin. Maklum deh, banyak setoran uang receh dari pasar, bis dan tempat parkir. Agaknya, ini merupakan alasan penting bagi BI untuk tak memberi subsidi. Selain yang berkelas 'recehan' itu, BBD juga mempunyai nasabah tetap pada berapa perusahaan besar, seperti PT yang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus