MINGGU terakhir bulan Januari mungkin merupakan minggu sibuk
bagi pengusaha. Setelah Raker dan Munas khusus KADIN di Hotel
Horison, giliran pengusaha ternak mengadakan Munas. Tak mau
kalah, Persatuan Pedagang Peternak Hewan Nasional Indonesia
(Pepehani) membuka acara Munas, lewat ketukan palu Menteri
Pertanian Ir Soedarsono Hadisaputro, di Istana Ball Room, Hotel
Sari Pasifik, 30 Januari 1981.
Haji Abubakar Aldjufri, 53 tahun yang menjadi ketua harian
organisasi itu, kelihatan paling sibuk mengatur acara. "Kami
bermaksud membahas masalah pemanfaatan hewani dalam hubungannya
dengan Pelita III," ujar ayah 15 orang anak itu serius.
Katanya, banyak keluhan yang datang dari para anggota
Pepehani, sehubungan dengan peraturan-peraturan di bidang ini
yang dikeluarkan pemerintah. "Selama ini hubungan dengan
pemerintah baik, tapi kami masih merasa seperti sapi perahan,"
katanya.
Menurut manajer cattle ranch Sumba di Bima yang berdomisili di
Jakarta ini, dari Munas, dapatlah diketahui bahwa bantuan
pemerintah belum banyak dinikmati para anggotanya. Antara lain,
seperti yang dipaparkan dua wakil dari Aceh: M. Yusuf Reubi dan
Chaliddin Ahmad.
Mereka bercerita, di Aceh Timur usaha ternak petani tak bisa
berkembang, karena belum ada sistem tertentu sebagai pedoman
dalam mengelola ternak dengan baik. "Mau dapat kredit Rp 2 juta
saja, harus lewat prosedur yang cukup rumit dan kena pungli Rp
250 ribu lagi," ucap M. Yusuf Reubi gemas. Aceh Timur, katanya,
merupakan daerah ideal untuk mengembangkan ternak, karena areal
tanah dan daerahnya memungkinkan. Sekitar 30.000 ha tanah lowong
di sana dan baik sekali kalau dapat dijadikan ranch.
Bukan Salah Kami
Keluhan serupa juga datang dari peternak Bima (NTB), H.A.
Bosang. Pensiunan kapten polisi ini punya 300 ekor sapi. Tiap
tahun 40 - 50 ekor yang dijualnya ke Jakarta. "Bukan salah kami,
jika harga daging di Jakarta 4 - 5 kali lipat lebih mahal dari
di Bima," katanya.
Hambatan dalam bisnis daging memang bukan saja dalam bentuk
banyaknya pungli, tapi juga karena adanya sistem penjatahan
dalam pengiriman ternak antar pulau dan sistem karantina yang
terlalu lama bagi hewan yang mau diantar-pulaukan. Semua itu
mengakibatkan harga daging tinggi.
Laju populasi ternak sementara itu belumlah seinbang,
dibanding dengan konsumsi. Dalam Pelita III, menurut menteri
pertanian, diperkirakan lonjakan konsumsi berkisar 6,1%
setahun, sementara kenaikan populasi hanya 1-2 %. "Karena itu
sudah diadakan program inseminasi dan mengalihkan pola konsumsi
dari sapi ke ayam," kata Mentan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini