Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Keluhan peternak sapi

Munas pepehani membahas masalah pemanfaatan hewani dalam hubungannya dengan pelita iii. penjatahan dalam pengiriman dan karantina yang terlalu lama menyebabkan harga daging tinggi.(eb)

7 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU terakhir bulan Januari mungkin merupakan minggu sibuk bagi pengusaha. Setelah Raker dan Munas khusus KADIN di Hotel Horison, giliran pengusaha ternak mengadakan Munas. Tak mau kalah, Persatuan Pedagang Peternak Hewan Nasional Indonesia (Pepehani) membuka acara Munas, lewat ketukan palu Menteri Pertanian Ir Soedarsono Hadisaputro, di Istana Ball Room, Hotel Sari Pasifik, 30 Januari 1981. Haji Abubakar Aldjufri, 53 tahun yang menjadi ketua harian organisasi itu, kelihatan paling sibuk mengatur acara. "Kami bermaksud membahas masalah pemanfaatan hewani dalam hubungannya dengan Pelita III," ujar ayah 15 orang anak itu serius. Katanya, banyak keluhan yang datang dari para anggota Pepehani, sehubungan dengan peraturan-peraturan di bidang ini yang dikeluarkan pemerintah. "Selama ini hubungan dengan pemerintah baik, tapi kami masih merasa seperti sapi perahan," katanya. Menurut manajer cattle ranch Sumba di Bima yang berdomisili di Jakarta ini, dari Munas, dapatlah diketahui bahwa bantuan pemerintah belum banyak dinikmati para anggotanya. Antara lain, seperti yang dipaparkan dua wakil dari Aceh: M. Yusuf Reubi dan Chaliddin Ahmad. Mereka bercerita, di Aceh Timur usaha ternak petani tak bisa berkembang, karena belum ada sistem tertentu sebagai pedoman dalam mengelola ternak dengan baik. "Mau dapat kredit Rp 2 juta saja, harus lewat prosedur yang cukup rumit dan kena pungli Rp 250 ribu lagi," ucap M. Yusuf Reubi gemas. Aceh Timur, katanya, merupakan daerah ideal untuk mengembangkan ternak, karena areal tanah dan daerahnya memungkinkan. Sekitar 30.000 ha tanah lowong di sana dan baik sekali kalau dapat dijadikan ranch. Bukan Salah Kami Keluhan serupa juga datang dari peternak Bima (NTB), H.A. Bosang. Pensiunan kapten polisi ini punya 300 ekor sapi. Tiap tahun 40 - 50 ekor yang dijualnya ke Jakarta. "Bukan salah kami, jika harga daging di Jakarta 4 - 5 kali lipat lebih mahal dari di Bima," katanya. Hambatan dalam bisnis daging memang bukan saja dalam bentuk banyaknya pungli, tapi juga karena adanya sistem penjatahan dalam pengiriman ternak antar pulau dan sistem karantina yang terlalu lama bagi hewan yang mau diantar-pulaukan. Semua itu mengakibatkan harga daging tinggi. Laju populasi ternak sementara itu belumlah seinbang, dibanding dengan konsumsi. Dalam Pelita III, menurut menteri pertanian, diperkirakan lonjakan konsumsi berkisar 6,1% setahun, sementara kenaikan populasi hanya 1-2 %. "Karena itu sudah diadakan program inseminasi dan mengalihkan pola konsumsi dari sapi ke ayam," kata Mentan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus