TANDA-TANDA akan ada angin ribut di Musyawarah Nasional Khusus
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Pusat itu sudah tercium.
Sidang pleno yang dibuka oleh Probosutejo, salah seorang dari 13
ketua, tak berlangsung lama di Hotel Horison, di pantai Jakarta
itu. Teriakan-teriakan riuh terdengar dari para hadirin.
Probosutejo, pengusaha terkenal itu, karenanya mengembalikan
palu ke tangan Hasjim Nin, Ketua Umum Kadin Pusat. Dan
keributan Kadin sejak Munas ke-IV di Bali, 1979, nampaknya
meletus lagi.
Dalam AD-ART yang sekarang, pihal Kadin Daerah (Kadinda)
memperoleh 26 suara -- satu suara untuk satu provinsi --
sementara Asosiasi secara keseluruhan mendapat 10 suara. Pihak
Asosiasi, baik yang tergolong asosiasi sejenis, seperti
Gaakindo, maupun yang bukan, seperti Ikatan Wanita Pengusaha
Indonesia (Iwapi) atau Hipmi, menghendaki agar masing-masing
dari dua kelompok itu mendapat 10 suara. Sedang pihak Kadinda
sebaliknya beranggapan, mereka sama sekali tak perlu memperoleh
suara, karena "tidak relevan".
"Kami menginginkan suara berimbang," teriak Sugeng Sarjadi tokoh
Angkatan 66 yang kini tokoh Hipmi. Dalam Munas khusus ini ia
membawakan suara kelompok Asosiasi, tapi suaranya lantang
ditolak oleh pihak Kadinda. Sukar Samsudi, yang mewakili suara
Kadinda, bahkan beranggapan agar jumlah asosiasi yang kini 144
buah itu ditertibkan saja.
Inilah ganjelan utama yang membuat sidang pleno tertunda
setengah hari, di hari terakhir Munas. Sampai saat terakhir,
setelah melalui berbagai lobby, masing-masing kelompok tetap
bersikeras pada pendapat mereka. Akhirnya tim 6 yang lahir
sebagai hasil Munas itu, dan mewakili semua unsur, berembuk.
Terdiri dari Hasjim Ning, Sukamdani S. Gitosardjono, Sukar
Samsudi, Nawawi, Sugeng Sarjadi dan Jusuf Merukh, mereka
melaporkan jalan buntu itu ke Menperdag dan Koperasi Radius
Prawiro. Selesai dibahas bersama wakil pemerintah ini, putusan
pun keluar: Munas khusus berakhir dengan suatu status quo.
Tim 6 itu bertugas menyusun perubahan AD-ART yang serasi dan
sesuai dengan rancangan undang-undang Kadin yang tengah
disiapkan pemerintah. Juga diputuskan, tim tersebut
bertanggungjawab kepada DPH Kadin Pusat. Sedang AD-ART yang
sekarang akan tetap berlaku sampai dihasilkan AD-ART yang baru.
Kapan itu? Menurut Probosutejo, kalau bisa selesai sampai Munas
Kadin 1982, "itu sudah baik." Proses penggodokan AD-ART Kadin
yang baru memang bisa menelan waktu lama. Setelah antara lain
lewat Sekneg, lalu di DPR (Komisi VII), baru disalurkan ke
Departemen Kehakiman untuk minta pengesahan.
Melihat jalur yang harus ditempuh AD-ART Kadin, boleh jadi
pihak Kadinda yang akan menang. Alasannya? "Lebih sesuai dengan
aspirasi Keppres 14A, yakni pemerataan," kata seorang pejabat
Departemen Perdagangan. Tapi ada juga pejabat yang miring ke
suara Asosiasi, seperti dari Departemen Perindustrian.
Adanya campur tangan pemerintah sebagai unsur "pembina" memang
tak menyimpang dari peraturan Kadin. Tapi, setelah berusia cukup
tua, wadah pengusaha yang dibentuk sejak tahun 1960-an itu
rupanya punya keramaian yang mirip dengan ramainya para seniman
di Dewan Kesenian Jakarta, hari-hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini