Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kini saatnya bersaing bunga

Kebijaksanaan pemerintah menaikkan tingkat suku bunga deposito dan tabanas, merupakan usaha pemerintah untuk memobilisasi dana masyarakat. diduga akan menimbulkan persaingan. (eb)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANKIR tidak sama dengan kasir. Menurut kamus dan menurut teori hal itu sudah jelas -- tapi agaknya di kalangan bank pemerintah kekaburan sering terjadi. Berbeda dengan bank-bank swasta, lembaga keuangan yang dimiliki pemerintah itu praktis hidup dengan menyimpan uang dan menyembah sederet aturan. Termasuk aturan yang membatasi mereka menentukan bunga deposito berjangka yang bisa memikat para calon penyimpan uang. Itu sebabnya beberapa bulan setelah guncangan devaluasi 30 Maret yang lalu, bank-bank pemerintah cuma bisa berkedip-kedip melihat satu arus yang menggemukkan saingan mereka yang swasta: kembalinya rupiah, yang tadinya ditukar ke dollar sebelum devaluasi, ke dalam kas-kas penyimpan dengan tingkat bunga yang tinggi. Menyadari keterbatasan bank negara untuk menghimpun dana itu, maka mulai 1 Juni, bank pemerintah diberi kebebasan penuh untuk menentukan tingkat bunga deposito, sembari menghapuskan pagu kredit. Kebebasan seperti itu juga berlaku bagi bank swasta nasional dan asing. Menko Ekuin dan Pengawasan Ali Wardhana, yang mengumumkan beleid baru perbankan itu, pekan lalu mengakui "penggalian dana oleh bank pemerintah belum dilakukan dengan sepenuhnya." Sudah sejak tiga tahun terakhir ini, memang deposito berjangka bank pemerintah -- terutama yang berjangka pendek 1-6 bulan -- kehilangan daya saing. Untuk deposito berjangka 6 bulan misalnya, dengan tingkat bunga serendah 6% setahun, hingga minggu pertama April lalu, bank-bank pemerintah cuma mampu menghimpun dana Rp 11,3 milyar. Dan sebagian besar dana deposito berjangka 24 bulan dari bank pemerintah, yang mencapai Rp 844 milyar awal April lalu, umumnya berasal dari pengerahan dana pensiun yayasan pemerintah. Ali Wardhana juga mengakui, adalah perbankan swasta yang berhasil "menghimpun dana dalam jumlah besar". Menurut catatan Bank Indonesia, jumlah dana deposito yang berhasil dijala oleh bank swasta (bank devisa dan nondevisa), hingga minggu ketiga April lalu mencapai Rp 1.581 milyar. Sedang lima bank pemerintah yang justru punya cabang di berbagai pelosok, sampai pekan pertama April lalu baru pandai mengumpukan Rp 901 milyar. Kini perubahan pelan-pelan memang sedang terjadi. Sejak pertengahan bulan Mei lalu, melalui iklan yang cukup besar di beberapa surat kabar, Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara sudah mulai berpacu dengan menaikkan suku bunga deposito mereka yang berjangka 6 bulan menjadi 16% per tahun, naik dari 6% sebelumnya (TEMPO, 4 Juni). Ketika itu bank swasta nasional dan asing masih memasang bunga deposito untuk jangka waktu penyimpanan yang sama dengan sekitar 14%, seperti Citibank, dan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation. Sampai awal pekan ini belum terdengar berita bahwa bank swasta yang besar itu sudah mengejar tingkat bunga yang ditawarkan BBD dan BDN. Kecuali Bank Perkembangan Asia, yang sejak dulu memang berani memberikan bunga 2% sebulan atau 24% setahun untuk simpanan deposito berjangka 3 bulan. Sekalipun belum sampai mendekati tingkat bunga deposito BPA yang berkantor di Jalan Hayan Wuruk, Jakarta itu, Dirut BBD Omar Abdalla menyebut kenaikan bunga deposito di banknya sebagai "suatu loncatan yang sudah lama kami impikan." Tapi, seperti kata Omar Abdalla, "soalnya kini tinggal bagaimana bank pemerintah meningkatkan pelayanan mereka kepada para nasabah." Menurut Menteri Keuangan Radius Prawiro, yang berbicara di DPR pekan lalu, bank pemerintah harus lebih aktif mencari penabung, dan nasabah. Dan menurut Menko Ekuin Ali Wardhana, para nasabah baru sudah mulai berdatangan ke BBD dan BDN, sejak kedua bank itu memasang bunga yang lebih menggiurkan itu. Lagi pula, "menyimpan di bank pemerintah tentu lebih aman, sebab ada deking BI," kata seorang nasabah kepada TEMPO. Bank pemerintah, menurut Somala Wiria dirut BNI 1946, kini juga dituntut bekerja efisien. Sebab tingkat efisiensi inilah, menurut Somala, yang akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat bunga deposito, dan pinjaman. "Semakin tinggi tingkat efisiensi bisa dicapai, akan semakin mudah bank bersangkutan memasarkan dananya dengan bunga murah," katanya. Untuk mencapai tingkat efisiensi itu bariyak bank biasanya berusaha menekan sekecil mungkin pengeluaran tetap untuk pegawai (overhead). Jika dilihat dari situ, kata Somala, pengeluaran BNI 1946 untuk belanja pegawai "cukup besar." Tahun lalu, bank terbesar di Indonesia ini (kekayaan per Desember 1982 mencatat Rp 3,2 trilyun), mengeluarkan dana Rp 67,7 milyar lebih untuk pos itu, atau 13,9% dari total pendapatan operasinya. Selain dengan cara menekan overhead, Dirut Somala beranggapan, tingkat efisiensi sesungguhnya bisa dicapai dari pemasaran dana. Dengan kata lain, tidak banyak kredit macet dan bisa memberikan kredit dengan bunga cukup tinggi. Untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi "pendapatan tentu harus optimal," kata Somala. Agaknya, cara menghimpun dana seperti dilakukan Bank of Tokyo boleh ditiru. Bank asing yang berkantor di Wisma Nusantara Jakarta ini, hampir tidak pernah memasang iklan. Untuk menghimpun dana deposito, BOT yang sudah punya bagian pemasaran, juga melibatkan karyawan secara individual. Mereka aktif mendatangi kenalan, saudara, atau famili untuk jadi deposan. Ketika dana rupiah di bank itu terasa mulai berlebihan (terlalu likwid), aktivitas karyawan itu sejak beberapa bulan ini dihentikan. Persaingan tajam menyedot dana masyarakat, dengan menawarkan tingkat bunga deposito yang kompetitif, nampaknya akan terjadi hari-hari ini apalagi deposito valuta asing pun kini tak dikenai pajak atas bunga dividen, dan royalty. Panin Bank, yang minggu ini menerbitkan saham tahap kedua lewat Pasar Modal, paling cepat bereaksi. Deposito berjangka 3 bulan bank itu, misalnya, mulai pekan lalu naik dari 13,5% jadi 16,5% per tahun. Posisi deposito berjangka bank ini, yang pernah mencapai puncak hampir Rp 85 milyar, pada kuartal pertama lalu tercatat Rp 65 milyar -- karena mendapat tekanan moneter. Tapi ada juga yang nampak tenang, seperti Bank of Tokyo. Kompetisi untuk mendapatkan deposito "bukan semata-mata diandalkan pada pemberian suku bunga, tapi juga pelayanan," ujar Tadaharu Maeda, staf pemasaran BOT. Sikap seperti itu juga jadi pegangan Mohamad Djailani, direktur Bank Umum Nasional (BUN). Bank yang masih memberikan bunga 16,5% untuk deposito Rp 100 juta berjangka sebulan ini, percaya bahwa deposannya tak akan meninggalkannya begitu saja. "Mereka tentu sungkan kalau alasannya hanya karena tingkat suku bunga," ujar Djailani. Usaha memobilisasi dana masyarakat sebesar-besarnya itu juga dilakukan bank pemerintah dengan Tabanas. Bunga 15% mulai 1 Juni diberikan untuk tabungan dengan saldo Rp 1 juta, dan bunga 12% diberikan untuk saldo di atas Rp 1 juta. Sebelumnya, sejak enam tahm lalu bunga 15% hanya diberikan untuk Tabanas dengan saldo di bawah Rp 200.000, dan 6% buat saldo di atas Rp 200.000. Dengan tingkat bunga yang kecil dan tak berubah, Tabanas d bank pemerintah hanya bisa menyedot dana Rp 482 milyar. Sebagai alat untuk menghimpun dana dari masyarakat kecil, perkembangan Tabanas dari tahun ke tahun terasa bergerak seperti siput. Kelonggaran menetapkan bunga deposito, dan bunga baru bagi Tabanas itu jelas ada akibatnya buat perbankan pemerintah. Dana likuiditas, dan subsidi bunga dari BI akan dikurangi secara menyolok. Untuk berbagai kredit, yang tidak termasuk dalam program prioritas, BI tak akan memberikan dana likuiditas lagi kepada bank pelaksana -- kecuali untuk program tertentu (lihat box). Volume pinjaman likuiditas, yang diberikan dengan bunga murah kepada bank pelaksana untuk membantu program pemerataan itu, sampai September tahun lalu mencapai Rp 4,2 trilyun lebih. Jumlah ini hampir sama dengan seluruh likuiditas yang dimiliki bank pemerintah dan swasta sekaligus, yang Rp 4,3 trilyun. Tapi karena dibatasi pagu pertambahan kredit, tidak semua pinjaman likuiditas dari BI itu habis dipasarkan. Sejumlah bank pemerintah kemudian ada yang menempatkan kelebihan likuiditas itu di deposito bank luar negeri, yang memberikan bunga menarik atau memutarkannya dalam pinjaman antarbank (call money). Keuntungan bank pemerintah dari sektor itu akan berkurang banyak, jika kelak secara besar-besaran BI menarik pinjaman likuiditas itu. Apa boleh buat. "Kalau bank pemerintah masih dimungkinkan memperoleh pinjaman likuiditas dari BI, maka semangat mengerahkan dana dari masyarakat bisa berkurang," kata Menteri Radius Prawiro. Karena bank pemerintah kini bebas menetapkan bunga deposito, maka subsidi bunga untuk deposito 24 bulan, sebesar 4,5%, otomatis dihapuskan pula. Subdisi untuk deposito itu pada tahun anggaran lalu mencapai Rp 11 milyar, sebelumnya Rp 12 milyar. Subsidi itu, menurut BI, ketika itu diberikan mengingat suku bunga pinjaman bank pemerintah, umumnya ditetapkan lebih rendah dan bunga deposito 24 bulan. Sesudah berbagai fasilitas BI tadi dicabut, bisakah deposito bank pemerintah bersaing? "Saya ramalkan deposito bank pemerintah akan menang, karena mereka punya jaringan dan kekayaan lebih besar, hingga bisa cepat merebut kepercayaan masyarakat," kata Djailani, direktur BUN. I Nyoman Moena, ketua Perhimpunan Bank-bank Nasional Swasta, bahkan menganggap tingkat bunga deposito itu lebih bersaing jika dibandingkan obligasi, yang memberikan bunga tetap 15,5% selama 5 tahun. Tapi untuk jangka panjang, menurut Menteri Radius, obligasi tetap menarik digunakan untuk alat penanaman dana. Apa pun kata orang dan pejabat, keputusan tentu berada pada pemilik uang juga. Yang pasti "ini merupakan suatu awal yang baik buat pasar uang," ujar Dirut BBD Omar Abdalla.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus