Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kronologi Indofarma Kolaps: Terjerat Pinjol, Tak Bisa Bayar Pegawai sampai Jual Aset

Pemerintah akan menjual aset PT Indofarma (Tbk) yang tersisa untuk menyelesaikan masalah kepegawaian, setelah perusahaan farmasi itu bangkrut.

2 September 2024 | 23.03 WIB

Karyawan Indofarma Group melakukan aksi penuntutan upah Juni 2024 yang tak kunjung diterima, serta beberapa permasalahan perusahaan lainnya, di Indofarma Marketing Office, Manggarai pada Selasa, 2 Juli 2024. TEMPO/Bagus Pribadi
material-symbols:fullscreenPerbesar
Karyawan Indofarma Group melakukan aksi penuntutan upah Juni 2024 yang tak kunjung diterima, serta beberapa permasalahan perusahaan lainnya, di Indofarma Marketing Office, Manggarai pada Selasa, 2 Juli 2024. TEMPO/Bagus Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menjual aset PT Indofarma (Tbk) yang tersisa untuk menyelesaikan masalah kepegawaian. Perusahaan farmasi milik negara itu bangkrut gara-gara utang dan salah urus menyusul berakhirnya pandemi Covid-19.

"Untuk pegawai, kita menyediakan penjualan aset yang akan kita jual bertahap untuk menyelesaikan isu kepegawaian agar semakin efisien ke depan," ujar Wakil Menteri
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo di Jakarta, Senin, 2 September.

Total gaji pegawai yang harus diselesaikan oleh Indofarma adalah sebesar Rp95 miliar. Penjualan sisa aset Indofarma tersebut, kata Tiko, diharapkan dapat melunasi seluruh tunggakan pembayaran gaji.

"Mereka sudah mengalokasikan aset, yang jumlahnya sangat memadai, dibantu oleh Holding Biofarma. Bertahap aset ini akan diselesaikan oleh Holding, dibeli, untuk kemudian digunakan untuk penyelesaian karyawan, bertahap," kata Tiko.

Lebih lanjut, Kementerian BUMN berencana mengubah model bisnis Indofarma. Ke depan, Indofarma tidak lagi menyediakan produk, tetapi mengerjakan pesanan dari perusahaan induk PT Biofarma (Persero).

"Kami merencanakan Indofarma ini akan menjadi perusahaan yang istilahnya made to order, maklon, jadi ada pesanan dari Biofarma dan melakukan efisiensi," ucapnya.

Saat ini, kasus fraud atau kecurangan dalam laporan keuangan Indofarma tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung. Selain itu, Indofarma juga baru saja menyelesaikan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Kronologi Indofarma Terbelit Masalah

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah masalah di manajemen Indofarma dan anak perusahaannya, PT IGM. Perusahaan milik negara yang berbisnis di bidang produksi obat dan alat kesehatan itu diketahui terjerat pinjaman online atau pinjol yang menimbulkan piutang macet sebesar Rp 124,9 miliar.

Temuan ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang disampaikan BPK ke DPR pada Kamis, 6 Juni 2024. BPK juga menemukan sejumlah temuan lain terkait aktivitas Indofarma yang menyebabkan kecurangan atau kerugian pada perusahaan farmasi tersebut.

“Ditemukan bahwa PT Indofarma Tbk dan PT IGM melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer,” ungkap Ketua BPK, Isma Yatun.

Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul “Apa Saja Modus Korupsi Indofarma”, temuan fraud di BUMN ini berawal dari para auditor negara yang menjalankan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT pada 2023 di Indofarma. BPK menemukan indikasi kerugian negara hingga total Rp 371,83 miliar dari kegiatan Indofarma selama 2020 hingga semester I 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan Indofarma,” kata Wakil Ketua BPK Hendra Susanto pada Selasa, 21 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dokumen audit yang dillihat Tempo, salah satu indikasi kerugian Indofarma muncul dari penyimpangan jual-beli alat kesehatan pada anak usaha Indofarma, PT Indofarma Global Medika atau IGM. 

IGM disebutkan menjual alat kesehatan kepada perusahaan terafiliasi, PT Promosindo Medika atau Promedik. Padahal Promedik tak punya kemampuan membayar. 

Atas persetujuan IGM, Promedik lalu menjual sebagian besar alat kesehatan itu kepada suatu perusahaan yang baru didirikan dan belum berpengalaman. Dalam proyek ini, terjadi piutang macet Rp 124,9 miliar.

Agar pembayaran piutang tersebut terlihat tidak macet, PT IGM pun melakukan rekayasa pembayaran. Caranya, IGM meminta Promedik meminjam uang sebesar Rp 24,5 miliar untuk kemudian disetorkan ke IGM, yang seolah-olah menjadi dana pelunasan piutang. IGM juga menjamin pinjaman Promedik itu dengan deposito senilai Rp 36,5 miliar.

Setelah itu, IGM meminjam uang di luar sistem pembukuan kepada platform pinjaman online sebesar Rp 69,7 miliar. Pinjaman itu dilakukan dengan menggunakan nama IGM dan pegawai IGM. Dana pinjaman tersebut kemudian ditransfer ke IGM sebesar Rp 43,7 miliar, seolah-olah sebagai pembayaran piutang usaha Promedik.

Berikutnya: Terbelit Pinjol Rp75 miliar

Sepanjang 2021-2023, unit bisnis ini mengeluarkan uang sebesar Rp 157,2 miliar bagi sejumlah pihak, secara langsung dan tidak. Dana tersebut mengalir salah satunya ke PT Cerita Teknologi Indonesia (CIT), sebuah perusahaan pinjaman berbasis aplikasi online, sebesar Rp 5 miliar.

Saat diperiksa BPK, PT CIT membenarkan bahwa dana yang mereka terima dari IGM bukanlah uang hasil transaksi jual-beli. Mereka mengatakan uang itu adalah duit pelunasan utang sebesar Rp 75,1 miliar plus bunga Rp 4,1 miliar.

IGM diketahui mencairkan pinjaman dari CTI sebesar Rp 49,7 miliar pada 11 Januari 2022 dan Rp 19,9 miliar pada 24 Januari 2022. Dana pinjaman itu kemudian ditransfer ke Promedik sebesar Rp 44 miliar. 

Adapun Rp 25 miliar lainnya ditransfer langsung oleh CTI ke PT Izdihar Karya Setia (IKS) atau Izdi Communication sesuai dengan permintaan Manajer Keuangan dan Akuntansi IGM 2021-2022, Cecep Setiana Yusuf, serta Manager Finance and Accounting IGM Februari 2022-Juni 2023, Bayu P. Erdhiansyah.

Selain terjerat pinjaman online, terdapat sejumlah aktivitas Indofarma yang terindikasi menimbulkan fraud atau kerugian. Antara lain transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG), penempatan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), penggadaian deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.

Selain itu, ada aktivitas mengeluarkan dana tanpa underlying transaction, menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit atau operasional pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan, serta membayar asuransi purna jabatan dengan jumlah melebihi ketentuan.

“Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG,” tulis BPK dalam hasil auditnya di IHPS tersebut.

Indofarma Group juga sempat tidak membayar gaji pada bulan Juni 2024. Pada bulan-bulan sebelumnya, gaji biasa dibayarkan terlambat sampai tengah bulan. Karyawan kemudian menggelar aksi unjuk rasa di Indofarma Marketing Office, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.
 


close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus