REPUTASI Asian Wall Street Journal (AWSJ) sedang beradu dengan reputasi Singapura sebagai pusat keuangan dunia. Koran bisnis internasional beroplah 30.000 milik perusahaan Dow Jones AS itu dinilai mempunyai staf tidak profesional dan tidak bertanggung jawab oleh pihak Monetary Authority of Singapore (MAS). Gara-garanya AWSJ 12 Desember menulis SESDAQ (Stock Exchange of Singapore Dealing and Automated Quotation) dalam artikel Singapore Excange Puzzles Financiers dengan nada miring -- menurut MAS. Padahal, SESDAQ sengaja diadakan untuk menghidupkan kegiatan jual beli saham perusahaan di pasar sekunder (over the counter). Kegiatan itu cukup dilakukan dari belakang layar monitor, tanpa perlu hadir di lantai bursa (off the floor). Tapi para pengritik, seperti dikutip dalam tulisan Stephen Duthie, koresponden AWSJ di Singapura itu, menilai Singapura terlalu kecil untuk tempat beroperasinya dua pasar -- Stock Exchange of Singapore (SES) dan Singapore International Monetary Exchange (Simex). Pemerintah diduga juga akan menggunakan SESDAQ sebagai tempat pembuangan saham-saham perusahaan pemerintah Singapura. Koh Beng Seng, pejabat MAS, kontan mengirim surat bantahan. Ia menyebut artikel itu mengandung fakta-fakta keliru, dan penuh prasangka. Tapi surat itu tak dimuat. Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura, Yeo Ning Hong, sejak 16 Februari, lalu membatasi peredaran AWSJ untuk Singapura dari sekitar 5.000 menjadi 400 eksemplar. Koran itu, kalau mau, dipersilakan membawa kasus itu ke pengadilan. Kalau saja AWSJ menerima hak bantah MAS, oplahnya mungkin tidak kena kuota. Alasan AWSJ menolak pemuatan surat, karena surat itu menuduh stafnya tidak profesional dan tidak akurat. Singapura mengambil tindakan itu berdasarkan UU Pers dan Percetakan 1974 yang telah mengalami amendemen Agustus 1986. AWSJ dikenai kuota karena dianggap mencampuri urusan politik dalam negeri Singapura. Majalah Time juga kena kuota peredaran 2.000 eksemplar per minggu dari 18.000, karena pernah dianggap tidak utuh memuat surat bantahan atas tulisannya. Menurut Zimmerman, surat MAS tidak bisa dimuat karena isinya, "Menuding seorang staf kami tidak profesional, dan kami tidak akurat." Artikel Duthie itu, sesudah diusut, ternyata akurat. Koh Beng Seng dari MAS lalu diundang agar menulis pandangannya mengenai hal-hal dalam artikel itu. Dalam surat kedua, Koh mengusulkan agar korespondensi mereka dimuat penuh, termasuk setiap balasan yang mungkin dibuat Zimmerman. Usul itu tak diterima Zimmerman. Untuk mengatasi jalan buntu, Zimmerman mengirim surat dan memasang iklan penuh di korannya, agar diizinkan mengedarkan AWSJ di kalangan pelanggan dan hotel-hotel secara gratis. Pemerintah Singapura ternyata bilang "Boleh saja, asalkan tidak memuat iklan." Bahkan Singapura bersedia mengganti separuh biaya AWSJ untuk terbitan khusus Singapura yang tanpa iklan itu. Usul itu ditolak, karena AWSJ, seperti disebut Zimmerman pekan lalu, punya beleid, "Tidak mau menerima bantuan keuangan dari pemerintah-pemerintah." AWSJ merasa hubungannya dengan pemerintah Singapura telah tegang sejak 1985. Di tahun itu, misalnya, koran ini dianggap menghina pengadilan gara-gara menurunkan tajuk tentang pengadilan di Singapura pada akhir 1985. Juni lalu, Stephen Duthie pun pernah diinterogasi polisi karena menulis sebuah artikel tentang komisi yang dibentuk untuk mengusut pimpinan oposisi Joshua Benjamin. Jeyaretnam, yang dianggap mengeluarkan pernyataan tanpa bukti. Terakhir, tulisan tentang SESDAQ itu, agaknya dianggap keterlaluan. "Bila berita itu tidak disangkal, posisi Singapura sebagai pusat keuangan bisa rusak," kata Juru bicara pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini