Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Benny Wachjudi waswas. Pasalnya, kenaikan tarif cukai rokok serta penyederhanaan layer berpotensi membuat harga jual rokok mahal.
Peneliti dari Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai pengawasan di lapangan perlu ditingkatkan untuk menekan rokok ilegal.
Meskipun harga rokok naik, konsumsi rokok dinilai cenderung sulit menurun secara drastis karena sifat adiktifnya.
KETENTUAN soal cukai rokok bakal berubah tahun depan. Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025 yang dirilis Kementerian Keuangan, tertera rencana memberlakukan sejumlah penyesuaian untuk meningkatkan penerimaan negara dari sisi kepabeanan dan cukai.
Salah satu strategi pemerintah adalah menerapkan tarif cukai hasil tembakau yang bersifat tahun jamak. Selain itu, pemerintah akan menaikkan tarif secara moderat. Strategi lain yang juga jadi opsi adalah menyederhanakan tingkat tarif atau layer cukai hasil tembakau serta mendekatkan disparitas antar-layer tersebut.
Peneliti dari Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyoroti risiko kemunculan rokok ilegal buntut penyesuaian tarif serta layer cukai. Keberadaan perokok yang kesulitan untuk menghentikan kebiasaannya tak bisa diabaikan. "Dorongan mencari rokok murah, yang berarti itu bisa jadi ilegal, bisa makin besar sehingga pengawasan di lapangan perlu ditingkatkan oleh otoritas," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan pengawasan ini, dia menilai tak ada alasan bagi pemerintah tidak menjalankan rencana kerja tahun depan. Layer yang berlapis dan tarifnya yang terpaut jauh selama ini menjadi tantangan pengenaan cukai rokok secara efektif. Produsen masih bisa memproduksi rokok murah sehingga perokok masih melanjutkan konsumsinya. "Dengan perubahan aturan layer ini, harapannya perokok akan menurunkan niat mereka untuk konsumsi rokok tersebut."
Petugas bea dan cukai mengecek pita cukai rokok di kantor bea dan cukai, Jakarta, 19 Desember 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal keluhan industri, Rendy menilai para produsen seharusnya sudah memahami risiko bisnis dari penerapan cukai ini. Menurut dia, ini saatnya bagi pelaku usaha untuk mulai memikirkan diversifikasi bisnis. "Kalau melihat produsen rokok raksasa, bisnis mereka beragam," kata dia.
Membaca dokumen rencana kerja pemerintah tahun depan itu membuat Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Benny Wachjudi waswas. Pasalnya, kenaikan tarif cukai rokok serta penyederhanaan layer berpotensi membuat harga jual rokok mahal. Dia berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi industri ketika menyusun ketentuan rincinya di kemudian hari.
Benny menyadari pemerintah berupaya mengendalikan produk tembakau yang memiliki eksternalitas negatif lewat kebijakan ini. "Tapi cukai rokok tinggi akan membuat produksi kita turun dan rokok ilegal naik. Kan jadi tidak ada gunanya," kata dia kepada Tempo, kemarin, 22 Juli 2024.
Benny menuturkan produksi rokok nasional menurun seiring dengan kenaikan harga rokok setelah penyesuaian tarif cukai harga tembakau. Pada 2019, total produksi rokok mencapai 355,85 miliar batang. Sementara itu, pada 2023, jumlahnya menurun menjadi 318,2 miliar batang. Selama periode ini tercatat cukai rokok naik 23 persen pada 2020, kemudian naik 12,5 persen pada 2021, 12 persen pada 2022, serta 10,5 persen pada 2023. Selain itu, pada 2022, pemerintah memangkas layer cukai dari sepuluh menjadi delapan tingkat saja.
Saat produksi turun, Benny mengatakan setoran buat pemerintah jadi berkurang. Dia menyoroti penerimaan cukai tahun lalu yang sebesar Rp 210,29 triliun, turun dari realisasi pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 218,62 triliun.
Hal yang jadi masalah adalah penurunan ini dibarengi oleh kehadiran rokok ilegal. Benny mengatakan tahun lalu sekitar 6,8 persen dari populasi rokok yang beredar merupakan rokok ilegal. "Rokok ilegal ini dari dalam negeri asalnya. Mereka produksi pakai mesin, tapi tidak bayar pajak, tidak bayar cukai," ujarnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Ibeth Kusrini pun menilai bakal ada dampak terhadap industri dari rencana pemerintah ini. Dengan penyederhanaan layer dan pengurangan disparitas antar-layer, pemerintah bisa lebih efektif dalam mengawasi serta menegakkan aturan cukai. Skema ini juga akan mengurangi insentif bagi produsen untuk memanipulasi produksi agar masuk ke layer dengan tarif lebih rendah. Kebijakan ini, menurut Ibeth, akan menciptakan persaingan yang lebih adil di antara produsen rokok dan mendorong mereka untuk lebih berfokus pada kualitas produk daripada mencari celah tarif.
Tantangannya adalah efek terhadap pengusaha rokok kecil dan petani tembakau. "Produsen rokok kecil dan petani tembakau mungkin menghadapi tekanan finansial lebih besar karena mereka tidak lagi dapat memanfaatkan tarif yang lebih rendah," kata dia. Pemerintah perlu menyediakan dukungan bagi mereka agar dapat beradaptasi dengan perubahan ini.
Namun, di sisi lain, meskipun harga rokok naik, Ibeth mengingatkan konsumsi rokok cenderung sulit menurun secara drastis karena sifat adiktifnya. "Kenaikan harga tetap diharapkan dapat mengurangi prevalensi merokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja," ujarnya.
Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah perokok aktif pada 2022 mencapai 70 juta orang atau naik dari tahun sebelumnya yang berada di level 69,1 juta orang.
Petugas bea dan cukai mengecek pita cukai rokok di kantor bea dan cukai, Jakarta, 19 Desember 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Menurut Direktur Next Policy Yusuf Wibisono, kebijakan cukai selama ini cenderung tidak efektif mengendalikan konsumsi. Indikator utamanya adalah jumlah perokok yang terus meningkat. Masalahnya terletak pada struktur tarif cukai yang masih sangat kompleks. "Ini membuka celah yang luas bagi produsen rokok untuk menghindari tarif yang tinggi dan memungkinkan mereka untuk menekan harga jual rokok agar tetap terus terjangkau oleh konsumen," ucapnya.
Pemerintah memang sudah memangkas banyak layer dari total 19 tingkat pada 2009 hingga sekarang tersisa delapan. Namun Yusuf menilai idealnya ada satu tingkat saja. Struktur cukai rokok yang sederhana akan memudahkan proses pemungutan dan pengawasan.
Kondisi rumitnya layer tarif makin diperburuk oleh jalur distribusi rokok yang mengizinkan penjualan rokok secara ketengan alias per batang. Akibatnya, rokok menjadi sangat terjangkau, bahkan oleh perokok anak dan perokok miskin sekalipun. Yusuf mencatat iklan rokok juga masih cenderung bebas dan masif.
Itulah sebabnya ia mengapresiasi rencana kerja pemerintah tahun depan menaikkan tarif cukai secara multiyears, menyederhanakan layer, dan mendekatkan disparitas tarif antar-layer. Kebijakan cukai bisa lebih efektif untuk menekan jumlah perokok dan melindungi masyarakat dari dampak buruk rokok, khususnya terhadap mereka yang termasuk keluarga miskin. Saat ini pengeluaran rokok keluarga miskin adalah signifikan, terbesar kedua setelah pengeluaran untuk beras.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan kebijakan menaikkan tarif cukai hasil tembakau berimbas pada penurunan produksi rokok. Dalam konferensi pers pada 2 Januari lalu, dia mengatakan kenaikan tarif CHT menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan, terutama golongan satu hingga 14 persen.
Tempo telah menghubungi Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto untuk meminta konfirmasi ihwal rencana kenaikan tarif cukai rokok serta penyederhanaan layer-nya. Namun pesan yang dikirim Tempo belum direspons.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo