Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Anomali Daya Beli Masyarakat Melemah: Tempat Wisata Tahun Baru Ramai

Selama liburan Natal dan tahun baru, penumpang pesawat bertambah dan tempat wisata ramai. Betulkah daya beli masyarakat melemah?

3 Januari 2025 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Taman Impian Jaya Ancol saat libur Natal dan Tahun Baru, di Jakarta, 29 Desember 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Selama masa libur tahun baru, bukan cuma tempat wisata yang padat.

  • Menurut ekonom, daya beli masyarakat yang melemah terjadi di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah.

  • Tren penurunan daya beli masyarakat bergantung pada kebijakan pemerintah dalam merangsang ekonomi.

MASA libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 membawa cuan buat pengelola Bugis Waterpark Adventure di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pengunjung tempat wisata milik Kalla Land & Property itu kebanjiran pengunjung. Sekitar 33 ribu orang datang menikmati wahana di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sales Residential Senior Manager Kalla Land Iwan Richardo Nainggolan mengatakan jumlah pengunjung melonjak hingga 120 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. "Orang yang datang kebanyakan dari luar Makassar, bahkan ada rombongan dari Palu, Sulawesi Tengah," tuturnya pada Kamis, 2 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Iwan, besarnya jumlah pengunjung tak terlepas dari program diskon. Perusahaan menawarkan tiket promosi seharga Rp 60 ribu per orang hingga 6 Januari 2025. Normalnya, harga tiket di wahana tersebut mulai dari Rp 150 ribu per orang.

Selama masa libur ini, bukan cuma tempat wisata yang padat. PT Angkasa Pura Indonesia mencatat lonjakan jumlah penumpang yang terbang melalui 37 bandar udara milik perseroan. Totalnya terdapat 6 juta penumpang hingga 30 Desember 2024, naik dari 8,17 juta penumpang pada periode yang sama pada 2023. "Kami menargetkan trafik penumpang selama 19 hari pada masa libur Natal dan tahun baru sebanyak 9,3 juta," ujar Direktur Utama PT Angkasa Pura Indonesia Faik Fahmi.

Seiring dengan pertumbuhan aktivitas perjalanan, industri perhotelan ikut terkena imbas. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani menyatakan terdapat kenaikan okupansi hotel di beberapa destinasi favorit. Di Bali, misalnya, pertumbuhan okupansi tercatat hingga 5 persen. "Dari pemantauan kami, di Yogyakarta naik 10 persen," katanya.

Data kepadatan di tempat wisata, bandara, hingga hotel menunjukkan aktivitas konsumsi masyarakat. Namun kondisi ini tampak seperti anomali. Menjelang akhir tahun, sejumlah indikator ekonomi menunjukkan tanda pelemahan daya beli masyarakat. Sebut saja deflasi yang terjadi lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Data Purchasing Managers' Index manufaktur Indonesia juga masuk zona kontraksi sejak Juli 2024.

Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menjelang liburan Natal dan tahun baru pada Ahad, 22 Desember 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Indikator lain yang menunjukkan tekanan terhadap konsumsi adalah penjualan mobil yang anjlok 11,9 persen pada November 2024 dibanding pada November 2023. Sementara itu, penjualan sepeda motor tercatat turun 7,8 persen pada September 2024 secara tahunan.

Lalu mengapa aktivitas wisata masih berjalan seolah-olah tak terjadi pelemahan daya beli?

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic Indonesia Mohammad Faisal mengatakan tekanan terjadi terhadap daya beli terjadi di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. "Konsumsi yang sekarang tampak itu, seperti mengunjungi tempat wisata, menonton konser, dan menginap di hotel, lebih didorong kelompok atas," ucapnya.

Faisal mencatat jumlah masyarakat kelas atas turun 10 persen pada 2018-2021. Namun, setelah masa pandemi, pada 2021-2023, jumlahnya naik 22 persen. Kelompok masyarakat ini masih mampu berbelanja lantaran masih memiliki tabungan. Rata-rata simpanan di atas Rp 5 miliar tercatat naik dari Rp 28 miliar pada Januari 2019 menjadi Rp 33 miliar pada Juni 2024. Sedangkan rata-rata simpanan senilai Rp 100 juta-5 miliar hanya berkurang tipis dari Rp 443 juta menjadi Rp 439 juta selama periode tersebut.

Data itu berbanding terbalik dengan kelompok menengah ke bawah. Rata-rata simpanan di rekening senilai Rp 100 juta ke bawah menunjukkan tren penurunan. Pada Januari 2019-Juni 2024, angkanya berubah dari Rp 3 juta menjadi Rp 1,8 juta.

Dengan kondisi tersebut, kelas menengah ke bawah cenderung mengutamakan konsumsi kebutuhan pokok. Namun bukan berarti mereka tidak berbelanja sama sekali. Setelah masa pandemi, hiburan dan wisata menjadi gaya hidup. Kalangan menengah ke bawah tentu akan memilih wisata gratis atau menyiasati pengeluaran dengan membawa bekal makanan dan minuman. Pada momen tertentu, seperti Natal dan tahun baru, Faisal mengatakan mereka cenderung berbelanja setelah berhemat di bulan-bulan sebelumnya.

Masalahnya, kontribusi kelas atas hanya 4 persen terhadap ekonomi. Sedangkan andil kelas menengah ke bawah mencapai 80 persen. Tanpa upaya khusus dari pemerintah, masyarakat kelas menengah ke bawah bakal terus tertekan tahun ini. "Pemerintah perlu memberikan insentif untuk mendorong daya beli. Kalaupun tidak bisa, setidaknya jangan memberikan beban tambahan kepada masyarakat, seperti menaikkan pajak," ujarnya.

Direktur Next Policy Yusuf Wibisono menambahkan, tekanan terhadap daya beli kelas menengah ke bawah tampak dari jumlah mereka. Jumlah penduduk kelas menengah makin mengecil, dari 56,2 juta orang pada Maret 2021 menjadi 52,1 juta orang pada Maret 2023. Penduduk kelas menengah jatuh ke kelas ekonomi yang lebih rendah. Penduduk calon kelas menengah melonjak dari 139,2 juta orang pada Maret 2021 menjadi 147,8 juta orang pada Maret 2023.

Dalam situasi seperti ini, rumah tangga akan memfokuskan pengeluaran pada kebutuhan pokok dan meninggalkan pengeluaran untuk non-kebutuhan pokok. "Maka, ketika daya beli jatuh tapi aktivitas wisata masih semarak, hanya ada satu penjelasannya. Wisata menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat," katanya.

Sama seperti Faisal, Yusuf menekankan adanya perbedaan konsep wisata antar-kelas masyarakat. Kelompok kelas menengah ke bawah menganggap berjalan-jalan ke taman atau ruang publik yang gratis termasuk bentuk wisata. Masyarakat tipe ini juga cenderung memilih wisata dengan biaya yang lebih murah.

Alifia Imananda Putri, karyawan swasta asal Surabaya, Jawa Timur, berbagi pengalamannya menyiasati liburan dengan biaya murah. Pada akhir 2024, ia memilih berwisata ke Gunung Bromo tanpa menginap. Saat bertandang ke Madiun pun, dia berhemat dengan menginap di rumah saudara. Ia juga sedang mengumpulkan uang untuk berlibur lagi tahun ini. "Yang penting bisa liburan lagi, jadi berhemat dan menghindari pengeluaran yang enggak penting," tuturnya.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah memperkirakan tren penurunan daya beli masyarakat sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. "Saya belum melihat kebijakan yang bisa mengubah kondisi kita menjadi lebih baik," ucapnya. Piter mengapresiasi langkah pemerintah membatalkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen secara umum. Namun Indonesia butuh lebih dari itu. Kuncinya, menurut dia, adalah menciptakan lapangan kerja. Konsumsi baru bisa meningkat jika masyarakat memiliki pendapatan.

Adapun pemerintah bereaksi terhadap pelemahan daya beli masyarakat, antara lain, dengan membatalkan perubahan tarif PPN menjadi 12 persen yang seharusnya berlaku pada 1 Januari 2025. Kenaikan hanya dikenakan untuk barang mewah. "Dengan pertimbangan mengenai kondisi masyarakat dan ekonomi, juga untuk menciptakan keadilan, PPN yang naik dari 11 ke 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Selasa, 31 Desember 2024.

Selain itu, pemerintah punya paket kebijakan ekonomi. Salah satunya berupa bantuan beras 10 kilogram per bulan untuk masyarakat di desil 1 dan 2 sebanyak 16 juta penerima. Bantuan ini diberikan selama Januari-Februari 2025. Pemerintah pun memberikan diskon tarif listrik 50 persen selama periode yang sama untuk pelanggan dengan daya listrik terpasang hingga 2.200 volt-ampere.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah juga menyediakan insentif buat menjaga daya beli kelas menengah. Salah satunya melanjutkan PPN DTP (ditanggung pemerintah) properti untuk pembelian rumah dengan harga jual sampai Rp 5 miliar, dengan dasar pengenaan pajak hingga Rp 2 miliar. Selain itu, ada sejumlah insentif fiskal untuk pembelian kendaraan bermotor listrik dan hybrid. "Pemerintah juga memberikan insentif pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji sampai Rp 10 juta per bulan," tuturnya. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Hanaa Septiana dari Surabaya dan Didit Hariyadi dari Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus