Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini, beberapa daerah di Indonesia menghadapi kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji 3 kilogram. Kondisi ini memicu keluhan dari masyarakat, apalagi diperburuk dengan kebijakan baru pemerintah yang melarang penjualan gas melon secara eceran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo sebelumnya mewawancarai sejumlah pengguna elpiji 3 kg di wilayah Palmerah, Jakarta Selatan. Beberapa pedagang mengungkapkan bahwa gas melon tersebut sudah sulit ditemukan selama beberapa minggu terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Udah sebulan mas nggak ada. Saya biasanya stok 20-22an, biasanya itu habis dalam sehari. Saya menjualnya kisaran 20 ribu,” ujar Amron, seorang pemilik Warung Madura di Jalan Kompleks Anggaran, Kemanggisan, saat ditemui Ahad, 2 Februari 2025.
Samidi, seorang penjual gorengan di Kemanggisan Ilir, Palmerah, juga merasakan dampak kelangkaan gas elpiji ini. “Seminggu ini susah mas gasnya. Kalau ga ada gas saya ga jualan. Saya biasanya bawa satu dan satunya yang kosong untuk diisi di Pangkalan Kemanggisan Pulo,” kata dia.
Para pemilik warung tegal (warteg) di Jakarta Timur mengharapkan pemerintah tidak mempersulit akses pembelian elpiji 3 kg, baik di agen, pangkalan, maupun warung sekitar.
"Pinginnya sih kita pemerintah lebih mempermudah aja pembelian gas, biar ga susah nyarinya. Karena kita warteg gini kan pakainya tabung elpiji 3 kg itu," kata seorang pemilik warteg bernama Supriati (43) saat ditemui di Kampung Bulak, Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu.
Supriati, salah satu pemilik warteg, juga mengusulkan agar pemerintah menambah pasokan elpiji 3 kg di agen dan warung untuk menjaga stabilitas harga.
Menurutnya, jika harga gas mengalami kenaikan, hal tersebut akan berdampak pada harga jual makanan dan mengurangi keuntungan yang diperoleh. "Harganya juga jangan naik naik, karena kan nanti bingung juga sama masakan kita," kata Supriati.
Sejak awal Februari 2025, Supriati mengaku kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg, meskipun ia terbantu karena sudah menjadi pelanggan tetap di salah satu agen gas dekat rumahnya.
"Memang agak susah sih dapat gas itu, biasanya kan langsung dikirim ya, sekarang lama kirimnya. Biasanya beli langsung ke agen. Kalau dari stok sih biasanya diutamain karena kita udah pelanggan," ujar Supriati.
Mengenai harga, Supriati belum merasakan perubahan signifikan. Saat ini, harga elpiji 3 kg di warung mencapai Rp 20.000, sedangkan di agen dijual seharga Rp 18.500. "Masih sama sih Alhamdulillah harganya, cuman kalau beli aja harus pakai KTP kan katanya mau didata. Biasanya sih saya beli 2-3 tabung," kata Supriati.
Selain itu, kebijakan ini menyebabkan banyak wagra terpaksa mengantre di agen resmi Pertamina. Tragisnya, seorang warga pernama Yonih, yang tinggal di RT/RW 001/007, Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, dilaporkan meninggal dunia akibat kelelahan saat mengantre gas.
"Almarhumah antre gas di salah satu toko penjual gas 3 kg yang tidak jauh dari lokasi rumahnya. Perkiraan 500 meter dari rumahnya, kecapekan sepertinya," kata Ketua RT 001, Saeful, Senin, 3 Februari 2025.
Perempuan berusia 62 tahun tersebut ikut dalam antrean di pangkalan elpiji sekitar pukul 10.00 WIB. Setelah berhasil mendapatkan gas, ia pulang dan sempat beristirahat ditengah perjalanan.
"Jadi almarhumah ini sudah membawa dua tabung gas 3 kg dan hendak pulang. Enggak jauh dari toko, ia tiba-tiba istirahat karena kelelahan di depan toko laundry dan langsung pucat mukanya. Warga yang mengenal almarhumah, kemudian menelepon keluarganya untuk dijemput," katanya.
Keluarga segera membawa Yonih ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong dan ia meninggal dalam perjalanan.
"Jadi almarhumah ini sudah membawa dua tabung gas 3 kg dan hendak pulang. Enggak jauh dari toko, ia tiba-tiba istirahat karena kelelahan di depan toko laundry dan langsung pucat mukanya. Warga yang mengenal almarhumah, kemudian menelepon keluarganya untuk dijemput," katanya.
Raden Putri Alpadillah Ginanjar berkontribusi dalam artikel ini.