Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) mengendus praktik pemalsuan sertifikat keahlian (SKA) dan sertifikat keterampilan (SKT) para pekerja proyek konstruksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua II Bidang Hukum, Kontrak, Penyelesaian Sengketa Konstruksi, dan Standardisasi LPJKN, John Paulus Pantouw, mengatakan pekerja konstruksi bermasalah ini bisa menghambat laju proyek infrastruktur. "Kontraktor bisa rugi, dari sisi durasi hingga kualitas pekerjaan," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paulus menyebutkan temuan SKA dan SKT palsu merata di berbagai daerah. Modusnya pun beragam, dari penerbitan dokumen lewat situs web fiktif hingga pencurian data diri pemilik sertifikat asli untuk pembuatan blangko baru atau biasa disebut phishing.
"Dengan modus phishing, pekerja berpengalaman sepuluh tahun bisa mendaftar ke proyek yang membutuhkan kompetensi 30 tahun," ujarnya. "Dengan web fiktif, ada yang membuat SKA sendiri, padahal hanya boleh diterbitkan LPJKN."
Sepanjang 2018, LPJKN sudah mencabut sedikitnya 266 SKA yang dinilai tidak sah dari berbagai badan usaha konstruksi. Pencabutan dilakukan meski SKA tersebut sempat diikutsertakan perusahaan kontraktor untuk memenangi tender proyek. LPJKN juga mencabut 354 SKA hasil penggandaan data pemilik asli serta lebih dari 200 dokumen tenaga kerja konstruksi yang dibuat di luar kewenangan LPJKN.
Untuk meminimalkan pemalsuan, LPJKN mengebut digitalisasi sertifikat tenaga kerja konstruksi tahun ini. Dengan meminimalkan pemakaian blangko, Paulus yakin praktik pemalsuan SKA dan SKT bisa berkurang.
Pemberlakuan sertifikat digital, kata Paulus, tinggal menunggu surat keputusan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Identitas dan bukti keterampilan pekerja akan dicatat secara elektronik melalui kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, perguruan tinggi, hingga otoritas pajak. Kolaborasi dengan Dukcapil telah dimulai pada 25 Januari lalu.
"Software sudah kami siapkan, tinggal jalan. Butuh penyesuaian selama enam bulan. Yang sudah punya blangko sertifikat juga akan beralih pelan-pelan," tuturnya.
Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan Jasa Konstruksi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum, Dewi Chomistriana, memastikan sertifikasi tenaga konstruksi digencarkan. Penilaian bisa digelar di lokasi proyek ataupun dalam kegiatan khusus yang digelar Kementerian Pekerjaan Umum.
"Kami punya program peningkatan kompetensi dengan dunia pendidikan, juga kolaborasi dengan badan usaha untuk sistem pembelajaran jarak jauh," ucapnya kepada Tempo.
Hingga akhir 2018, Dewi mengungkapkan kementeriannya sudah menerbitkan sertifikat untuk 616.081 ribu pekerja konstruksi, dengan rincian 32 persen tenaga ahli dan sisanya tenaga terampil. LPJKN mencatat jumlah itu sudah meningkat hingga 792 ribu pada Senin lalu.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basoeki Hadimoeljono, mengatakan pekerja harus mengantongi sertifikat untuk bersaing dengan tenaga asing. Lewat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Kementerian mengebut sertifikasi tenaga konstruksi, yang jumlahnya mencapai 8,1 juta orang. "Kita tidak mungkin menahan tenaga asing masuk. Untuk memenangi kompetisi, kita harus lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik," kata Basoeki.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Infrastruktur, Erwin Aksa, mengkhawatirkan pekerja bersertifikat fiktif masuk ke proyek konstruksi strategis. "Fatal jika sertifikat asli dipinjam untuk kepentingan tender atau meloloskan perizinan, padahal pemiliknya tidak ikut proyek itu," ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo