Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUSAKNYA ekonomi akibat pandemi Covid-19 makin nyata dan meluas. Ekonomi Uni Eropa mengerut 3,8 persen selama kuartal I 2020 jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pada saat yang sama, Amerika Serikat pun mengalami kontraksi serius. Secara tahunan, ekonomi Amerika tumbuh negatif 4,8 persen. Kemerosotan ekonomi sedunia ini sudah jauh lebih dalam ketimbang krisis finansial 2008-2009. Pembandingnya yang lebih menakutkan cuma Depresi Besar, seabad lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itu belumlah puncak masalah. Ketua The Federal Reserve Jerome Powell mengingatkan, masih ada risiko ekonomi mengerut lebih dalam lagi. Sebab, arah pandemi Covid-19 masih belum jelas. Apakah gelombang pandemi kedua yang lebih ganas akan benar-benar menyerang? Ataukah Covid-19 benar-benar sudah mulai mereda?
Ketidakpastian ini menciptakan pilihan sulit bagi para pemimpin pemerintahan di seluruh dunia untuk merumuskan respons kebijakan yang pas. Di Indonesia, pemerintah sepertinya memilih sisi positif, mengajak masyarakat tetap optimistis. Presiden Joko Widodo yakin Covid-19 sudah memasuki fase ringan Juli nanti. Dan, setelahnya, ekonomi akan kembali melejit.
Semua pemangku kepentingan ekonomi, dari konsumen, korporasi, sampai politikus, tentu mengidamkan pemulihan cepat. Semuanya ingin segera melihat kurva pergerakan ekonomi berbentuk huruf V—setelah jatuh mencapai titik dasar, langsung melesat bak roket terbang ke angkasa. Ekonomi Indonesia berpeluang menciptakan grafik V itu. Setidaknya, inilah prediksi Dana Moneter Internasional (IMF): ekonomi kita bisa membal tumbuh hingga 8,2 persen pada 2021.
Tak aneh jika banyak pejabat pemerintah gemar mengutip prediksi ini. Dan memang pemerintah bertugas tetap menyebarkan optimisme, asalkan di baliknya benar-benar ada upaya serius menangani wabah dengan benar. Sebab, IMF mendasarkan prediksi itu pada satu premis pokok yang amat penting: pandemi di Indonesia benar-benar cepat berakhir sehingga kerusakan ekonomi tidak parah. Jika terjadi sebaliknya, alih-alih mendapat grafik berbentuk V, kita akan masuk trayek berbentuk U, ekonomi harus cukup lama mendekam di dasar untuk bisa pulih. Lebih celaka lagi jika yang terjadi adalah grafik berupa huruf L. Setelah jatuh, ekonomi tak kunjung bangkit lagi.
Pemerintah RI mungkin sudah lebih dari sekadar serius, bahkan telah berjibaku habis-habisan dalam perang melawan Covid-19. Tapi banyak kritik, ikhtiar serius itu masih meleset dari sasaran. Salah satu akar persoalannya adalah data yang tidak tepercaya. Membuka kembali ekonomi, misalnya, harus didasari data faktual sehingga kajiannya tidak sekadar berpatokan pada bisikan paranormal atau insinuasi politik. Kenyataannya, lantaran jumlah tes yang masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah penduduk, tak ada data tepercaya bagaimana situasi sebenarnya pandemi Covid-19 di Indonesia.
Situasi ini berisiko besar. Pemerintah dapat mengambil keputusan keliru, terlalu cepat membuka kembali ekonomi. Maklum, tak ada orang yang ingin melihat ekonomi makin merana karena pembatasan di mana-mana. Sedangkan catatan sejarah menunjukkan, pembukaan kembali ekonomi sebelum keadaan benar-benar aman justru berisiko memunculkan serangan gelombang kedua yang bisa jauh lebih dahsyat. Lain cerita jika sudah ada obat dan vaksin yang benar-benar mampu melawan Covid-19.
Persoalan lain: ekonomi bisa makin sulit pulih karena tidak efektifnya berbagai stimulus pemerintah. Tengoklah berbagai bantuan sosial yang masih centang-perenang pelaksanaannya. Ada begitu banyak saluran pembagian bantuan yang bertabrakan data penerimanya. Belum lagi program yang salah sasaran. Misalnya Kartu Prakerja, yang menuai kritik karena dinilai tidak efektif menopang kebutuhan ekonomi mereka yang baru terkena pemutusan hubungan kerja.
Masih ada waktu dan kesempatan untuk membenahi semua ini. Pemerintah harus bergegas mengevaluasi semua langkah jika tak ingin ekonomi Indonesia masuk ke trayek grafik U atau bahkan terjerembap ke lintasan berbentuk L.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo