Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan atau Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono merespons soal dugaan kepentingan Singapura di Balik pembukaan kembali ekspor pasir laut. Seperti dikatahui, Indonesia mencabut larangan ekspor pasir laut lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Trenggono tak menampik permintaan pasir laut Indonesia untuk proyek reklamasi begitu besar. Namun, dia menekankan pemanfaatan pasir laut, termasuk untuk ekspor, hanya dibolehkan apabila berasal dari sedimentasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Nantinya, kata Trenggono, akan ada tim kajian yang menganalisis proposal dari para pelaku usaha. Sehingga izin ekspor hanya diberikan kepada pelaku usaha yang memenuhi standar.
"Kami bukan jual negara, yang jelas permintaan reklamasi begitu besar. Kalau para pakar mengatakan ini hasil sedimentasi, ya gak hanya ekspor ke Singapura, ekspor ke Jepang pun apa salahnya," kata dia dalam konferensi pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Rabu, 30 Mei 223.
Lebih lanjut, ia menuturkan kebijakan ini berpotensi menambah pendapatan negara. Sebab menurut perkiraanya, ada sekitar 23 meter kubik pasir laut hasil sedimentasi di Indonesia setiap tahunnya.
Dia berkata selama pasir laut asal Indonesia ini dibayar mahal, kebijakan ini akan menguntungkan negara. Trenggono pun menilai kebijakan ini sama sekali tak merusak ekosistem laut maupun kehidupan masyarakat pesisir.
Terlebih, dia mengatakan selama ini Johor Malaysia telah mendapatkan keuntungan besar dari ekspor pasir laut ke Singapura. Padahal, ia menduga Malaysia pun mengeruk pasir laut dari Indonesia. Sehingga, menurut dia, lebih baik Indonesia yang menyasar pasar ekspor komoditas ini.
Selanjutnya: "Nah kok yang untung Johor melulu,..."
"Nah kok yang untung Johor melulu, Johor ngambilnya dari mana? Jangan-jangan dari kita juga. Kapal nyedot, kedapatan berapa kali tapi sudah ditangkap," kata dia.
Selain itu, dia menilai penambangan pasir laut secara ilegal akan terus merajalela apabila tidak regulasinya. Lantas, pasir yang dikeruk juga bukan berupa sedimentasi melainkan pasir laut yang mengikis garis pantai hingga membuat pulau-pulau kecil tenggelam.
Seperti diketahui, Indonesia sebelumnya melarang ekspor pasir laut sejak Februari 2003. Larangan di era Presiden Megawati itu berlandaskan kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan pasir laut.
Kerusakan yang ditimbulkan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau. Hal tersebut disebutkan dalam Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Selain itu, larangan ekspor juga diterapkan karena belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Pilihan Editor: Kritik Aturan Ekspor Pasir Laut, Kiara: Bentuk Nyata Gagalnya Konsep Poros Maritim Jokowi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini