Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu bapak angkat

Munas asephi di gedung dki sepakat menunjuk para eksportir bapak angkat untuk membina industri kerajinan. mereka mengetahui produk yang diingini, pasar serta cara perdagangan luar negeri & yang layak.(eb)

9 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEMURUH tepuk tangan mengakhiri Musyawarah Nasional pertama Asosiasi eksportir dan produsen kerajinan Indonesia (Asephi) yang berlangsung 2 hari di gedung DKI pekan lalu. Keplok itu juga bergema ketika 120 orang pengusaha yang ber-Munas itu sepakat menunjuk Bapak Angkat (BA) untuk membina industri kerajinan. "Sekarang kami menunggu penunjukan sang bapak angkat itu," kata Latief, Ketua Umum Asephi kepada TEMPO seusai Munas. Tak kurang 20 juta penduduk yang kabarnya terlibat dalam sektor industri kecil ini. Di antaranya 740 produsen dan eksportir anggota Asephi, yang sebagian besar masih tradisionil. Modal utama adalah ketrampilan sedang modal uang praktis sangat kecil. Mereka juga kekurangan pengetahuan tentang keadaan di luar lingkungan usahanya dan informasi pasar. Januari-Nopember 1978 devisa yang diperolehnya baru $13,4 juta, naik $ 1,3 juta dari ekspor selama 1977. Selama ini menurut Abdul Latief yang juga Dir-Ut PT Sarinah Jaya "bisnis industri kerajinan dikelola secara amatir, sedang pembinaannya bersifat fungsional." Misalnya pembinaan dari Departemen Perindustrian berdasarkan pada sistim target produksi tanpa menghiraukan selera pasar. "Akibatnya tak laku," katanya. Layak Bank Bagi Abdul Latief yang memiliki pabrik garment (pakaian jadi) dan meubel rotan di Pulogadung itu bisnis hasil-hasil kerajinan memang sudah menjadi profesinya. Selaku BA PT Sarinah Jaya juga melakukan fungsi pemasaran (trading house) untuk ekspor maupun untuk pasaran lokal. Maka ir. Suryana dari Dep. Perindustrian menyarankan agar yang ditunjuk menjadi BA itu haruslah eksportir. Alasannya: "Para eksportir yang bonafid mengetahui tentang produk yang diingini pasar serta tata cara perdagangan luar negeri di samping mereka itu juga dianggap layak bank." "Kami setuju dengan adanya bapak angkat," sambut Moh. Sardjan, bekas Menteri Pertanian dalam Kabinet Sukiman dulu yang kini menjadi Ketua Koperasi Pondok Pinang, Jakarta. Koperasi yang dipimpinnya telah satu setengah tahun mendapat BA, yakni PT Kerta Niaga. "Bantuan dan pertolongannya sangat besar," kata Sardjan. Antara lain berupa kredit investasi, mesin-mesin dan kredit bahan mentah. Dengan adanya PT Kerta Niaga sebagai BA, koperasi Pondok Pinang berhasil mendapatkan order pertama 500 buah model mebel gaya antik Eropa senilai Rp 80 juta. Tetapi proses mendapatkan order itu katanya, memakan waktu 1,5 tahun, seumur koperasinya, telah menimbulkan kesulitan bagi sang BA karena menanggung bunga bank dari kredit yang dilimpahkannya kepada anak angkat. "Ini tidak adil, bila sang bapak diharapkan berkorban," katanya. Seorang Bapak Angkat menurut ketua koperasi Pondok Pinang itu "harus bertindak sama lugasnya dengan kelugasan sikap bank kepada Bapak Angkat itu." Jika demikian konsekwensi logis selanjutnya adalah bahwa kredit dari BA tokh dilimpahkan beban bunganya kepada anak angkat ditambah dengan ganti resiko serta jasa yang akan menjadi lebih berat bagi industri kerajinan. Jalan lain tak mungkin. Meskipun Mhd Sardjan setuju dengan sistim Bapak Angkat ini dan telah menjadi anak angkat, namun bagi industri kerajinan, produsen dan eksportir ia minta tetap diberi kesempatan mendapatkan kredit investasi dan modal kerja langsung dari bank. Bank Indonesia dalam pengembangan pengusaha kecil tidak diam. Ini kelihatan dari peningkatan jumlah plafon kredit investasi kecil (KIK) maupun Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Menurut Ketua Umum Asephi dari 70 anggotanya hampir 50% sudah menikmati KIK/KMKP. Separonya lagi masih belum mengecap terbentur pada tehnis perbankan seperti jaminan yang tak cukup. Asephi minta agar permohonan kredit itu didasarkan pada penelitian kelayakan. "Soal jaminan supaya tidak dihubungkan dengan besarnya kredit yang diterimanya, tapi sekedar menunjukkan adanya rasa tanggung jawab," kata Toto Kuswara, Ketua I Asephi. Untuk menggalakkan ekspor, menurut Toto, pusat-pusat promosi perdagangan (TPC) di London, Frankfurt dan New York perlu dirobah menjadi kantor dagang." Tidak seperti sekarang yang hanya bertugas sebagai promosi," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus