BAGAIKAN lepas dari sangkar sore itu ratusan buruh perusahaan
sepatu PT Bata, berlarian. Mereka berebutan naik truk tanpa kap
yang menunggu di luar. Begitulah pemandangan setiap bubaran jam
kerja di perusahaan asing, di Jalan Kalibata, Jakarta, yang
berdiri sejak 1939. Untuk angkutan karyawannya Bata hanya
menyediakan satu bis dan tiga truk terbuka. Di waktu jam kerja
truk itu dipakai untuk mengangkut sampah sedang waktu jam masuk
dan pulang dimanfaatkan untuk mengantar-jemput karyawannya.
"Kami menuntut bis karena truk-truk itu tak layak lagi buat
mengangkut manusia," kata Hadi Suwarsono, Ketua I FBSI Basis
pabrik sepatu Bata.
Soal angkutan karyawan merupakan satu di antara 30 pasal yang
belum selesai dibahas dari 85 pasal Perjanjian Perburuhan
Bersama (PPB). "Semuanya itu tidak terlalu berat dan sebagian
lagi bersifat administratip," ujar wakil buruh Bata itu pekan
lalu. Namun hal pokok seperti kenaikan upah 12% dari gaji
Pebruari telah disetujui mereka sesuai dengan anjuran Departemen
Nakertrans. Begitu juga dengan pengganti uang makan siang Rp 275
per hari dan uang transpor sebesar Rp 300 sehari, bagi mereka
yang tinggal di luar radius 3 km dari pabrik. Tapi apakah
penyesuaian gaji itu tidak berakibat naiknya harga?
Direktur Personalia dan Hubungan Industri Bata, Hans B.
Sumampouw, belum berani mengatakan naik atau tidak. Tapi Kepala
Kanwil Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja DKI, J.M.
Situmorang menganjurkan para pengusaha agar mempertahankan harga
penjualan barang yang dihasilkannya. "Pemerintah mengharapkan
ketenangan kerja terpelihara dan proses produksi berjalan
lancar," katanya.
Tidak Murah
Bata pertama kalinya didirikan oleh Thomas Bata pada 1921 di
kota Zlin, Cekoslawakia. Kini Bata beroperasi di 93 negara dan
berpusat di Kanada. Di Indonesia ia mempunyai 2 pabrik, di
Kalibata itu dan di Medan. Keduanya menghasilkan 7 juta pasang
alas kaki setahun, dan terdiri dari 400 model sepatu, sepatu
sandal dan sandal, dari kulit, karet dan plastik. Termasuk
sepatu kanvas (sneakers) yang belakangan ini dipromosikannya.
Untuk promosi ini "Bata menyediakan biaya 2% dari target
penjualan setahun," kata menejer penjualan H. Hadiyin Rifaie
kepada A. Muthalib dari TEMPO, pekan lalu. Demam berlari yang
berjangkit dewasa ini menurut Hadiyin "hanya sedikit pengaruhnya
pada pemasaran." Produksi tak mungkin dinaikkannya lagi. "Tujuh
juta pasang itu sudah maksimal," katanya.
Diperkirakan dari seluruh penduduk Indonesia yang memakai alas
kaki baru sekitar 90 juta. Dari jumlah itu saham sepatu Bata di
pasaran 10%. Masih tergolong kecil dibandingkan potensi pasar
yang ada. Maka untuk mengembangkan usahanya itu PT Bata
merencanakan mendirikan pabrik baru di daerah. Di komplek
pabrik Bata di sebelah Taman Makam Pahlawan Kalibata seluas 90
Ha itu mereka tak diperkenankan mendirikdn pabrik baru.
Pilihannya munykin jatuh ke Surabaya.
Di kalangan Pasar Modal disebut-sebut dalam rangka perluasannya
itu. Bata juga akan memasyarakatkan saham-sahamnya. "Kalau nanti
go public itu semata-mata karena mengikuti aspirasi rakyat dan
pemerintah," ujar Sumampouw.
Sebagai PMA, Bata dilarang menjual langsung ke pasar. Maka Bata
menunjuk 25 penyalur khusus (depot) yang menjual berdasarkan
sistim konsinyasi. Selain itu Bata mempunyai 30 distributor yang
membeli kontan dari pabrik dan sekitar 170 toko pengecer yang
tersebar di seluruh Indonesia. Dulu, sebelum 1 Januari 1978,
sejumlah toko dan para penyalur itu, menurut Hadiyin, izin
dagangnya atas nama Bata. Tapi sejak Januari 1978 izinnya
"dipindahkan" kepada para penyalur. "Penyalur dan toko-toko itu
sama sekali bukan karyawan Bata. Mereka hidup dari komisi
penjualan," kata Sumampouw. "Tapi mereka dibantu Bata, misalnya
dalam memodernisasi toko, kontrol stok, latihan pemasaran maupun
tatamuka dan display.
Tapi selain memproduksi sendiri, Bata juga pernah mengimpor
sepatu Bata buatan Itali sekitar 1975-1978, sekitar 15.000
pasang, yang harganya 2 kali lipat dari buatan loka]. Prinsip
Bata di Indonesia, menurut Sumampouw "membikin sepatu yang
harganya bisa dijangkau rakyat." Namun harga sepatu kulit
keluaran Kalibata seharga itu Rp 12.000 tak bisa disebut murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini