Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ekspansi Kalibata

Buruh Sepatu Bata menuntut kenaikan gaji, uang makan dan transport dan sudah disetujui. Prinsip Bata di Indonesia, membuat sepatu yang harganya terjangkau masyarakat. (eb)

9 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIKAN lepas dari sangkar sore itu ratusan buruh perusahaan sepatu PT Bata, berlarian. Mereka berebutan naik truk tanpa kap yang menunggu di luar. Begitulah pemandangan setiap bubaran jam kerja di perusahaan asing, di Jalan Kalibata, Jakarta, yang berdiri sejak 1939. Untuk angkutan karyawannya Bata hanya menyediakan satu bis dan tiga truk terbuka. Di waktu jam kerja truk itu dipakai untuk mengangkut sampah sedang waktu jam masuk dan pulang dimanfaatkan untuk mengantar-jemput karyawannya. "Kami menuntut bis karena truk-truk itu tak layak lagi buat mengangkut manusia," kata Hadi Suwarsono, Ketua I FBSI Basis pabrik sepatu Bata. Soal angkutan karyawan merupakan satu di antara 30 pasal yang belum selesai dibahas dari 85 pasal Perjanjian Perburuhan Bersama (PPB). "Semuanya itu tidak terlalu berat dan sebagian lagi bersifat administratip," ujar wakil buruh Bata itu pekan lalu. Namun hal pokok seperti kenaikan upah 12% dari gaji Pebruari telah disetujui mereka sesuai dengan anjuran Departemen Nakertrans. Begitu juga dengan pengganti uang makan siang Rp 275 per hari dan uang transpor sebesar Rp 300 sehari, bagi mereka yang tinggal di luar radius 3 km dari pabrik. Tapi apakah penyesuaian gaji itu tidak berakibat naiknya harga? Direktur Personalia dan Hubungan Industri Bata, Hans B. Sumampouw, belum berani mengatakan naik atau tidak. Tapi Kepala Kanwil Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja DKI, J.M. Situmorang menganjurkan para pengusaha agar mempertahankan harga penjualan barang yang dihasilkannya. "Pemerintah mengharapkan ketenangan kerja terpelihara dan proses produksi berjalan lancar," katanya. Tidak Murah Bata pertama kalinya didirikan oleh Thomas Bata pada 1921 di kota Zlin, Cekoslawakia. Kini Bata beroperasi di 93 negara dan berpusat di Kanada. Di Indonesia ia mempunyai 2 pabrik, di Kalibata itu dan di Medan. Keduanya menghasilkan 7 juta pasang alas kaki setahun, dan terdiri dari 400 model sepatu, sepatu sandal dan sandal, dari kulit, karet dan plastik. Termasuk sepatu kanvas (sneakers) yang belakangan ini dipromosikannya. Untuk promosi ini "Bata menyediakan biaya 2% dari target penjualan setahun," kata menejer penjualan H. Hadiyin Rifaie kepada A. Muthalib dari TEMPO, pekan lalu. Demam berlari yang berjangkit dewasa ini menurut Hadiyin "hanya sedikit pengaruhnya pada pemasaran." Produksi tak mungkin dinaikkannya lagi. "Tujuh juta pasang itu sudah maksimal," katanya. Diperkirakan dari seluruh penduduk Indonesia yang memakai alas kaki baru sekitar 90 juta. Dari jumlah itu saham sepatu Bata di pasaran 10%. Masih tergolong kecil dibandingkan potensi pasar yang ada. Maka untuk mengembangkan usahanya itu PT Bata merencanakan mendirikan pabrik baru di daerah. Di komplek pabrik Bata di sebelah Taman Makam Pahlawan Kalibata seluas 90 Ha itu mereka tak diperkenankan mendirikdn pabrik baru. Pilihannya munykin jatuh ke Surabaya. Di kalangan Pasar Modal disebut-sebut dalam rangka perluasannya itu. Bata juga akan memasyarakatkan saham-sahamnya. "Kalau nanti go public itu semata-mata karena mengikuti aspirasi rakyat dan pemerintah," ujar Sumampouw. Sebagai PMA, Bata dilarang menjual langsung ke pasar. Maka Bata menunjuk 25 penyalur khusus (depot) yang menjual berdasarkan sistim konsinyasi. Selain itu Bata mempunyai 30 distributor yang membeli kontan dari pabrik dan sekitar 170 toko pengecer yang tersebar di seluruh Indonesia. Dulu, sebelum 1 Januari 1978, sejumlah toko dan para penyalur itu, menurut Hadiyin, izin dagangnya atas nama Bata. Tapi sejak Januari 1978 izinnya "dipindahkan" kepada para penyalur. "Penyalur dan toko-toko itu sama sekali bukan karyawan Bata. Mereka hidup dari komisi penjualan," kata Sumampouw. "Tapi mereka dibantu Bata, misalnya dalam memodernisasi toko, kontrol stok, latihan pemasaran maupun tatamuka dan display. Tapi selain memproduksi sendiri, Bata juga pernah mengimpor sepatu Bata buatan Itali sekitar 1975-1978, sekitar 15.000 pasang, yang harganya 2 kali lipat dari buatan loka]. Prinsip Bata di Indonesia, menurut Sumampouw "membikin sepatu yang harganya bisa dijangkau rakyat." Namun harga sepatu kulit keluaran Kalibata seharga itu Rp 12.000 tak bisa disebut murah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus