Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Pertanian meminta pengusaha menyediakan sapi perah untuk minum susu dan makan siang gratis.
Pengusaha kesulitan menunaikan rencana impor dan pengembangan sapi perah.
Bisnis sapi perah memerlukan investasi besar.
SEBUAH surat membuat geger para pelaku industri makanan, termasuk produk olahan susu dan turunannya. Berjudul “Program Gerakan Minum Susu”, surat bertanggal 2 Mei 2024 itu diteken oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah. Melalui surat itu, Kementerian Pertanian meminta dukungan pelaku industri untuk menambah populasi ternak sapi perah. Kementerian menargetkan tambahan 1,1 juta sapi laktasi atau sapi penghasil susu, antara lain untuk program minum susu dan makan siang gratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengusaha pun kaget karena Kementerian Pertanian meminta mereka mengisi “Matriks Rencana Pengembangan Usaha Budidaya Sapi Perah” yang dilampirkan dalam surat tersebut. Di dalam matriks itu ada soal model usaha, lokasi dan luas peternakan, populasi ternak yang ada, rencana penambahan populasi, dan program lain. Data tersebut mesti disetorkan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan paling lambat pada 8 Mei 2024. Artinya, pengusaha hanya diberi waktu sekitar sepekan untuk menyampaikan rencana bisnis tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nasrullah dalam suratnya, rencana itu menjadi tindak lanjut rancangan kegiatan prioritas peningkatan produksi dan produktivitas sapi perah serta susu dalam negeri. Program ini juga bertujuan menjalankan keputusan rapat koordinasi dan arahan Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengidentifikasi dukungan industri dalam program minum susu bagi anak sekolah. “Kami hendak mendata potensi private sector dalam penambahan populasi sapi perah,” kata Nasrullah ketika dimintai tanggapan tentang surat itu pada Rabu, 8 Mei 2024.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah. ditjenpkh.pertanian.go.id
Persoalannya, tidak semua pelaku industri dalam daftar undangan surat tersebut adalah perusahaan pengolah susu. Dari 117 perusahaan yang menjadi target Kementerian Pertanian, hanya beberapa yang telah memiliki bisnis budi daya sapi perah atau bermitra dengan peternakan sapi perah. Misalnya PT Greenfields Indonesia, PT Cisarua Mountain Diary atau Cimory, PT Frisian Flag Indonesia, dan PT Ultrajaya Milk Industry.
Sedangkan kebanyakan perusahaan lain adalah pemain dalam industri makanan dan minuman, seperti pabrik permen, kopi, dan biskuit. Bahkan beberapa perusahaan merupakan importir bahan baku pangan produk turunan susu seperti keju dan mentega, yang tidak pernah bersentuhan dengan usaha budi daya sapi perah. “Kami tidak punya pengetahuan dan kompetensi memelihara sapi,” ujar seorang pengusaha kepada Tempo.
Walhasil, hingga tenggat terlewat, banyak perusahaan belum menyetor dokumen Matriks Rencana Pengembangan Usaha Budidaya Sapi Perah. “Kami menunggu aturan yang jelas dulu,” ucap seorang pebisnis lain. Sebab, pengusaha itu mengungkapkan, regulasi menjadi jaminan agar investasi yang akan mereka tanamkan memiliki kepastian.
Sejauh ini belum ada gambaran jelas tentang rencana pengadaan sapi perah tambahan secara besar-besaran itu. Demikian pula mengenai sifat kebijakan ini, apakah akan diwajibkan kepada semua perusahaan di sektor susu dan produk turunannya, berupa penugasan, atau sukarela semata.
Saat ini hampir semua pelaku usaha tak berani bersikap secara terbuka. Pembicaraan mengenai hal ini hanya bergulir dari satu meja diskusi ke meja diskusi lain. Sebab, menurut mereka, permintaan itu disertai pernyataan bernada “menekan” bahwa pemerintah akan mempersulit permohonan izin para pelaku industri yang tidak manut.
Sebagian pengusaha memilih bersuara lewat asosiasi. Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia Adhi S. Lukman mengatakan sudah berupaya membuka jalur komunikasi dengan Kementerian Pertanian. Dia mengaku telah mengajukan permohonan audiensi. “Jumat nanti,” tuturnya.
Menurut Adhi, pelaku industri selalu mendukung program pemerintah. Hanya, dia menambahkan, program pemerintah jangan sampai menambah beban pengusaha yang pada akhirnya akan ditanggung konsumen. Adhi menuturkan, di tengah situasi sulit seperti sekarang, daya beli konsumen khususnya kelas bawah sangat jelek. Ia khawatir hal ini akan berdampak turunnya angka penjualan serta berkurangnya akses konsumen terhadap produk makanan dan minuman berbasis susu.
•••
PERMINTAAN Kementerian Pertanian kepada pengusaha untuk mengisi Matriks Rencana Pengembangan Usaha Budidaya Sapi Perah adalah tindak lanjut sejumlah pertemuan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian beberapa kali mengundang para pelaku usaha membahas program gerakan minum susu. Pertemuan awal berlangsung pada Maret 2024, ketika penghitungan suara hasil pemilihan umum menunjukkan Prabowo Subianto unggul dalam pemilihan presiden. Ketika berkampanye, Prabowo mengumbar janji menjalankan program makan siang dan minum susu gratis.
Pertemuan awal itu dipimpin oleh tenaga ahli Menteri Pertanian, Ali Agus. Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Johny Liano, yang hadir dalam rapat tersebut, isi pertemuan lebih banyak membahas aturan impor daging sapi beku dan sapi hidup asal Brasil. Adapun topik program minum susu gratis, “Hanya disosialisasikan,” kata Johny.
Dalam rapat berikutnya, 30 April 2024, yang dipimpin Direktur Kesehatan Hewan Nuryani Zainuddin serta Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak Agung Suganda, program minum susu disampaikan secara terbuka, termasuk hitungannya. Kementerian Pertanian menghendaki bahan baku susu segar yang digunakan dalam program minum susu dan makan siang gratis merupakan produksi dalam negeri. Namun, karena suplai saat ini masih kurang, Kementerian Pertanian meminta dukungan industri untuk menambah populasi ternak sapi perah.
Berdasarkan hitungan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, kebutuhan reguler susu nasional mencapai 4,6 juta ton. Jika program minum susu dan makan siang gratis berjalan, kebutuhan susu akan bertambah 4,1 juta ton sehingga total memerlukan 8,7 juta ton susu. Sedangkan dari produksi dalam negeri hanya tersedia 0,9 juta ton sehingga ada kekurangan 7,8 juta ton atau setara dengan 2 juta sapi perah.
Pada tahap awal, ada rencana penambahan sapi perah melalui impor 1,1 juta ekor untuk program minum susu. Pemerintah menyebutkan sejumlah negara yang bisa menjadi sumber impor sapi perah, antara lain dari Australia, Selandia Baru, dan Brasil. Sebanyak 2,15 juta sapi rencananya diimpor dengan asumsi harga per ekor Rp 45 juta. Jumlah itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan program minum susu dan makan siang gratis yang menyasar 82,9 juta siswa pra-sekolah dasar, sekolah dasar, dan sekolah menengah serta ibu hamil. Rencananya, mereka mendapat 200 mililiter susu per orang.
Menyikapi hal itu, Johny Liano mengatakan anggota asosiasinya merupakan pelaku usaha peternakan sapi potong, bukan sapi penghasil susu. "Keduanya sangat berbeda baik manajemen, model bisnis, maupun lainnya," ujarnya. "Kami juga tidak punya cukup pengetahuan di sektor (sapi perah) itu." Dia pun mengaku telah menyampaikan hal itu kepada Kementerian Pertanian. "Pemerintah bisa memahami."
Persoalan lain, Johny menambahkan, adalah bisnis penggemukan sapi bakal menggunakan dana perbankan yang pemakaiannya diawasi ketat oleh pemberi pinjaman. Karena akad kreditnya adalah untuk mendanai usaha penggemukan sapi, kata dia, pengusaha tidak bisa sekonyong-konyong mengalihkan dana tersebut buat membiayai usaha sektor lain. Menurut Johny, bank biasanya baru akan mencairkan dana setelah ada realisasi pengapalan sapi. “Berapa (pembeliannya), baru dibayar sama dia.” Karena itu, sampai saat ini para pengusaha yang tergabung dalam Gapuspindo masih menunggu kejelasan rencana pemerintah ini.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Makmun mengatakan dukungan pihak swasta untuk menambah populasi sapi perah ini bersifat sukarela. “Tidak ada pemaksaan,” tuturnya. Menurut Makmun, pemerintah mendorong semua pihak berpartisipasi dalam upaya meningkatkan produksi dalam negeri sehingga dapat menyejahterakan para peternak dan pelaku industri sekaligus mendorong kemandirian dalam penyediaan susu nasional.
Toh, proyeksi lonjakan angka kebutuhan susu segar untuk memenuhi program minum susu gratis disambut gembira para peternak dalam negeri. Di antaranya para anggota Koperasi Agro Niaga atau KAN Jabung Syariah di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dari sekitar 2.400 anggota KAN Jabung, sebagian besar adalah peternak sapi perah. Mereka menilai program ini sebagai angin segar bagi peternakan sapi rakyat.
KAN Jabung saat ini menggarap peternakan sapi perah berkapasitas 350 ekor dengan sapi laktasi sebanyak 250 ekor. Pengelola KAN Jabung, Eva Marliyanti, berharap bisnis peternakannya berada dalam skala ekonomi yang baik dan menghasilkan keuntungan. Pengurus KAN Jabung berniat merestrukturisasi modal peternakan untuk dimiliki bersama oleh anggota. Selain mengakselerasi pertumbuhan produksi susu segar, model bisnis peternakan ini ia harapkan menjadi contoh bagi para peternak lain.
Eva mengatakan ada sejumlah tantangan yang masih harus dicari jalan keluarnya, antara lain soal kemampuan penyediaan pakan hijauan dan pembibitan. Menurut dia, peternak sapi perah sulit memiliki lahan rumput sendiri karena memerlukan modal yang sangat besar. Karena itu, KAN Jabung berupaya membangun bisnis hijauan rumput pakan ternak sapi perah dengan konsep kemitraan. Dia berharap pemerintah memberi dukungan berupa lahan dan ketersediaan pupuk dalam kemitraan ini.
KAN Jabung juga membuka program kemitraan dengan mengundang investor untuk memiliki peternakan. Konsepnya, Eva menerangkan, seperti skema waralaba toko retail atau manajemen jaringan hotel. Dia mengharapkan bantuan banyak pihak untuk menciptakan bisnis proses baru ini. KAN Jabung menghendaki bisnis peternakan rakyat dilibatkan dalam peta jalan pengembangan produksi susu sapi dalam negeri. “Jangan kami hanya menjadi penonton,” ujarnya.
Di sisi lain, pengusaha juga memerlukan peta jalan, regulasi, dan perencanaan yang gamblang untuk mengembangkan peternakan susu sapi lokal. Sebab, investasi yang diperlukan tidak sedikit. Seorang pengusaha membuka perhitungan bisnisnya. Untuk menambah populasi hingga 3.000 ekor sapi perah, misalnya, diperlukan modal Rp 433 miliar. Investasi itu dibutuhkan untuk membeli sapi seharga Rp 36 juta per ekor, menyediakan lahan 40 hektare, membangun kandang, hingga menyiapkan mesin dan perlengkapan lain. Modal yang besar itu membuat harga susu mahal.
Selain itu, pengusaha tersebut menambahkan, periode pengembalian investasi relatif lama, yaitu lebih dari enam tahun. Investor pun harus siap menghadapi arus kas minus selama tiga tahun pertama. “Bisnis ini tidak bisa main-main,” katanya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah mengatakan masih membuat desain, termasuk skenario rencana pengembangan peternakan sapi perah. “Sistemnya pun sedang kami rancang,” ucapnya. Menurut dia, permintaan dukungan pihak swasta dalam menambah populasi ternak sapi perah disampaikan untuk mendata potensi yang akan tersedia. “Sekali lagi, kami mendata potensi private sector.”
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Dradjad Wibowo, mengatakan program minum susu gratis akan menjadi bagian program makan siang gratis. Sejauh ini, dia mengungkapkan, Tim Kampanye baru membahas program ini secara umum, belum detail, termasuk mengenai mekanisme penganggaran. "Tapi, kalau yang diimpor berupa sapi perah semua, apa nanti siap menghasilkan susu saat dibutuhkan?"
Selain itu, Dradjad menambahkan, pemangku kepentingan perlu memeriksa neraca komoditas dan aturan tertentu, seperti ada-tidaknya status pelarangan dan pembatasan impor sapi perah. Ihwal anggaran, Dradjad menolak apabila kebutuhan dana yang besar untuk program minum susu dan makan siang gratis ditutup dengan menambah utang. Dia menyatakan pemerintah harus tetap menjaga disiplin fiskal, apalagi ekonomi dunia sedang bergejolak. "Program ini perlu bertahap."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Terburu Program Minum Susu".