Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah Nasution, mengingatkan Pertamina untuk mengganti rugi seluruh kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari anjungan YYA-1 di Blok Offshore North West Java (ONWJ).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyatakan dampaknya membunuh tanaman dan biota laut. Selain itu, pasir di pesisir berkurang banyak, sehingga berpotensi menimbulkan abrasi. Pasir itu harus diangkut Pertamina untuk membersihkan minyak yang terbawa arus ke daratan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemerintah harus menghitung juga berapa pasir yang hilang," kata dia, seperti dilansir di Koran Tempo edisi Sabtu 21 September 2019.
Anjungan YYA-1 bocor sejak Juli lalu. Pertamina masih menginvestigasi penyebab kebocoran sumur di anjungan tersebut. Direktur Hulu Pertamina, Dharmawan Samsu, mengatakan masih berfokus pada penutupan sumur untuk menghentikan tumpahan minyak. "Setelah itu kami akan mulai investigasi secara komprehensif," ujarnya.
PT Pertamina (Persero) berencana menyelesaikan pembayaran kompensasi tahap awal bagi masyarakat yang terkena dampak tumpahan minyak. Total dana yang disiapkan perusahaan mencapai Rp 18,45 miliar.
Ketua Tim Penanganan Dampak Eksternal Pertamina Hulu Energi ONWJ, Rifki Efendy, mengatakan pembayaran kompensasi dimulai sejak 11 September lalu. Hingga 19 September, dana kompensasi telah disalurkan kepada 2.401 masyarakat terkena dampak dari total 10.271 orang yang telah terverifikasi.
Setiap orang yang terkena dampak mendapat jatah Rp 900 ribu per bulan. Pertamina menganggarkan dana kompensasi untuk dua bulan sesuai dengan lamanya tumpahan minyak berlangsung.
Sementara itu, untuk ganti rugi seluruh dampak tumpahan minyak, Rifky menyatakan pihaknya masih menunggu hasil penghitungan final dari pemerintah. Salah satu variabel dalam penghitungan itu adalah lamanya tumpahan minyak.
Saat ini tumpahan minyak masih terjadi. Pertamina menargetkan mampu menutup sumber tumpahan paling lama pada awal Oktober mendatang. Perusahaan juga harus mempertimbangkan lokasi terkena dampak lantaran paparan setiap daerah tak sama.
Selain itu, Pertamina masih memverifikasi ulang sejumlah data penduduk terdampak. Tim di lapangan menemukan penggunaan satu nomor induk yang sama untuk beberapa orang. Rifky menyatakan pemerintah daerah juga masih perlu mengeluarkan surat keputusan penetapan masyarakat terkena dampak.
Setelah total kerugian ditetapkan, Pertamina akan kembali menyalurkan kompensasi. "Dana yang sudah diberikan pada tahap awal akan menjadi pengurang total kompensasi yang diberikan," ujar Rifky.