Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Momen

16 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Industri Penerbangan
Air Asia Tutup Dua Rute

MASKAPAI penerbangan PT Indonesia Air Asia (Air Asia) akan menutup dua rute penerbangan, Jakarta-Medan dan Jakarta-Surabaya, mulai 1 Oktober mendatang. Padahal kedua rute ini jalur gemuk untuk pasar penerbangan dalam negeri. Juru bicara Air Asia di Indonesia, Audrey Progastama Petriny, mengatakan, penutupan kedua rute tersebut hanya strategi bisnis perusahaan semata. "Kami tak lagi bermain di rute domestik tapi di rute internasional," katanya di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Selama Juni lalu, kata dia, tingkat keterisian penumpang Air Asia rute Jakarta-Medan mencapai 75 persen, bahkan sepanjang Juli lalu malah naik mencapai 89 persen. Adapun rute Jakarta-Surabaya, pada Juni, menyentuh 71 persen, dan Juli 78 persen.

Namun Air Asia masih mempertahankan rute Medan-Bandung dan Medan-Surabaya. Penerbangan dari Jakarta menuju Medan dan Surabaya juga tak akan terpengaruh selama Agustus dan September. Selanjutnya, Air Asia menjadikan Medan dan Surabaya destinasi internasional. Nantinya Medan akan melayani penerbangan ke beberapa kota di luar negeri, antara lain Kinabalu, Hong Kong, dan Penang. Adapun Surabaya tetap melayani rute ke Kuala Lumpur.

Utang Luar Negeri
Utang Valas Swasta Melonjak

BANK Indonesia mencatat komitmen pinjaman luar negeri kepada swasta nasional selama semester pertama 2010 mencapai US$ 15,7 miliar. Jumlah kucuran pinjaman asing itu meningkat 92,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 8,2 miliar. Komitmen pinjaman asing itu melebihi komitmen sebelum krisis 2008 sebesar US$ 14,8 miliar. "Prospek perekonomian Indonesia yang positif mempengaruhi kepercayaan asing untuk berinvestasi di dalam negeri," kata Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Peningkatan paling tinggi terjadi pada sektor pertambangan, yang melonjak hingga 404 persen. Disusul sektor listrik, gas, dan air bersih yang naik sampai 121,4 persen dibanding periode yang sama 2009. Menurut Difi, kenaikan ini disebabkan meningkatnya permintaan batu bara dari Cina dan India. Pembangunan beberapa proyek pembangkit listrik kian meningkatkan rencana kucuran pinjaman dari lembaga keuangan internasional. Hanya 35 persen kredit yang berasal dari perusahaan induk atau afiliasi. Minat investor pada sektor swasta dalam negeri makin baik meski tak memiliki hubungan kepemilikan.

Mayoritas komitmen diterima dalam bentuk pembiayaan dagang yang meningkat 65 persen dibanding periode sebelumnya. Hampir separuhnya, sekitar 49 persen, kredit perdagangan itu digunakan untuk modal kerja. "Peningkatan ini sejalan dengan naiknya impor nonmigas," kata Difi.

Pelantikan Pejabat
Pejabat Baru Bappenas

MENTERI Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida S. Alisjahbana melantik tiga pejabat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Senin pekan lalu di Jakarta. Pejabat yang dilantik adalah Agus Rahardjo sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Eiko Whismulyadi sebagai sekretaris utama, dan Bima Haria Wibisana sebagai deputi bidang pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia lembaga tersebut.

Menurut Armida, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diharapkan segera menggencarkan sosialisasi Peraturan Presiden 54/2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, yang baru ditandatangani Presiden Yudhoyono pada 6 Agustus lalu. Peraturan presiden yang akan berlaku efektif pada awal 2011 itu membuat banyak ketentuan baru, seperti mempercepat proses pengadaan barang pemerintah pada Januari-Februari. Peraturan baru itu ditargetkan bisa memecahkan rendahnya penyerapan anggaran negara yang sering terjadi selama ini.

Ekspansi
Multipolar Akuisisi Peretail di Hong Kong

PT MULTIPOLAR Tbk., melalui anak usahanya, Mainvest Limited, mengakuisisi 100 persen saham Queenz Limited di Congrex Limited senilai HK$ 345 juta atau US$ 44,4 juta (sekitar Rp 440 miliar). Dengan ekspansi itu, perusahaan milik kelompok usaha Lippo ini memiliki Robbinz Dept Store, Hong Kong. "Penandatanganan perjanjian jual-belinya sudah dilakukan pada 7 Agustus 2010," kata Sekretaris Perusahaan Multipolar Chrysologus R.N. Sinulingga di Jakarta, Senin pekan lalu.

Kerja sama penandatanganan dilakukan antara Mainvest Limited dan Queenz Limited. Mulitpolar bertindak sebagai penjamin pembeli, sedangkan Lippo China Resources Limited bertindak sebagai penjamin penjual. Queenz Limited merupakan pemegang saham Congrex Limited yang memiliki jaringan merek dagang Robbinz Department Store. Adapun Mainvest yang didirikan berdasarkan hukum British Virgin Islands merupakan anak usaha Multipolar.

Chrysologus mengatakan, dengan akuisisi tersebut Multipolar akan memiliki seluruh saham Queenz Limited. "Jika syarat terpenuhi, transaksi rampung selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010," ujar dia.

Pembiayaan Infrastruktur
Lembaga Nonbank Danai Infrastruktur

MENTERI Keuangan Agus Martowardojo meresmikan pendirian lembaga keuangan nonbank PT Indonesia Infrastruktur Finance. Perusahaan itu merupakan patungan pemerintah Indonesia melalui PT Sarana Multi Infrastruktur, Asia Development Bank (ADB), anak perusahaan Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC), dan Badan Investasi dan Pembangunan Jerman (DEG).

Dalam perusahaan ini, pemerintah Indonesia menyetor modal Rp 600 miliar, ADB dan IFC masing-masing Rp 400 miliar, dan DEG Rp 200 miliar. "Ini untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di dalam negeri," kata Agus di Jakarta, Senin pekan lalu. Taswin Zakaria yang ditunjuk sebagai presiden direktur, dan mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto sebagai komisaris utama.

Agus mengatakan pembentukan lembaga nonbank infrastruktur itu sebagai bagian dari implementasi program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II dan sebagai komitmen pemerintah dalam mempercepat pembangunan infrastruktur. "Ini bukan untuk menyaingi perbankan." Taswin mengatakan lembaganya sudah mendapatkan komitmen pinjaman dari Bank Dunia dan ADB Rp 2 triliun.

Sengketa Dagang
WTO Menangkan Selandia

SELANDIA Baru akhirnya menang dalam sengketa panjangnya dengan Australia di forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Panel WTO menerima keberatan yang diajukan Selandia Baru, karena produk apel dari negara itu dilarang masuk ke Australia. Selama 90 tahun, Australia melarang impor apel asal negara tetangganya itu dengan alasan mencegah masuk dan tersebarnya bakteri dan jamur perusak tanaman apel yang disebut fire blight dan european cancer.

Panel Organisasi Perdagangan Bebas Dunia menjelaskan, larangan pemerintah Australia tidak sesuai dengan kesepakatan keamanan produk makanan. Australia juga dinilai tidak melakukan riset ilmiah sesuai dengan standar WTO mengenai pencegahan masuk dan menyebarnya penyakit yang dibawa oleh hewan atau tanaman. "Australia telah melarang impor produk apel Selandia Baru tanpa didukung bukti ilmiah yang kuat," kata Menteri Perdagangan Selandia Baru Tim Groses, seperti dilansir YahooNews.com, Selasa pekan lalu. Australia akan segera banding.

Divestasi Lanjutan
Saham BNI Dijual Lagi

PEMERINTAH menjual saham tambahan Bank BNI 3,1 persen kepada publik dengan harga Rp 2.900 per lembar. Saham tambahan BNI itu merupakan bagian dari greenshoe option pemerintah ketika Kementerian Badan Usaha Milik Negara melakukan penawaran kedua 10,86 persen saham BNI pada Agustus 2007. Dengan opsi greenshoe, penjamin emisi saham BNI bisa mengurangi volatilitas (gejolak) harga saham setelah pencatatan di bursa. "Pelaksanaan penjualan saham BNI mulai Kamis," kata Direktur Utama PT Bahana Securities, Eko Yuliantoro, kepada wartawan di Kementerian BUMN di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Bahana adalah penasihat investasi penjualan kedua saham BNI tersebut. Penasihat investasi lainnya yakni Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Macquaries. Pemerintah Indonesia memiliki saham BNI opsi greenshoe 473,84 juta lembar saham atau sekitar 3,1 persen. Dengan harga Rp 2.900, pemerintah akan mendapat dana segar Rp 1,37 triliun. "Itu dana minimum, karena bisa saja harga naik saat perdagangan ditutup di sesi kedua," ujar Eko. Selanjutnya hasil penjualan saham bank pelat merah itu akan masuk kas pemerintah sebagai dana hasil privatisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus