Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah memastikan bahwa kepemilikan set digital seperti Non Fungible Token atau NFT dan mata uang kripto wajib tercantum dalam surat pemberitahuan atau SPT Tahunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Non Fungible Token atau NFT adalah aset digital sebagai bukti kepemilikan barang yang dapat dibeli dengan mata uang kripto. NFT dapat meliputi beragam media, mulai dari karya seni, klip video, musik, dan sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Soal kewajiban ini, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai hal tersebut menjadi bentuk itikad baik wajib pajak sekaligus upaya membuka potensi penerimaan negara dari aset digital yang semakin berkembang.
Wahyu menjelaskan, bahwa saat ini memang belum terdapat regulasi khusus yang mengatur aset digital, seperti NFT dan kripto (cryptocurrency). Meski begitu, aset yang semakin banyak dimiliki dan diperdagangkan itu tak main-main nilainya dan bisa menjadi cerminan kemampuan ekonomi seseorang.
"Mengingat nilainya yang terus meningkat, maka NFT bisa dikatakan sebagai aset berharga yang memiliki nilai tinggi. Sehingga, keberadaannya sangat berkorelasi dengan kemampuan ekonomis pemiliknya," kata Wahyu, Kamis, 6 Januari 2022.
Oleh karena itu, menurut dia, imbauan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar wajib pajak melaporkan aset digital, seperti NFT dan kripto merupakan hal yang masuk akal.
Selama ini, kata Wahyu, terdapat potensi pajak yang tersembunyi dari aset digital, padahal pemiliknya menikmati keuntungan ekonomis baik melalui kenaikan nilai maupun perdagangannya.
Ditjen Pajak juga selama ini dinilai sangat sulit untuk menjangkau transaksi yang dilakukan secara digital seperti cryptocurrency dan NFT. "Oleh karena itu, memang sebaiknya kepemilikan NFT atau aset digital lainnya dilaporkan di dalam SPT, karena setiap aset yang dimiliki wajib pajak merupakan representasi dari penghasilan yang dia terima," tutur Wahyu.
Yang juga penting, menurut dia, pengungkapan aset digital juga sebagai bentuk itikad baik dari wajib pajak. Hal tersebut menurutnya dapat menunjukkan bahwa tidak ada motif buruk atas kepemilikan NFT dan kripto oleh wajib pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor sebelumnya menjelaskan bahwa wajib pajak harus mencantumkan seluruh asetnya dalam SPT Tahunan sebagai bentuk kepatuhan perpajakan. Hal tersebut tak terkecuali bagi aset digital NFT dan aset kripto.
Dia menyebutkan bahwa memang belum terdapat aturan spesifik mengenai aset digital seperti NFT. Namun, Neil menegaskan bahwa NFT harus masuk dalam pelaporan wajib pajak di SPT Tahunan dengan nilai pasar pada penghujung tahun.
"NFT dapat dilaporkan di SPT Tahunan pada nilai pasar tanggal 31 Desember," ujar Neil, Rabu, 6 Januari 2022.
Perkembangan pesat NFT di negara juga terjadi di Indonesia lalu menjadi objek investasi maupun jual beli. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), kata Neil. terdapat pengenaan PPh untuk setiap tambahan kemampuan ekonomis, termasuk transaksi NFT. "Untuk transaksi NFT yang menambah kemampuan ekonomis maka dikenakan PPh," ucapnya.
BISNIS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.