Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim bursa karbon Indonesia merupakan yang terbaik di Asia. Direktur Pengawasan Bursa Karbon OJK Aldy Erfanda mengatakan bursa karbon Indonesia pun yang terbesar di tingkat ASEAN dengan volume transaksi yang besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemerintah pusat dan kementerian terkait sepakat bahwa peluncuran bursa karbon harus disegerakan, sebab isu perubahan iklim sangat mengemuka dan mendesak dicarikan solusi efektifnya,” ujar Direktur Pengawasan Bursa Karbon OJK Aldy Erfanda dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 2 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia telah memulai perdagangan kredit karbon perdananya pada 26 September 2023. Peluncuran bursa karbon Indonesia bertujuan untuk menciptakan pasar dalam mendanai pengurangan emisi gas rumah kaca dan menjadi peserta utama dalam perdagangan karbon global.
Berdasarkan penetapan OJK, penyelenggara perdagangan ini adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Izin usaha Penyelenggara Bursa Karbon telah diberikan kepada BEI oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Keputusan nomor KEP-77/D.04/2023 pada 18 September 2023 lalu.
Aldy mengatakan, perdagangan karbon melalui bursa karbon menjadi proyek strategis nasional atau PSN. Konsep perdagangan karbon Indonesia, tuturnya, mengadopsi sistem perdagangan karbon yang paling kompleks di dunia. Sebab, Indonesia memilih proses Cap-Trade-Tax. Dengan skema ini, ditetapkan cap atau allowance kemudian dilakukan perdagangan karbon dan penerapan pajak karbon.
Menurut dia, skema bursa karbon di negara lain lebih sederhana. Aldy menuturkan di beberapa negara tetangga tidak ada penetapan batas atas dan fasilitas perdagangannya. Ada juga negara lain yang menerapkan yang ada batas atas dan perdagangannya, tetapi tidak ada pajaknya.
“Nah, itu yang perlu kita banggakan dengan sistem yang kita pilih, meski sangat kompleks,” kata Aldy.
Aldy juga mengklaim Indonesia menjadi negara yang sangat dipandang secara internasional dalam perdagangan karbon melalui bursa karbon. Terlebih, kata dia, Indonesia sangat spesifik untuk mencapai target nationally determined contribution (NDC).
Kendati telah menetapkan skema dan pasar bursa karbon, pelaksanaannya masih sukarela. Belum ada kewajiban bagi entitas untuk membeli unit karbon karena pajak karbon sebagai instrumen pemaksa belum diterapkan oleh pemerintah. Itu sebabnya baru ada dua proyek yang terdaftar di Bursa Karbon, yaitu Proyek Lahendong Unit 5 & Unit 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk dan Pembangunan Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang.
Per Januari 2024, hanya ada 48 partisipan perdagangan karbon. Volume karbon yang diperdagangkan sebanyak 7.656 ton secara karbondioksida (tCO2e) senilai Rp 453 juta.
Adapun per 16 Februari 2024, OJK mencatat akumulai nilai transaksi di bursa karbon mencapai Rp 31,36 miliar sejak diluncurkan pada 26 September 2023. Tercatat 48 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 501.910 tCO2e.
RIANI SANUSI PUTRI