Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pak piet: "saya percaya cara yang ..."

Turunnya investasi baru dibidang minyak di indonesia bukan disebabkan oleh kebijaksanaan pemerintah tentang perusahaan minyak bagi hasil. perubahan juga tidak akan terjadi setiap saat. (eb)

5 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Pertamina di Jl. Perwira 6 Jakarta itu tak lagi terasa angker. Para petugas piket bertopi helm dengan seragam biru, kini lebih banyak melempar senyum pada setiap tamu yang datang. Di muka pintu ruangan direktur utama juga tak lagi dijaga petugas. Memasuki ruangan kerja Piet Haryono - yang tadinya juga ditempati Dr. Ibnu Sutowo -- terasa suasana yang amat berbeda. Tak lagi ada meubiler jati dengan ukiran indah. Di sekeliling dinding yang tampak gundul itu sekarang hanya ada satu lukisan: gambar Presiden Soeharto dengan seragam kebesaran militer. Di sebuah sudut, di atas sebuah rak buku, tampak sebuah foto ukuran salon ketika Piet Haryono dilantik Presiden. Kamar kerjanya pun tak lagi sejuk. "Saya sengaja mematikannya", katanya. Piet (57 tahun), yang tak tahan dengan dengung AC itu, juga tak menyukai golf. "Saya tak melihat kebutuhan bagi seorang eksekutif untuk main golf", katanya. "Kalau mau bicara urusan Pertamina, datang saja ke kantor". Kepada wartawan TEMPO Fikri Jufri pekan lalu, Dirut Pertamina itu juga mengatakan lebih betah tinggal di rumah. Ia memang jarang tampak di pesta. Rumahnya di Jl Musi itu sering dimasuki air kalau turun hujan keras. Pernah ia tiba di kantor dengan celana yang basah kuyup setinggi dengkul ketika Jakarta dilanda banjir baru-baru ini. Mengapa tidak pindah saja? "Rumah ini sudah milik sendiri dan telah lama kami tinggali", katanya. Dia memang tak memberi kesan sebagai "raja minyak". Ia administrator yang tekun. Tak heran kalau di kalangan minyak asing Piet Haryono dipandang sebagai orang yang agak kaku. Seperti kata Piet sendiri: "Ada yang bilang saya tak suka bergaul. Tapi saya ini memang lebih merupakan bapak keluarga". Bekerja dengan anggaran AS$ 2,9 milyar (Rp 1,2 trilyun) - yang berarti 28% dari seluruh jumlah anggaran 1977/1978 yang Rp 4,2 trilyun - bagian terbesar dari anggaran itu akan disalurkan untuk urusan perbekalan dalam negeri (PDN) dan eksplorasi. Sedang untuk anak-anak perusahaan, menurut Piet Haryono, "tak lagi diberi apapun sejak saya di Pertamina". Sampai sekarang ada enam anak perusahaan -- semuanya berbentuk PT yang resminya diakui Pertamina: Elektronika Nusantara (El Nusa), Pelita Air Service, Pertamina Tongkang, Patra Jasa, Pertamina International Processing yang mengelola pengepakan pupuk dan Palembang Rice Estate. Mengingat kedudukannya sebagai PT, sejak perubahan pimpinan dalam Pertamina, anak-anak perusahaan itu tak lagi memperoleh subsidi dari induknya. Sama halnya dengan anak-anak perusahaan, menurut Piet Haryono, Pertamina belum memiliki struktur modal yang jelas. "Ini menyulitkan posisi Pertamina untuk membayar kembali hutang-hutangnya", katanya. Dia berharap di awal Pelita III nanti Pertamina sudah mampu bekerja dengan struktur modal yang jelas dan anggaran yang ketat. Harapan itu cukup berdasar. Dirut Pertamina yang dikenal keahliannya dalam tertib administrasi, tampak menguasai bidangnya yang baru. Dia juga merupakan seorang negosiator (perunding) yang cukup tangguh, sebagai terkesan dalam wawancara dengan TEMPO pekan lalu. Beberapa petikan: Tanya: Para kontraktor minyak asing kelihatannya merasa terpukul dengan adanya ketentuan bagi hasil yang baru. Mereka beranggapan investasi dalam sektor ini akan menurun di Indonesia. Apa betul demikian? Jawab: Memang, persoalan yang sekarang diramaikan itu adalah turunnya investasi, karena pembagian (split) 85: 15 untuk pemerintah. Tapi soal turunnya investasi baru di bidang minyak itu sesungguhnya bukan karena ketentuan pemerintah yang baru saja. Soal resesi yang belum selesai dan kebijaksanaan Internal Revenue Service (berupa pajak di AS, yang dikenakan pada perusahaan minyak 'bagi hasil' di luar AS - Red.), yang sedianya mau dihapuskan, ternyata diundurkan. Nah, masih berlakunya pajak IRS itulah yang rupanya masih menggantung di kepala para kontraktor asing. Sedang soal pembagian yang 85: 15 itu sudah mereka ketahui sejak akhir bulan Juli tahun lalu. Jadi mereka kelihatannya masih ingin "tunggu dan lihat". T: Beberapa pengusaha minyak asing beranggapan kini tak ada kepastian kerja di Indonesia. Sebagai contoh mereka kemukakan pengurangan keuntungan Caltex yang satu dollar dan perubahan pembagian yang teriadi dalam setahun. Kini mereka menginginkan adanya jaminan bahwa kontrak yang sudah disetujui bersama itu tak akan diubah-ubah lagi. Apa bisa? J: Pengurangan keuntungan terhadap Caltex dan kontrak karya lainnya itu terjadi setelah sekian lama mereka berusaha di sini. Juga ketentuan bagi hasil yang baru itu dilakukan setelah mereka berusaha sejak 1969 di sini. Lagi pula sistim yang lama itu lain sekali dari tempat-tempat yang lain. Di manapun tak ada ketentuan yang membolehkan mereka memotong 40O dari hasilnya sebelum dilakukan pembagian. Maka yang dilakukan pemerintah itu sebenarnya adalah mengembalikan sistim kerja, sesuai dengan persyaratan yang semestinya. Tentang jaminan kepastian kerja, saya sendiri tak bisa memberikan garansi. Kita memang memerlukan mereka. Dan saya yakin pemerintah tak begitu gampang untuk melakukan perubahan setiap kali. T: Pertarnina sudah memberikan perangsang baru. Kepada siapa saja perangsang itu ditujukan? J: Kepada setiap perusahaan bagi hasil yang mendapat minyak baru dalam tahun ini dan seterusnya. Baik itu di daratan maupun di lepas pantai. T: Apakah perangsang itu berlaku bagi mereka yang sudah menemukan minyak? J: Bagi mereka yang sudah berproduksi, tapi menemukan lapangan baru di daerahnya, mereka juga mendapat perangsang. Bahkan juga bagi mereka yang mengalami penurunan produksi yang terus-menerus, kita beri kesempatan untuk mengadakan secondary recovery. Artinya, kalau sebuah perusahaan itu mulanya berproduksi 100 ribu barrel sehari, tapi terus-menerus turun produksinya, hingga katakanlah 30 ribu barrel sehari, akan kita bantu untuk melakukan pencarian lagi di lapangan yang sama. Dan perangsang itu kita tentukan batasnya, misalnya sampai 50 ribu barrel sehari. Nah, selisih yang 20 ribu barrel itulah yang mendapat perangsang. T: Bagaimana kalau mereka tak mau, karena tak merasa cukup dirangsang? J: Perangsang ini 'kan kita tawarkan pada mereka. Jadi terserah mereka. Kalau tak mau, ya tak mengapa. Toh mereka sudah teken pembagian yang 85:15. T: Kabarnya ada beberapa yang masih belum meneken? J: Memang ada yang belum teken, dan terhadap mereka itu kita teruskan agar menandatangani perjanjian yang baru. T: Kabamya sudah ada perusahaan yang keluar? J: Sebenarnya tak ada sampai sekarang. International Oil, punya Australia di lepas pantai Timor barusan menyatakan berhenti karena tak lagi menaruh harapan. Perusahaan Amin Oil, yang belum menghasilkan minyak, memang sudah keluar. Tapi sudah digantikan dengan perusahaan Sumatra Pex, rekannya. T: Sekarang tentang 'dalam negeri' Pertamina. Beberapa pejabat teras sudah diganti. Apakah penggantian itu disebabkan karena bapak mengalami kesulitan untuk bekerja sama dengan mereka? J Penggantian dalam Pertamina itu menyangkut sistimatika kerja saja. Sistim kerja saya berbeda dengan direktur utama yang lama. Karena itu, mereka yang tak bisa mengikuti sistim kerja saya, terpaksa saya ganti. Policy saya adalah agar perhatian utama itu ditujukan pada bidang usaha minyak. Sedang dulu, kegiatan itu terpecah-pecah, Sistim captive market (kurang-lebih: memanfaatkan pasar yang ada, dalam hal ini yang sudah dimiliki perusahaan lain Red.), tak saya setujui. Karena hal itu akan menghilangkan daya bersaing. Kritik terhadap orde lama dulu, adalah karena pemerintah mau mengambil oper terlalu banyak hal yang dapat dikerjakan oleh masyarakat sendiri. T: Bagaimana dengan anak-anak perusahaan Pertamina yang tak langsung ada hubungannya dengan minyak? J: Proses penelitian anak-anak perusahaan itu masih berjalan. Kita belum mengetahui mana yang merupakan assets (kekayaan) Pertamina, mana Yang assets fihak lain. T: Seluruh karyawan Pertamina sekarang apa masih berjumlah 40 ribu orang? J: Masih, termasuk anak-anak perusaltaan. Memang saya bermaksud mengurangi, tapi tak bisa begitu saja. Mereka perlu diberi pesangon. Tapi mampukah Pertamina sekarang ini memberikan pesangon yang begitu banyak? Ini harus diperhitungkan secara teliti. T: Pak Piet tampaknya amat berhati-hati. Apakah dalam suasana Pertamina yang seperti sekarang, tak dirasakan perlu suatu tindakan operasi, meskipun sakit? J: Mungkin tindakan-tindakan saya ini dirasakan terlalu lamban. Tapi tak selalu tindakan yang keras itu akan memberikan hasil sesuai dengan yang dikehendaki. Dan saya percaya cara yang pelan ini akan memberikan hasil yang berarti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus