Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat dibingungkan munculnya kabar pembayaran dengan uang elektronik (e-money), dompet digital (e-wallet) dan QRIS bakal dikenakan pungutan pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen awal tahun depan.
Benarkah? "Tidak ada PPN untuk transaksi QRIS, sama seperti transaksi kartu debit lainnya," kata Airlangga di Kota Tangerang, Banten, Minggu, 22 Desember 2024.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, mengatakan administrator dompet digital dan uang elektronik yang akan menanggung PPN seperti sudah terjadi selama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jasa transaksi elektronik ada namanya biaya admin, inilah yang dikenakan 11 persen (PPN) selama ini,” ujar Dwi di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Senin 23 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tarif PPN dibebankan kepada penyelenggara jasa dompet digital. Menurut dia, kenaikan tarif biaya diatur penyelenggara jasa layanan. Yang menjadi dasar pengenaan pajak uang elektronik dan dompet digital bukan nilai pengisian uang, jumlah top up, saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli.
Dwi memberikan ilustrasi seseorang yang mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp1.000.000. Biaya top up misal Rp 1.500, maka PPN-nya 11 persen di kali Rp 1.500 hasilnya Rp 165, biaya admin jadi Rp 1.665. Dengan kenaikan PPN jadi 12 persen tahun depan, maka hitungannya 12 persen kali Rp 1.500 yakni Rp180 atau biaya admin menjadi Rp 1.680. Kenaikannya berdasarkan hitungan DJP hanya Rp 15.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengatakan meski dibebankan pada penyedia layanan, kenaikan tarif PPN akan masuk dalam hitungan komponen harga. “Yang akhirnya juga harus dibayar konsumen,” ujarnya, Senin, 23 Desember 2024.
PPN 12 Persen Dikenakan pada Barang dan Jasa
PPN sebesar 12 persen tersebut hanya akan dikenakan atas nilai barang dan jasa, bukan atas sistem transaksi itu sendiri. Tarif PPN sebesar 12 persen ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025, katanya.
Menko Airlangga mengatakan, orang pribadi yang menggunakan QRIS untuk bertransaksi di Indonesia maupun di negara lain yang telah mengadopsi sistem pembayaran virtual ini tidak akan dikenakan PPN sebesar 12 persen.
Seperti diketahui, QRIS sudah banyak diterapkan di berbagai negara Asia, seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
"Kalaupun bertransaksi di negara Asia lainnya dengan QRIS, tidak akan dikenakan PPN. Ini menegaskan bahwa sistem pembayaran itu sendiri tidak dikenakan PPN, karena PPN dikenakan atas barang dan jasa," kata Airlangga.
Prinsip yang sama berlaku untuk penggunaan e-toll.
Lebih lanjut, Airlangga menegaskan bahwa PPN juga tidak akan dikenakan atas barang kebutuhan pokok.
Ia menyatakan, barang kebutuhan pokok seperti tepung terigu, minyak goreng Minyakita, dan gula industri tetap dikecualikan dari kenaikan PPN.
Tarif PPN sebesar 12 persen juga tidak akan dikenakan atas biaya jalan tol, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan, kecuali barang dan jasa tertentu.
Jenis barang dan jasa tertentu yang akan dikenakan PPN sebesar 12 persen akan ditetapkan kemudian.
Dwi Astuti menjelaskan pengenaan PPN atas layanan uang elektronik sudah berlaku sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN.
UU PPN kemudian disempurnakan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Ketentuan Perpajakan (HPP).
Berdasarkan UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk dalam daftar layanan yang dikecualikan dari PPN. Artinya, ketika tarif PPN naik menjadi 12 persen, maka tarif yang lebih tinggi juga akan berlaku untuk transaksi uang elektronik.
Ketentuan lebih rinci mengenai pengenaan PPN atas transaksi uang elektronik atau layanan tekfin secara umum diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.
Layanan yang dikenakan PPN antara lain uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gateway pembayaran, layanan switching, layanan kliring, layanan penyelesaian akhir, dan layanan transfer dana.
PPN dikenakan atas biaya layanan atau komisi yang dibebankan oleh penyedia layanan. Biaya tersebut meliputi biaya pendaftaran, biaya isi ulang saldo, biaya pembayaran transaksi, biaya transfer dana, dan biaya tarik tunai uang elektronik.
Prinsip yang sama berlaku untuk layanan dompet elektronik, meliputi biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN juga dikenakan atas biaya merchant discount rate (MDR).
Namun, perlu dicatat bahwa nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, poin bonus, poin reward, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.
Misalnya, ketika pengguna mengisi saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, biaya administrasi tersebut dikenakan PPN. Jika biaya administrasi top-up sebesar Rp1.000 dan tarif PPN saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang terutang adalah Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110.
Jika tarif PPN kemudian naik menjadi 12 persen, maka PPN yang terutang akan naik menjadi Rp120, sehingga total biaya menjadi Rp1.120.
Sebaliknya, jika pengguna hanya mentransfer dana atau menggunakan saldo yang ada tanpa dikenakan biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.
Ilona Estherina dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: PT KAI Perbaiki 17 Titik Rel Kereta Api untuk Uji Coba Direct Train