Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim sebagai pembuat pagar laut di pesisir Tangerang.
Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang memastikan JRP tidak ada dalam catatan sebagai organisasi nelayan tradisional.
Ombudsman menegaskan laut sebagai wilayah publik yang tidak boleh dipagari.
DI tengah proses investigasi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mencari pembuat pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten, belakangan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim sebagai pembuat pagar bambu tersebut. JRP, yang mengaku sebagai organisasi nelayan, menyebutkan pagar laut yang dibangun secara swadaya itu merupakan tanggul untuk memitigasi bencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator JRP Sandi Martapraja mengatakan tanggul laut dengan struktur fisik sederhana itu punya sejumlah fungsi penting. Pertama, mencegah abrasi karena bisa melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang mengikis pantai dan merusak infrastruktur di wilayah pantai. Kedua, memitigasi ancaman tsunami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan hanya itu, kata Sandi, pagar laut dari bambu setinggi 6 meter tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk menggenjot perekonomian masyarakat. "Tambak ikan di dekat tanggul dapat dikelola untuk menjaga keseimbangan ekosistem," ujarnya, Jumat, 10 Januari 2025. Namun ia enggan menjawab berapa dana yang dihabiskan untuk memagari laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut.
Sementara itu, Tarsin, salah satu anggota JRP, menyebutkan kelompok yang beranggotakan puluhan nelayan, mahasiswa, dan para pemuda ini siap mempertahankan pagar laut itu karena sudah membantu kehidupan perekonomian nelayan. "Nelayan berinisiatif memasang bambu yang ternyata bermanfaat memecah ombak. Akhirnya nelayan lain mengikutinya. Ini bukan rencana sepihak," katanya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang Jainudin mengaku baru mendengar nama JRP. Berdasarkan catatannya, ia memastikan saat ini ada 4.000 nelayan tradisional di Kabupaten Tangerang dan terwadahi dalam tiga organisasi nelayan, yakni Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, dan Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama. "Di luar itu, kami tidak tahu," tuturnya.
Melalui tiga organisasi itu pula, kata Jainudin, para nelayan tersebut diberi bantuan antara lain berupa subsidi solar, perahu nelayan, ataupun kebutuhan untuk melaut.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, enggan menanggapi lebih jauh pengakuan JRP yang memagari laut untuk mencegah abrasi dan tsunami. "Silakan kalau berpendapat begitu, tapi Ombudsman melihatnya sederhana saja. Laut itu wilayah umum, tidak boleh dipagari," katanya ketika dihubungi. "Kalau untuk memecahkan masalah lingkungan, metodenya tidak seperti itu."
Ramainya pembahasan pagar laut itu belakangan juga memunculkan dugaan bahwa pembangunannya terkait dengan proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Namun pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, membantah tudingan bahwa perusahaan yang membuat pagar laut itu.
"Soal pagar laut itu, kami sudah membantah. Bukan kami yang memasang dan sudah ada yang mengaku. Nelayan sendiri yang membuat pagar itu atas hasil swadaya mereka. Fungsinya untuk menahan abrasi dan mencari pendapatan lebih sebagai alat penangkap ikan," ujar kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, ketika dihubungi Tempo, Ahad, 12 Januari 2025.
Muannas menambahkan, Agung Sedayu tidak berkepentingan dalam pembuatan pagar laut itu karena daerah tersebut tidak masuk wilayah yang dikelola perusahaan. "Untuk wilayah laut, kami enggak ada kepentingan. Sebab, pagar itu berlokasi di luar wilayah PIK (di daratan) ataupun PSN," ucapnya. ●
Ayu Cipta di Tangerang dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo