Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK pekan lalu Sekjen Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Luluk Sumiarso, seperti terserang sakit gigi. Biasanya blak-blakan, Luluk berubah jadi pendiam. Pejabat lainnya juga ikut-ikutan. Setiap Tempo menanyakan perkembangan dugaan penggelembungan dana proyek audit energi 2003, kontan mereka menyanyikan lagu "no comment".
Sebermula adalah surat Direktur Pidana Korupsi & White Collar Crime Mabes Polri, Brigjen Drs. Indarto, S.H., tertanggal 23 September. Dari surat yang salinannya diterima Tempo, Mabes Polri meminta klarifikasi Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi atas dugaan penggelembungan dana proyek audit energi yang berasal dari anggaran biaya tambahan (ABT) 2003 direktorat jenderalnya.
Kasus ini mengemuka ke ranah publik justru pada saat kepemimpinan Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro tinggal hitungan hari. Proyek audit energi adalah audit daya 10 pembangkit listrik di Jawa dan Bali. Audit dilakukan pada Oktober-Desember 2003 dengan menunjuk PT Surveyor Indonesia dan Koneba selaku auditornya.
Kecurigaan muncul: biayanya Rp 14 miliar. Padahal audit serupa oleh PT PLN (persero) hanya menghabiskan dana Rp 3,7 miliar. Semula audit akan dilakukan terhadap semua pembangkit di Indonesia, dengan anggaran Rp 50 miliar. Untunglah, Komisi Energi DPR tak mengabulkan.
Ketika proyek itu berjalan, Luluk menjabat Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi. Artinya, persetujuan proyek itu, berikut pendanaannya, atas setahu dia. "Saya tidak mau bicara, tanya saja ke Biro Humas," kata Luluk, ketika Tempo bertanya. Namun Kepala Biro Humas dan Hukum, Sutisna Prawira, juga memasang jurus diam.
Ia hanya mengatakan, tak ada klarifikasi. Mengutip somasinya kepada Koran Tempo (12 Oktober 2004) yang menyoroti kasus ini, ia mengatakan pemberitaan Koran Tempo berkaitan dengan dugaan korupsi di Departemen Energi tidak seluruhnya benar. Pihak internal departemen ini masih mendalaminya. "Sesuai dengan asas praduga tak bersalah, dan saat ini polisi meminta klarifikasi, sekarang kita tunggu hasil kepolisian," katanya.
Direktur Pidana Korupsi, Brigjen Drs. Indarto, menjelaskan pihaknya hingga kini memang belum memanggil pejabat terkait di Departemen Energi. Saat ini pihaknya masih dalam tahap pencarian bukti awal, yang cukup menjadikannya kasus pidana. "Kami kan mendapat info yang harus diuji kebenarannya," kata Indarto kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Menurut Indarto, tidak ada standar waktu dalam tahap penyelidikan suatu perkara korupsi. Jika hasil penyelidikan membuktikan adanya masalah pidana, baru Mabes Polri menindaklanjuti ke tahap penyidikan. "Kami masih meneliti dokumennya. Kalau cukup bukti ada korupsi, baru pejabatnya dipanggil," katanya.
Sebenarnya Inspektorat Jenderal Departemen Energi sendiri sudah menemukan kejanggalan dalam proyek audit energi itu sejak Juli lalu. Irjen, yang memang biasa melakukan audit rutin di lingkungan departemen, menemukan selisih harga di proyek ini. Beberapa pejabat yang terkait sudah dikenai sanksi. Sumber Tempo menjelaskan, sedikitnya tiga orang, termasuk pemimpin proyek, sudah dikenai sanksi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertarik atas kasus ini. Komisi bahkan turut mengawasi penanganan kasus oleh Mabes Polri. Menurut Wakil Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas, Komisi tidak secara langsung ikut menyelidiki, karena kepolisian masih melakukan penyelidikan. "KPK hanya ikut melakukan supervisi," katanya.
PT Surveyor Indonesia, sebagai salah satu auditor proyek, juga mengakui sedang melakukan penyelidikan internal di lingkungannya. Kegiatan itu bahkan sudah dilakukan sejak dua bulan lalu, justru atas permintaan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi. Menurut sekretaris perusahaan Surveyor, Budi Negoro, pemeriksaan itu mencakup internal perusahaan, seperti proses pelaksanaan proyek dan para individu yang terlibat. "Tak tertutup kemungkinan akan ada mekanisme sanksi, bila terbukti individu dalam proyek itu melakukan penyimpangan," katanya. Menteri Purnomo Yusgiantoro malah lebih tegas lagi, "kalau benar ada korupsi ya harus diusut dan diserahkan ke polisi," katanya.
Syakur Usman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo