Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK sia-sia inspeksi mendadak Menteri Pertanian, Bungaran Saragih, ke hipermarket Carrefour Lebak Bulus menjelang Ramadan kemarin. Di satu ruas pusat perbelanjaan itu, Bungaran terpana melihat tumpukan karung beras bertuliskan ?Beras Herbal Ponni Taj Mahal? produksi perusahaan asal India, Peninsula Food Product Sembarambakka. ?Ini kok ada beras impor,? katanya, ?Padahal, sejak Januari, pemerintah sudah sepakat melarang impor beras sampai akhir tahun ini.?
Larangan impor beras itu disepakati setelah Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini M.S Soewandi, pada 10 Januari mengeluarkan Surat Keputusan No. 9/MPP/Kep/I/2004 tentang Ketentuan Impor Beras. Namun, anehnya, Rini mengaku telah mengeluarkan izin impor beras India itu kepada CV Quality Sehat Indonesia (Quasindo), satu-satunya importir beras India itu. Rini beralasan, ini beras kesehatan untuk konsumsi penderita penyakit diabetes.
Lagi pula, izin impor itu keluar setelah mendapat rekomendasi dari Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Menurut Direktur Impor Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Aang Kanaan, pengecualian impor beras kesehatan memang diatur dalam keputusan menteri itu, asal ada rekomendasi. Untuk itu, Rini sudah mengeluarkan tiga surat izin impor kepada Quasindo, masing-masing untuk 80 ton (25 Februari 2004), 120 ton (31 Juli 2004), dan 240 ton (11 Oktober 2004).
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Sudar S.A, juga menjelaskan setiap surat izin itu dilampiri rekomendasi dari dua departemen itu dan Badan POM. ?Barangkali Pak Bungaran belum dilapori stafnya soal rekomendasi beras impor itu,? kata Sudar. Namun, menurut Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian, Delima H. Azahari, pihaknya tidak pernah memberi rekomendasi untuk izin impor 25 Februari dan 31 Juli. ?Kami hanya memberi rekomendasi untuk izin impor beras 11 Oktober,? kata Delima.
Rekomendasi itu, kata dia, keluar pada 30 September atas permintaan Quasindo setelah dibahas bersama Kelompok Kerja Importasi Beras, di bawah Dewan Ketahanan Pangan. Karena itu, 80 ton dan 120 ton beras Taj Mahal yang diimpor Quasindo adalah beras ilegal karena tidak mendapat rekomendasi Departemen Pertanian. Beras inilah yang diyakini beredar di pasar seperti Carrefour ketika berlangsung inspeksi oleh Bungaran pada 11 Oktober. ?Kalau beras yang diizinkan masuk pada 11 Oktober, tidak mungkin sudah beredar di pasar karena izinnya bertepatan dengan inspeksi itu,? kata Delima, ?Paling tidak butuh waktu tiga hari untuk memasukkan beras itu ke Indonesia.?
Kepala Badan POM, Sampurno, juga mengatakan pihaknya tidak pernah dan memang tidak berwenang memberi rekomendasi kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk mendatangkan beras itu. ?Kami hanya memberi pengakuan atas permintaan sejumlah rumah sakit bahwa beras Taj Mahal itu dibutuhkan penderita diabetes,? ujarnya, ?Pengakuan itu kami keluarkan sejak 2003. Soalnya, beras ini mengandung indeks glikemik rendah, maksudnya kandungan kalori dan karbohidratnya rendah.?
Carrefour Lebak Bulus ternyata telah menarik beras yang dijual Rp 88.940 per 5 kilogram dan Rp 104.350 per 20 kilogram itu. Menurut seorang staf Carrefour, beras kesehatan itu sudah ditarik sejak Rabu malam lalu akibat ramai diberitakan bermasalah. Tempo tak berhasil menemui pimpinan CV Quasindo, yang berkantor di Jalan Merak 25, Semarang. Seorang karyawan Quasindo, Ambar, menjelaskan kantornya memasok beras Taj Mahal untuk beberapa supermarket dan apotek di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sebanyak dua ton per bulan.
Di papan tulis kantor itu juga tertera sejumlah nama supermarket yang disuplai beras untuk penderita diabetes itu, seperti Hero dan Gelael. Quasindo juga memiliki cabang atau distributor, antara lain di Jakarta, Bandung, Surabaya, Cirebon, Malang, Makassar, Aceh, Medan, Bali, Lampung, Palembang, Samarinda, Balikpapan, dan Pontianak. Menurut Ambar, usaha beras ini sudah berlangsung sekitar dua tahun.
Taufik Kamil, Dian Yuliastuti (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo