Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perencanaan Belanja yang Buruk Biang Inefisiensi Anggaran

Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta penghematan anggaran 16 pos belanja. Mengapa anggaran belanja negara kerap boros?

31 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan 2025 di Hotel Sultan, Jakarta, 14 Januari 2025. ANTARA/Muhammad Ramdan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kementerian dan lembaga menghemat anggaran 16 pos belanja.

  • Perencanaan belanja yang buruk menjadi penyebab utama inefisiensi anggaran.

  • Pemerintah diminta menggunakan pendekatan berbasis kinerja dalam menyusun anggaran.

PRESIDEN Prabowo Subianto menginstruksikan kementerian dan lembaga menghemat anggaran tahun 2025. Penghematan anggaran tersebut ditargetkan mencapai Rp 306,6 triliun. 

Perintah Prabowo tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025, yang terbit pada 22 Januari 2025. Dua hari kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan surat yang meminta kementerian dan lembaga mengefisiensi anggaran 16 pos belanja hingga Rp 256,1 triliun.

Dari 16 pos belanja itu, di antaranya alat tulis kantor dan kegiatan seremonial yang masing-masing dipangkas sebesar 90 persen serta 56,9 persen. "Kementerian dan lembaga diminta Presiden tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa lebih diefisienkan," ujar Sri Mulyani dalam BRI Microfinance Outlook 2025 di Tangerang, Banten, Kamis, 30 Januari 2025.

Ia berujar tujuan efisiensi ini untuk memastikan APBN benar-benar dapat langsung dinikmati oleh masyarakat. Adapun belanja negara pada tahun ini dipatok Rp 3.621,3 triliun atau naik dari tahun lalu Rp 3.350 triliun. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu meminta kementerian dan lembaga meninjau serta mengidentifikasi rencana efisiensi belanja. Hasil identifikasi tersebut nantinya disampaikan kepada mitra komisi di Dewan Perwakilan Rakyat.

Usulan efisiensi yang telah disetujui komisi disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan paling lambat pada 14 Februari 2025. Jika tidak, anggaran kementerian dan lembaga akan dicantumkan secara mandiri oleh Kementerian Keuangan.

Meski ada efisiensi anggaran, pemerintah akan berupaya agar postur APBN 2025 tetap sesuai dengan target dan proyeksi yang dibuat sebelumnya. Sri Mulyani menyebutkan beberapa anggaran tidak dipotong, seperti belanja bantuan sosial atau bansos. 

Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Prabowo mengincar dua titik utama dalam efisiensi belanja APBN. Pertama, belanja di Kabinet Merah Putih yang harus dihemat Rp 256,1 triliun. Kedua, dana transfer ke daerah (TKD) Rp 50,5 triliun. Namun ia menekankan semua program dan insentif untuk industri tidak akan ada yang terkena pemangkasan.

Efisiensi anggaran belakangan ini menjadi sorotan karena permintaan dana tambahan untuk program prioritas melonjak, seperti makan bergizi gratis. Tahun ini, pemerintah merancang defisit fiskal sebesar 2,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 616,2 triliun.

Ketika kebutuhan dana tahun ini membengkak, penerimaan pajak untuk membiayai proyek-proyek prioritas tersebut justru menjadi tanda tanya. Sebab, realisasi penerimaan pajak dalam APBN 2024 tak mencapai target. Kementerian Keuangan mengumumkan, sepanjang 2024, pajak yang terkumpul hanya Rp 1.932,4 triliun atau 97,2 persen dari target Rp 1.988,9 triliun. Sementara itu, belanja negara sepanjang 2024 tercatat sebesar Rp 3.350,3 triliun, meningkat 7,3 persen dibanding pada tahun sebelumnya. Angka ini melebihi target belanja negara sebesar Rp 3.325,1 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Realisasi belanja negara terdiri atas belanja kementerian dan lembaga, non-kementerian/lembaga, serta transfer ke daerah. Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (BPPIK) mengendus pemborosan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah hingga 30 persen. 

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Kepala BPPIK Aries Marsudiyanto membahas perkiraan pemborosan anggaran ini dalam rapat terbatas yang digelar di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, pada Rabu, 8 Januari 2025. Tito mengatakan Kementerian perlu mengawal penggunaan sekitar Rp 1.200 triliun APBD provinsi dan kabupaten/kota. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan hasil penghitungannya, Kepala BPPIK Aries Marsudiyanto mengungkapkan nilai inefisiensi anggaran belanja pemerintah daerah bisa mencapai lebih dari Rp 240 triliun. Karena itu, ia menyarankan penghematan belanja dimulai dari pengeluaran yang bersifat seremonial. “Kami mengimbau tolong dikurangi perjalanan-perjalanan dinas yang kurang bermanfaat, konsultan-konsultan, feasibility study, dan lain-lain yang sifatnya kebocoran, apalagi korupsi,” kata Aries.

Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam konferensi pers APBN Kita edisi Maret 2024 di Jakarta, Senin, 25 Maret 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Bukan hanya di pemerintah daerah, inefisiensi juga terjadi di pemerintah pusat. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 99 masalah ketidakhematan dan ketidakefektifan yang nilainya mencapai Rp 1,55 triliun. "BPK juga membantu pemerintah menghemat pengeluaran negara melalui koreksi atas subsidi/kompensasi listrik 2022 dan 2023 sebesar Rp 2,57 triliun," demikian yang tertulis dalam dokumen IHPS I BPK yang diserahkan kepada Presiden Prabowo pada 2 Januari 2025.

Menurut ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan belanja negara tidak efisien. Penyebab utamanya adalah perencanaan belanja yang kurang baik karena program dan kegiatan yang disusun serta dialokasikan anggaran tidak ditelaah secara optimal dalam hal efektivitas serta efisiensinya.

"Ada kegiatan yang tumpang-tindih dan ada yang tidak memiliki output memadai jika diukur dari dampak (outcome) yang diharapkan," tutur Awalil kepada Tempo, Kamis, 30 Januari 2025. Selain itu, ada alokasi biaya yang terlampau besar atau dianggarkan lebih besar dari yang dibutuhkan. 

Imbasnya, anggaran belanja menjadi rentan disalahgunakan. Misalnya acara rapat kementerian dan lembaga di hotel selama tiga hari, yang dimulai pada malam hari pertama dan ditutup pada pagi hari ketiga. Padahal, secara substansi, rapat hanya berlangsung kurang-lebih satu setengah hari. 

Karena itu, Awalil menilai keputusan pemerintah memangkas 16 pos belanja ini sebagai langkah awal yang baik. Dia berharap kebijakan ini dilanjutkan dengan memeriksa ulang hasil review kementerian/lembaga agar jangan sampai yang dikurangi malah anggaran belanja yang penting.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga mendukung efisiensi anggaran karena mengurangi beban pengeluaran pemerintah. Makin kecil beban, tutur dia, defisit anggaran akan bisa dijaga dengan optimal. Utang pun makin terkontrol. 

Bahkan, menurut Nailul, pemerintah semestinya berkaca pada negara lain, seperti Vietnam, yang memangkas jumlah kementerian untuk meningkatkan efisiensi anggaran. Prabowo justru menambah jumlah kementerian dari semula 34 menjadi 48. 

Berdasarkan analisis Celios, tambahan jumlah menteri dan wakil menteri dalam kabinet gemuk ini berpotensi menambah pemborosan anggaran menjadi Rp 1,95 triliun selama lima tahun ke depan. Angka ini belum termasuk pemborosan akibat pertambahan belanja barang untuk pembangunan fasilitas kantor atau gedung lembaga baru.

Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran menteri Kabinet Merah Putih saat sidang kabinet paripurna menandai tiga bulan (100 hari) pemerintahannya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025. TEMPO/Imam Sukamto

Peneliti dari lembaga kajian Next Policy, Shofie Azzahrah, pun menyoroti salah satu pola yang terus berulang, yaitu tingginya belanja pegawai dibanding belanja modal. Belanja pegawai pada APBN 2025 mencapai Rp 513 triliun atau naik dari outlook 2024 yang sebesar Rp 436 triliun. Sedangkan belanja modal pada APBN 2025 hanya Rp 342 triliun atau turun dari alokasi pada tahun lalu sebesar Rp 338 triliun. Padahal belanja modal lebih memiliki daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Banyak instansi lebih banyak mengalokasikan anggaran untuk gaji, tunjangan, dan honorarium dibanding investasi untuk meningkatkan produktivitas ekonomi," ujar Shofie kepada Tempo, Kamis, 30 Januari 2025.

Selain itu, beban pembayaran bunga utang naik. Belanja pemerintah pusat dalam APBN 2025 mencatat beban pembayaran utang sebesar Rp 552,8 triliun atau naik dari tahun lalu senilai Rp 498.9 triliun. Akibatnya, pendapatan negara pun banyak digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Sedangkan dana yang bisa dialokasikan untuk belanja produktif, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, makin sedikit. 

Ia menyarankan pemerintah menggunakan pendekatan berbasis kinerja dalam menyusun anggaran. Sebab, selama ini, penilaian kinerja masih diukur menggunakan penyerapan anggaran. Padahal belum tentu anggaran yang terserap benar-benar memberikan kinerja nyata. 

Untuk itu, Shofie merekomendasi pemerintah menggunakan key performance indicator (KPI) dalam menilai kinerja setiap satuan kerja. Dengan mekanisme ini, kinerja tetap dapat dinilai baik selama KPI terpenuhi, meskipun anggaran tidak terserap. Sebaliknya, jika anggaran terserap tapi KPI tidak terpenuhi, kinerja justru dapat dinilai buruk. 

Negara-negara, seperti Singapura dan Korea Selatan, telah menerapkan pendekatan berbasis kinerja dalam pengelolaan anggaran. Selain itu, mereka memperkuat transparansi dalam pengadaan barang dan jasa melalui sistem e-procurement guna menghilangkan praktik inefisiensi yang selama ini terjadi di banyak lembaga.

Dengan pendekatan tersebut, menurut Shofie, setiap pengeluaran yang dilakukan dapat terukur manfaatnya secara jelas. Dengan demikian, setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan manfaat optimal bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Adapun Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo siap melaksanakan instruksi Prabowo untuk menghemat anggaran di semua pos anggaran di kementeriannya. Namun Dody masih menunggu arahan dari Sri Mulyani. “Kami dikasih berapa final (anggarannya) begitu, kemudian kami jabarkan kepada tiap-tiap Direktorat Jenderal,” kata Dody Hanggodo saat ditemui di kantor Kementerian Pekerjaan Umum pada Jumat, 24 Januari 2025.

Ilona Estherina Piri dan Nabila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus