Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Perjanjian Uni Eropa-Indonesia Tak Kunjung Beres, Zulhas Sebut Nama Prabowo untuk Menekan?

Perjanjian ekonomi Uni Eropa-Indonesia sudah 9 tahun tak kunjung rampung, salah satunya terganjal syarat deforestasi dalam ekspor produk sawit.

27 September 2024 | 11.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah sembilan tahun negosiasi perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) tidak menemukan kesepakatan. Salah satu sebabnya, regulasi deforestasi Uni Eropa alias European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang menghambat ekspor pertanian Indonesia terutama sawit karena diduga ditanam dengan cara menggunduli hutan.

"Ada beberapa hal terkait policy yang masih belum selesai, dalam arti kita masih mencari benar-benar titik tengah dari isu tersebut. Ini yang pasti menjadi tantangan untuk menyelesaikan kepentingan," kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono, Rabu, 25 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyebut, salah satu kebijakan yang turut menghambat proses perundingan yakni regulasi deforestasi Uni Eropa. Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia masih berupaya berunding dengan pihak Uni Eropa untuk meloloskan komoditas pertanian yang terhalang regulasi deforestasi Eropa tersebut.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan salah satu alasan negosiasi perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) berjalan tidak sesuai target lantaran pihak Eropa terus menambah permintaan.

"Kita sudah banyak memenuhi permintaan, kalau nambah lagi-nambah lagi, ya tentu repot ya. Kita ingin ini IEU-CEPA selesai, tapi kan tergantung sananya juga kan," kata Zulkifli di Cikarang, Jawa Barat, Kamis.

Zulkifli menyampaikan Indonesia ingin segera menyelesaikan IEU-CEPA ((Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement), yang semula dijadwalkan sebelum masa pemerintahan yang baru. Namun demikian, hal ini baru bisa terjadi jika kesepakatan antara dua pihak telah tercapai.

Lebih lanjut, Zulkifli menyebut bahwa Indonesia telah memaparkan kepada pihak Uni Eropa bahwa perundingan IEU-CEPA perlu segera diselesaikan pada masa pemerintahan Joko Widodo.

Sempat muncul kabar, Indonesia memberikan ultimatum kepada Uni Eropa terkait penambahan kebijakan.

"Enggak ultimatum, kita kasih tahu. Karena kalau pemerintah baru, nanti akan lebih sulit lagi, saya kira. Pak Prabowo (Prabowo Subianto) kan tahu sendiri, kalau Pak Prabowo ingin agar CPO jadi B50, kan, jadi kita penuhi soal CPO nggak penting lagi," ujarnya.

Jika Indonesia mengambil kebijakan biosolar dengan B50, artinya separuhnya dari minyak sawit, maka ekspor CPO akan berkurang karena digunakan sendiri di dalam negeri. Diperkirakan diperlukan sampai 24 juta ton CPO, sementara ekspor sepanjang 2023 sekitar 28,6 juta ton.

Ada Kesepatan Indonesia-Uni Eropa

Meski belum rampung, sudah ada komitmen persetujuan antara Indonesia dan Uni Eropa dalam beberapa aspek seperti penurunan instrumen tarif secara gradual. Sama halnya di sektor perdagangan, investasi, hingga transparansi yang juga telah disepakati kedua belah pihak.

"Terkait teknis juga sudah dibahas, sudah ada kesamaan pandang, tapi masih ada policy yang belum selesai," Zulkifli.

Setelah sembilan tahun tak kunjung disepakati, IEU-CEPA saat ini telah memasuki perundingan ke-19. Namun, Djatmiko  Bris Witjaksono menilai target rampungnya kesepakatan dagang Indonesia-Uni Eropa itu bakal meleset dari target sebelumnya yang ditetapkan September 2024.

"Terkait teknis juga sudah dibahas, sudah ada kesamaan pandang, tapi masih ada policy yang belum selesai," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa seharusnya pihak Uni Eropa tidak terus mengubah standar atau benchmark mereka.

"IEU-CEPA perundingannya sudah yang ke-19, dan nanti saya akan tegaskan kalau Eropa terus pindah gawangnya (perubahan standar), ada batasnya," kata Airlangga.

Sebelumnya, ia juga menyebut bahwa adanya perubahan kabinet di lingkup Uni Eropa menjadi penyebab lain perundingan IEU-CEPA tak kunjung rampung.

“Di sini dapat disampaikan bahwa perundingan IEU-CEPA juga sedang difinalisasi walaupun tidak mudah, karena kabinet di IEU-CEPA berubah. Jadi dulu negosiator kita itu (diganti), sekarang sudah tidak menjabat lagi,” kata Airlangga saat menyampaikan laporan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) 2024 di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, meskipun telah berjalan 9 tahun lamanya, proses negosiasi berjalan alot lantaran ada perombakan dalam jajaran pejabat di lingkup komisi Uni Eropa membuat adanya perubahan persyaratan bagi Indonesia.

Tiga Tuntutan Uni Eropa

Airlangga menjelaskan, ada tiga isu utama yang diminta untuk segera diselesaikan. Pertama, pihak Uni Eropa menginginkan Indonesia melonggarkan kebijakan impor bagi produk-produk yang berasal dari Eropa.

Kedua, terkait kebijakan pembatasan ekspor berupa pengenaan bea keluar, serta ketiga mengenai perpajakan digital.

“Ada tiga isu utama yang mereka dorong, yaitu mereka ingin agar masalah impor itu segera dipermudah di Indonesia, kemudian mereka masih berkeras mengenai biaya bea keluar, dan juga mereka masih berkeras mengenai perpajakan digital, transmisi digital. Kita minta menunggu WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), mereka tidak mau,” ujarnya.

Di tengah proses negosiasi yang masih menggantung, dia menyebutkan bahwa dirinya telah mendapat instruksi untuk mempercepat proses aksesi Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik atau Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).

Ia juga mengungkap telah mendapat restu dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk segera mempercepat proses aksesi tersebut.

"Jadi ini sudah masuk New Zealand yang menjadi host dari CPTPP, negara ASEAN lain yang sudah di dalam (CPTPP) adalah Singapura, Vietnam, kemudian Malaysia itu sudah menjadi bagian dari CPTPP. Jadi kita tidak ingin ketinggalan, karena di situ kita akan membuka pasar Inggris, pasar Kanada, pasar Meksiko, Cili, dan Peru," katanya.

Di saat bersamaan, Pemerintah saat ini juga tengah berfokus untuk menyelesaikan proses aksesi dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Adapun sebelumnya Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan, progres penyelesaian perundingan IEU-CEPA sudah hampir 90 persen.

Dia menambahkan, perundingan perjanjian perdagangan tersebut diharapkan dapat selesai pada September tahun ini.

Ia menilai Uni Eropa adalah mitra dagang yang penting bagi Indonesia dikarenakan pasarnya sangat besar, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, baik Indonesia maupun Uni Eropa telah berkomitmen untuk menyelesaikan perundingan dalam waktu dekat.

Perjanjian dagang antara Indonesia dan Uni Eropa akan membawa banyak manfaat, tidak hanya dari segi bebas pajak/Bea Masuk saja, tetapi juga penyelesaian masalah lainnya, seperti peraturan deforestasi Uni Eropa (EUDR) dan carbon border adjustment mechanism (CBAM). IEU-CEPA dapat menjadi foundation dari hubungan dagang antara Indonesia dengan UE.

Pilihan Editor Cukai Rokok Tahun Depan Tak Naik: Pengusaha Gembira, Pemerhati Kesehatan Berharap Naik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus