Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Apindo memperkirakan sekitar 24 ribu buruh kehilangan pekerjaan dalam dua bulan terakhir.
PHK terhadap puluhan ribu buruh tersebut berisiko menambah jumlah penganggur.
Gelombang PHK diperkirakan belum mereda dalam waktu dekat.
TUTUPNYA sejumlah pabrik membuat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal buruh kembali bergulir. Sektor manufaktur yang sebagian besar bersifat padat karya, seperti tekstil dan garmen, menjadi yang paling terpukul. Dalam lima bulan terakhir, setidaknya ada delapan perusahaan manufaktur dan teknologi yang melakukan PHK massal karyawannya. Penyebabnya beragam, dari pelemahan daya beli, lesunya pasar ekspor dan domestik, hingga kebijakan industri.
Salah satu yang menyita perhatian adalah tumbangnya perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah. Setelah resmi dinyatakan pailit dan tutup pabrik, perusahaan memecat 10.665 karyawannya. Pasar produk Sritex yang pernah menembus lebih dari 100 negara tak mampu bertahan ketika krisis ekonomi global pada masa pandemi Covid-19 dan anjloknya penjualan secara berkelanjutan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo memperkirakan sekitar 24 ribu pekerja kehilangan pekerjaan pada awal 2025. Ia merujuk pada jumlah pegawai yang telah mengajukan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam dua bulan terakhir.
PHK terhadap puluhan ribu buruh tersebut berisiko menambah jumlah penganggur. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penganggur pada Agustus 2024 mencapai 7,4 juta orang atau bertambah dibanding pada Februari 2024 yang sebesar 7,19 juta orang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo