Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Jasa Raharja menilai perlu ada penataan data yang baik melalui single data kendaraan bermotor bersama Kepolisian, Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Jasa Raharja. Integrasi data ini dilakukan untuk menggali potensi pajak kendaraan bermotor (PKB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penggunaan sistem single data bertujuan untuk peningkatan akurasi jumlah data kendaraan bermotor di Samsat," berikut pernyataan Jasa Raharja yang dikutip dari keterangan tertulis pada Senin, 18 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan data yang akurat, pemangku kepentingan di Samsat dapat mengetahui jumlah data kendaraan bermotor dan status kendaraannya, jumlah kendaraan bermotor yang sudah membayar pajak, serta jumlah kendaraan bermotor yang belum membayar pajak. Dengan kata lain, lewat pengelolaan single data, ketiga instansi dapat mengetahui tingkat ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran PKB.
Ketidakpatuhan masyarakat dalam pembayaran PKB menjadi isu utama yang sedang dihadapi di Samsat. Berdasarkan data PT Jasa Raharja, terdapat 40 juta kendaraan atau 39 persen dari total kendaraan yang belum melakukan pembayaran PKB.
Padahal secara nominal, potensi penerimaan pajaknya diperkirakan lebih dari Rp 100 triliun. Karena itu, perlu upaya untuk menggali potensi pajak sesuai dengan kewenangan tiap instansi di Samsat.
Namun pada saat yang sama, sistem pengelolaan data yang digunakan di masing-masing instansi masih belum terintegrasi sehingga menyebabkan perbedaan jumlah data kendaraan di tiap instansi. Data kendaraan per 31 Desember 2021 di Polri, misalnya, berbeda dengan di Kementerian Dalam Negeri dan Jasa Raharja. Di Polri, data menunjukkan terdapat 148 juta kendaraan. Sedangkan di Kementerian Dalam Negeri sebanyak 112 juta kendaraan dan Jasa Raharja 103 juta.
Secara paralel, seiring dengan integrasi data, ketiga instansi akan melakukan upaya penanganan terhadap ketidakpatuhan kendaraan bermotor. Dari sisi Polri, salah satu upayanya ialah melalui penegakkan hukum dengan penerapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 74. Dalam beleid itu, ada sanksi penghapusan data kendaraan bermotor dari daftar registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor.
Selain itu, Korlantas Polri juga akan mengimplementasikan Perpol Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor Pasal 85. Polri juga melakukan upaya penegakkan hukum berbasis digital melalui Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE). E-TLE merupakan sistem berbasis teknologi informasi dengan memanfaatkan perangkat elektronik berupa kamera CCTV yang dapat mendeteksi berbagai jenis kendaraan lalu lintas.
Namun dalam impelementasinya, keluaran dari Sistem E-TLE masih belum optimal. Sebab dari 36 juta pelanggaran dengan 417 ribu surat tilang yang telah dikirim ke pelanggar, hanya 153 ribu surat tilang yang terbayar.
Dari sisi Kemendagri, upaya yang dapat dilakukan adalah peringatan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 97 ayat (2) dan Pergub tentang Petunjuk Pelaksanaan Daerah terkait Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Selain itu, Kemendagri dapat memberikan relaksasi berupa penghapusan BBN 2 dan denda progresif untuk mendorong registrasi pengesahan PKB serta memberikan edaran ke pemerintah pProvinsi untuk pemanfaatan NPHD dalam optimalisasi pendapatan PKB.
Kemudian dari sisi PT Jasa Raharja, upaya yang dapat dilakukan adalah melalui dukungan validitas data, alamat, dan kontak pemilik kendaraan.
Baca juga: Jokowi Bertemu dengan Bos IMF: Ada Kekhawatiran Rezim Kenaikan Suku Bunga Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.