Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga BUMN dilaporkan ke Ombudsman RI perihal dugaan maladministrasi penjualan senjata ilegal ke Myanmar. Laporan itu dibuat oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SRR). Perusahaan BUMN yang dilaporkan ialah PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia. Ketiga perusahaan itu adalah anak perusahaan dari Defend ID/PT Len Industri (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan pihaknya menduga tiga BUMN industri pertahanan terlibat dalam dugaan suplai senjata dan amunisi ilegal ke Myanmar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa Koalisi SRR merujuk data dari Tim Pencari Fakta terhadap Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Myanmar. "Kita tahu bisnisnya, suplainya tidak head to head langsung antara jenderal dengan BUMN, tapi melalui broker," ujar Julius. Broker itu, terangnya, dimiliki langsung oleh menteri di pemerintahan Junta Militer Myanmar.
Berikut profil ketiga BUMN yang dituding jual senjata ilegal
1. PT Pindad
Mengutip laman pindad.com, PT Pindad adalah kependekan dari Perusahaan Industri Militer TNI Angkatan Darat. Perusahaan ini memiliki akar sejarah yang berawal dari masa penjajahan Belanda. Pada masa lampau, Pindad awalnya didirikan dengan nama Conctructie Winkel (CW) oleh Gubernur Jenderal Belanda, William Herman Daendels, di Surabaya, Jawa Timur, pada tahun 1808.
Daendels mendirikan CW bertujuan untuk menciptakan sebuah fasilitas yang bertugas dalam menyediakan, merawat, dan memperbaiki peralatan militer Belanda. Bengkel ini kemudian menjadi landasan awal bagi pendirian PT Pindad sebagai perusahaan manufaktur pertahanan di Indonesia.
Dalam Konferensi Meja Bundar 1949, Belanda harus mengembalikan aser-asetnya secara bertahap kepada pemerintah Indonesia. Salah satu aset yang dikembalikan adalah pabrik senjata CW. Setelah menjadi hak milik pemerintah Indonesia, nama pabrik tersebut diubah menjadi Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM) yang diserahkan Sukarno untuk dikelola sepenuhnya oleh TNI AD.
Seiring berjalannya waktu, PSM mengalami perubahan nama menjadi Pabrik Alat Peralatan Angkatan Darat (Pabal AD). Meskipun demikian, esensi pekerjaan yang dilakukan oleh PSM dan Pabal AD tetap serupa. Keduanya fokus pada produksi peralatan militer dengan tujuan mengurangi ketergantungan terhadap peralatan militer dari luar negeri. Upaya ini juga bertujuan untuk mengurangi impor peralatan militer.
Pada 1962, Pabal AD diubah menjadi Perindustrian TNI Angkatan Darat (Pindad). Inilah cikal bakal yang nantinya menjadikan Pindad berbadan perseroan terbatas yang eksis hingga sekarang.
2. PT PAL
Dilansir dari pal.co.id, PT PAL Indonesia (Persero) merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang mengoperasikan galangan kapal terbesar di Indonesia. PT PAL Indonesia memiliki spesialisasi dalam pembangunan dan desain kapal perang serta kapal niaga. Selain itu, perusahaan ini juga menawarkan layanan perawatan untuk kapal perang, kapal niaga, kapal selam, dan berbagai produk maritim lainnya.
PT PAL juga merupakan hasil dari warisan pemerintah Hindia Belanda. Jejak awal PT PAL dimulai ketika Marine Establishment (ME) didirikan pada tahun 1939. Seperti yang dialami oleh Pindad, aset ME juga harus dikembalikan kepada pemerintah Indonesia. Setelah pengembalian aset, namanya diubah menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL). Pada tanggal 15 April 1980, status perusahaan ini diubah menjadi Perseroan Terbatas. Sampai tahun 2019, PT PAL telah memproduksi 232 unit kapal, di mana 86 di antaranya adalah kapal perang.
3. PT Dirgantara Indonesia
Dikutip dari indonesian-aerospace.com, PT Dirgantara Indonesia merupakan salah satu perusahaan penerbangan di wilayah Asia. Perusahaan ini memiliki orientasi utama dalam merancang dan mengembangkan pesawat, memproduksi struktur pesawat, serta menyediakan layanan pesawat, baik untuk keperluan militer maupun sipil. Produk pesawat yang dihasilkan beragam, mencakup pesawat dengan berbagai kelas, mulai dari pesawat ringan hingga menengah.
PT Dirgantara Indonesia didirikan pertama kali pada tahun 1976. Berbeda dengan PT Pindad dan PT PAL, sejak awal PT Dirgantara Indonesia langsung berstatus BUMN. Perusahaan ini berhasil mengembangkan beberapa produk dalam industri kedirgantaraan.
Dalam sektor pembuatan pesawat, perusahaan ini telah mengirimkan sebanyak 400 pesawat ke lebih dari 50 operator di berbagai belahan dunia. Di bidang aerostruktur, perusahaan ini menghasilkan komponen pesawat untuk berbagai tipe Airbus, termasuk A320/321/330/350/380. Terakhir, di sektor teknik dan pertambangan, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini memiliki kemampuan teknis dalam merancang, menguji, dan memberi sertifikasi untuk kendaraan udara tanpa awak.
ANANDA RIDHO SULISTYA | AMELIA RAHIMA SARI.