Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum menentukan strategi angkutan Lebaran 2025. Bersama Badan Usaha Milik Negara (BUMN), keduanya dinilai menjadi kunci dalam memastikan kelancaran transportasi selama musim mudik tahun ini. “Koordinasi dengan Kementerian BUMN sangat krusial,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Selasa, 21 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menhub Dudy Purwagandhi mengatakan, kolaborasi dengan Kementerian BUMN penting dalam membahas evaluasi angkutan Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta persiapan menghadapi arus mudik dan balik Lebaran 2025. “Kementerian BUMN memiliki peran penting melalui operator transportasi di bawah koordinasinya untuk mendukung kelancaran mudik,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dudy menekankan pentingnya survei yang akan dilakukan oleh Badan Kebijakan Transportasi (BKT) untuk memetakan prediksi pergerakan masyarakat. "Survei melibatkan stakeholder yang berkaitan dengan perencanaan sehingga didapat angka yang akurat. Dengan begitu, pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat," katanya.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pengelolaan saat libur Nataru yang lalu, seperti upaya menekan harga tiket dan mengatasi kemacetan di titik-titik krusial menjadi acuan untuk angkutan Lebaran 2025. “Alhamdulillah, kita berhasil mengelola Nataru dengan baik berkat sinergi yang kuat. Semoga hasil yang sama dapat kita capai saat Lebaran nanti,” ujar Erick.
Meski demikian, kebijakan transportasi Lebaran 2025 belum ditentukan. Survei prediksi pergerakan masyarakat menjadi langkah awal yang akan menentukan strategi teknis, termasuk jadwal, tarif, dan penyediaan moda transportasi.
Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menurunkan tarif tiket pesawat 10 persen selama Nataru memberatkan operator bandara hingga maskapai penerbangan. “Kebijakan paksa harga tiket turun ini sangat memberatkan operator bandara dan maskapai penerbangan,” katanya dalam aplikasi perpesanan pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Menurut Alvin, kebijakan itu tidak proporsional karena memberatkan salah satu pihak, sehingga akan mengganggu dan mempengaruhi kualitas penerbangan. “Kebijakan itu berdampak buruk terhadap kesehatan keuangan mereka mereka yang pada akhirnya dapat mengancam keselamatan penerbangan dan keberlangsungan kehidupan perusahaan terkait,” ucapnya.