Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA memaparkan portofolio kredit restrukturisasi terus turun seiring dengan pemulihan bisnis debitur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari total jumlah restrukturisasi kredit saat ini, didominasi oleh kategori lancar atau Kolektibilitas 1," ujar Executive Vice President (EVP) Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, dalam keterangan tertulis, dikutip Ahad, 3 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selaras dengan hal itu, rasio loan at risk (LAR) BCA secara konsisten menurun hingga menyentuh single digit. Besaran penurunannya tercatat 6,9 persen bila dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 10,4 persen.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) BCA tahun 2023 tetap stabil pada angka 1,9 persen.
Hera menyebutkan, BCA juga tetap memiliki Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang memadai meskipun tren kualitas kredit BCA membaik. Adapun besaran NPL coverage BCA sebesar 234,1 persen dan LAR coverage-nya mencapai 69,7 persen pada 2023.
"Salah satu yang paling tinggi di industri perbankan. Biaya pencadangan akan senantiasa kami review, sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi ekonomi," ucap Hera.
Lebih jauh, BCA tetap optimistis dalam penyaluran kredit, meskipun kebijakan restrukturisasi akan berakhir pada Maret 2024 ini. Optimisme ini ditopang oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang positif dan likuiditas yang solid.
"BCA tetap optimistis dalam penyaluran kredit dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, sehingga kualitas pinjaman tetap terjaga," tutur Hera.
Hera menjelaskan, BCA sebagai perbankan nasional akan sejalan dengan kebijakan yang berlaku. Baik itu dari pemerintah, regulator, maupun otoritas perbankan.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi dalam rangka pandemi Covid-19 pada Maret 2024. Kebijakan ini berlaku sejak 2020. Setelah berulang kali diperpanjang, OJK menyatakan bahwa restrukturisasi tidak akan diperpanjang lagi.