Perusahaan Listrik Negara (PLN) kini bisa bernapas sedikit lebih lega. Pemerintah memutuskan untuk merestrukturisasi utangnya sebesar Rp 34 triliun. Seusai mengikuti rapat terbatas bidang ekonomi di Istana Wakil Presiden, Rabu pekan lalu, Menteri Keuangan Rizal Ramli menyampaikan keputusan tersebut.
Utang PLN terdiri dari utang pokok Rp 5,288 triliun dan bunga utang berikut dendanya Rp 28,78 triliun. Disepakati, utang pokok dijadwal ulang sehingga PLN bisa mencicilnya kepada pemerintah dalam jangka waktu 20 tahun. Sementara itu, utang bunga yang Rp 28,78 triliun dijadikan penyertaan modal pemerintah di PLN.
Menurut Parno Isworo, Direktur Keuangan PLN, sebelum krisis kinerja mereka sebenarnya cukup bagus. Hingga awal 1997 PLN masih mampu meraup untung dan membayar cicilan utangnya ke pemerintah. Tetapi, ketika Indonesia dihantam krisis pada 1997, dan kurs rupiah melonjak dari Rp 2.500 menjadi di atas Rp 10 ribu per dolar, biaya produksi listrik membengkak, lebih tinggi dibandingkan dengan tarif dasar listrik. Sedangkan pemerintah melarang PLN untuk menaikkan harga tarif. Akibatnya, PLN merugi, dan buntutnya tak mampu membayar cicilan utangnya ke pemerintah.
Menurut Rizal Ramli, keputusan itu berlaku efektif sejak 31 Desember 2000. Sehingga, saat ini PLN sedang mempersiapkan diri untuk melakukan revaluasi aset. Dengan restrukturisasi PLN, pemerintah berharap agar kondisi keuangan PLN lebih sehat, sehingga arus kasnya jadi lebih lancar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini