Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Di penghujung 2018, Ria Ricis mampu mewujudkan salah satu impiannya untuk memiliki rumah. Ricis, begitu sapaannya, membeli sebuah rumah mewah di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan, dari hasil kerja kerasnya di YouTube, Instagram, dan televisi sejak 2015 lalu. "Hasil kerja keras selama ini, hasil enggak tidur, hasil bolak-balik sana-sini, jungkir balik segala macam. Alhamdulillah, tapi ini cuma titipan kan ya," sambungnya dengan mata berkaca-kaca di acara syukuran rumah barunya pada Minggu 30 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pantauan dari lokasi, kediaman Ria Ricis memiliki dua lantai dengan lima kamar tidur. Tak hanya fasilitas ruang tamu, kamar tidur serta dapur, rumah mewah ini juga dilengkapi dengan kolam renang, fasilitas karaoke, hingga tempat fitness.ilustrasi Youtube (pixabay.com)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Profesi sebagai Youtuber semakin diminati anak muda saat ini. Mereka berlomba lomba memberikan konten kreatif mereka di YouTube untuk menarik pembaca. Ada kakak-beradik Diwantara Anugrah Putra dan Gema Cita Andika misalnya. Mereka mendedikasikan diri sebagai kreator konten di empat kanal. Duet kakak-adik ini sangat ditunggu-tunggu penggemar game lewat kanal Tara Arts Network dan Tara Arts Game. Penggemarnya tidak hanya berasal dari Indonesia, tapi juga Singapura, bahkan Eropa.
Mereka kerap berkolaborasi dengan YouTuber dari Amerika Serikat. Mereka juga sukses memajang tiga Silver Play Button yang jadi deretan gantungan penghias kamar, selain jam dinding kotak yang digantungkan sejajar dengan plakat tersebut. "Kami kanal pertama yang diajak menjadi mitra YouTube di Indonesia," kata Tara, kepada Tempo, Maret 2017. Realisasi kerja sama tersebut terwujud pada akhir 2011.
Tara berkenalan dengan YouTube pada 2007 sebagai wadah promosi toko sulap miliknya. Kanal miliknya saat itu bernama Tara Arts Magic. Pada 2009, toko sulapnya gulung tikar. Demikian pula dengan kanal sulapnya, yang dibiarkan terbengkalai. Tapi, karena sudah ketagihan dengan YouTube, ia membuat satu lagi kanal untuk menyalurkan hobi menonton dan membuat film. Walhasil, muncul Tara Arts Movie, yang memiliki konten efek visual.
Tara kembali menemukan naluri bisnisnya. Ia menjadikan kanal YouTube layaknya portofolio dalam bentuk digital. "Saya tawarin ke perusahaan-perusahaan yang mau membuat profil perusahaan yang agak berbeda. Dari situ, saya menjadi pekerja lepas yang mengerjakan efek visual," kata dia.
Ia juga membuat kanal Tara Arts Game karena kegemarannya bermain game. Di situ, ia mengulas sebuah game dan memainkannya dengan sang adik, Gema. Game dan film lantas erat dengan kakak-adik itu. Jumlah pendaftar kanalnya terus merangkak sehingga mendatangkan banyak pendukung, di samping pekerjaannya sebagai pekerja lepas yang juga memberi pendapatan tak terbatas.
Kegemarannya bermain game dan menonton film mendatangkan banyak inspirasi untuk membuat film pendek yang dibumbui efek visual. Dengan peralatan dan pengetahuan terbatas, mereka belajar secara otodidak. Terkadang hanya berasal dari kamera ponsel milik sang ibu dan panduan dari Internet, jadilah video pendek. "Setelah itu, kami buat video tutorial-nya," kata dia.
Pada 2011, ada sebuah perusahaan yang mengadakan kompetisi membuat film pendek berjudul Hidup Banyak Rasa. Tara dan Gema lantas membuat film berjudul Bridge to Dinosauria. "Idenya dari film Bridge to Terabithia dan Jurassic Park. Jadi ceritanya saya dan Gema masuk ke dunia dinosaurus. Ada adegan kejar-kejaran dengan dinosaurus," kata Gema.
Film berdurasi 10 menit ini keluar sebagai juara pertama berkat sentuhan efek visual yang ciamik. Pada tahun itu pula, tutur Tara, YouTube sudah mengajak mereka bekerja sama sebagai mitra resmi melalui surat elektronik. "Tapi kami cuekin karena dikira spam," Gema menimpali. Pada akhir tahun, mereka baru menyadari YouTube tak sedang bercanda dan surat tersebut bukan spam. "Tahu-tahu terealisasi saja akhir tahun."
Tawaran ini membuat Tara berhenti menjadi mahasiswa Universitas Negeri Jakarta. Ia memilih serius menciptakan konten-konten kreatif untuk kanalnya. Gema, yang saat itu baru lulus sekolah menengah atas, juga tak ikut teman-temannya mengerjakan tes masuk perguruan tinggi. Gema memilih mengekor kakaknya mengerjakan konten kreatif untuk kanal mereka.Logo YouTube. (youtube.com)
Sejak itu, uang ribuan dolar AS tak pernah absen menyambangi rekening mereka saban bulan. Sekitar pertengahan 2012, sutradara dan produser film Steven Spielberg meminta Tara dan Gema mempromosikan acaranya, Smash. Untuk itu, mereka dibayar US$ 1.200 atau setara dengan Rp 16 juta dengan kurs saat ini.
Enam tahun berlalu. Tara Arts berkembang pesat. Perusahaan-perusahaan teknologi ternama, seperti Sony, Acer, dan Advan, kerap meminta mereka mempromosikan produk yang akan dipasarkan. Mereka mematok tarif Rp 30-35 juta per video. "Tergantung tingkat kesulitan. Bisa lebih jika memakai teknik visual yang rumit," kata Tara.
Dalam sebulan, Tara Arts bisa menerima empat sampai delapan permintaan video. "Dua sampai tiga dari perusahaan luar negeri, empat sampai lima dari perusahaan dalam negeri," kata Gema. Menurut Gema, materi promosi dari perusahaan luar negeri biasanya mudah dan sederhana. "Karena cukup menyebutkan produk mereka saja sudah dibayar ribuan dolar."
Itu baru pendapatan dari promosi. Belum digabung dengan pendapatan iklan AdSense yang dipasang di kanal mereka. Berapa pendapatan mereka per orang per bulan? "Setara dengan manajer-lah," kata dia. Namun, ketika kami sedikit menggoda dengan bertanya mungkin maksudnya setara CEO, Gema hanya tertawa.
ANWAR SISWADI | DINI PRAMITA | KORAN TEMPO | TABLOID BINTANG