Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rupiah kembali melemah pada perdagangan sore ini, ditutup turun 68 poin ke level Rp16.210 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp16.142. Meski sempat anjlok hingga 75 poin, nilai tukar rupiah menunjukkan volatilitas tinggi. Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, memproyeksikan rupiah akan tetap tertekan dalam perdagangan esok hari, dengan kisaran Rp16.200 hingga Rp16.270 per dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pergerakan rupiah saat ini sangat dipengaruhi oleh dinamika global, terutama tekanan dari kebijakan moneter Amerika Serikat dan perkembangan geopolitik internasional,” kata Ibrahim, Rabu, 8 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sisi domestik, Bank Indonesia (BI) melaporkan kenaikan cadangan devisa menjadi USD155,7 miliar pada akhir Desember 2024, meningkat dari USD150,2 miliar di bulan sebelumnya. Menurut Ibrahim, meskipun cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor dan jauh di atas standar internasional, pasar tetap tertekan oleh ketidakpastian global.
Dari sisi eksternal, pasar keuangan global tengah menghadapi tekanan inflasi yang terus meningkat di Amerika Serikat. Data lowongan kerja yang lebih tinggi dari ekspektasi menjadi sinyal bahwa The Fed kemungkinan akan tetap bersikap hawkish dan menunda pemangkasan suku bunga. Ibrahim menjelaskan bahwa kebijakan ini menciptakan arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kondisi itu, mungkin saja membuat rupiah terus tertekan, apalagi dengan data inflasi Tiongkok yang akan dirilis pekan ini. Jika hasilnya negatif, ini akan menambah tekanan bagi negara-negara di kawasan Asia.
Lebih lanjut, Ibrahim menyoroti konflik geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Penambahan perusahaan besar Tiongkok ke dalam daftar hitam oleh pemerintah AS menjadi ancaman bagi stabilitas perdagangan global.
“Pejabat Tiongkok mengecam keputusan pemerintah AS awal minggu ini untuk menambahkan raksasa teknologi Tencent Holdings Ltd (HK:0700) dan pembuat baterai Tesla Inc Contemporary Amperex Technology ke dalam daftar hitam perusahaan yang memiliki hubungan dengan militer AS. Langkah tersebut akan semakin memperburuk hubungan antara ekonomi terbesar di dunia tersebut, dan terjadi saat Trump yang baru bersiap untuk mengenakan tarif perdagangan yang tinggi pada negara tersebut,” kata dia.
Untuk menghadapi tantangan ini, Ibrahim menilai pentingnya langkah antisipatif. BI dan pemerintah perlu memperkuat sinergi untuk mengelola dampak eksternal dan menjaga stabilitas ekonomi domestik. Hal ini krusial untuk mempertahankan daya saing ekonomi Indonesia di tengah tekanan global.