BURUH proyek Pelabuhan Udara Internasional Cengkareng di
Jakarta (JIAC) masih mogok kerja hingga pekan ini. Belum
tampak tanda-tanda 4.800 buruh harian yang mogok sejak 6
September itu mau bekerja kembali kendati delegasi mereka Senin
lalu sudah bertemu staf Menteri Tenaga Kerja Sudomo. "Yang
dihasilkan baru patokan-patokan prinsipiil yang sudah disetujui
sebelumnya," ujar Satino Karso, ketua Serikat Buruh Bangunan
Umum basis Cengkareng.
Artinya, baik pihak kontraktor utama (Saintrapt et Brice,
Societe Auxiliare D'entreprises, Societe Routiere Colas, dan
Waskita Karya) maupun buruh belum sepakat mengenai rumusan
penghitungan lembur. Pertikaian mulai timbul ketika awal tahun
lalu pihak buruh menuntut agar komponen uang makan, transpor,
dan kesehatan dimasukkan pula dalam perhitungan untuk upah
lembur. Sesudah berdebat lama, kontraktor setuju memasukkan
ketiga komponen upah itu, tapi hanya untuk lembur jam kesepuluh
- tidak dimulai sejak jam kedelapan seperti dituntut buruh.
Tapi, dalam formula baru upah lembur dari kontraktor itu,
komponen uang makan (Rp 650),transpor (Rp 500), dan kesehatan
(Rp 300) masing-masing diturunkan menjadi Rp 356, Rp 254, dan Rp
164. Sedang upah dasar, selama 7 jam kerja sehari, tetap Rp 700.
Penurunan tajam ketiga komponen upah, yang akan menurunkan
penerimaan total ltu, dengan sendirinya ditolak pihak buruh.
Karena soal upah Iembur yang memasukkan ketiga komponen itu
belum diatur secara jelas dalam undang-undang perburuhan,
kontraktor utama tadi bertahan pada formulanya.
Namun, konon, diam-diam pihak kantor Direktorat Jenderal Tenaga
Kerja Tangerang, Mei 1982, menyetujui formula upah Iembur dari
kontraktor. Karena menganggap persetujuan sepihak itu bakal
merugikan, untuk pertama kalinya, 22-25 September 1982, para
buruh mogok. Perundingan yang diadakan kemudian ternyata tetap
tak mencapai kesepakatan mengenai rumusan penghitungan lembur,
bahkan sampai pemogokan kedua terjadi. Sementara soal itu belum
terpecahkan, baik kontraktor maupun buruh setuju untuk sementara
tetap memakal formula lama guna menghitung upah kerja harian
selama 7 jam. Jika persetujuan upah lembur kelak tercapai,
delegasi buruh menuntut agar hal itu berlaku surut sejak Januari
1981, saat pekerjaan itu dimulai.
Apa akibat pemogokan itu? Pengangkutan batu ke proyek turun dari
volume normal 10-15 ribu ton jadi seribu ton saja setiap jam.
Secara keseluruhan hal itu menyebabkan kecepatan pembangunan
turun dari 0,9% jadi 0,2-0,3% setiap minggu. Kendati demikian,
Karno Barkah, pimpinan Proyek JIAC, percaya kontraktor utama
tadi bisa menyelesaikan pembuatandua landasan, tempat parkir
pesawat, sebuah terminal berikut 3 subterminal, dan sejumlah
bangunan tambahan pada Desember 1984. "Kalau penyelesaiannya
terlambat dan alasannya tak bisa diterima, kami akan klaim,"
katanya.
Sampai pekan lalu, proyek JIAC, yang diperkirakan akan menelan
Rp 334,8 milyar itu, sudah selesai 60,5%. Dua landasan di proyek
itu menggunakan teknik pondasi cakar ayam. Pemakaian pondasi itu
dianggap akan mampu menghemat biaya. Dan merupakan penemuan yang
baru dilaksanakan di Indonesia. Untuk tempat parkir (taxiway)
pesawat di Pelabuhan Udara Djuanda, Surabaya, konstruksi cakar
ayam penemuan Prof. Sediyatmo itu pernah diterapkan. Ketika
terjadi retak-retak di situ, para ahli memperdebatkan
pemakaiannya di landasan. Namun, perdebatan ditutup sesudah
pemegang paten pondasi itu, PT Cakar Bumi, menyebut, "keretakan
masih dalam batas toleransi. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini