Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Segini Harta Kekayaan Tom Lembong, Akui Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Dirikan perusahaan ekuitas dengan pengelolaan aset US$ 500 juta, Tom Lembong tidak memiliki rumah dan kendaraan

30 Oktober 2024 | 12.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024. Ia akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula. Tom Lembong diduga terlibat dalam aktivitas pemberian izin impor gula kristal mentah seberat 105 ribu ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saudara TTL diduga memberi izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP, yang selanjutnya gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Oktober 2024. Lantas, berapa harta kekayaan Tom Lembong? 

Harta Kekayaan Tom Lembong

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan arsip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN) yang diunggah ke laman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tom Lembong diketahui mulai melaporkan hartanya ketika menjadi Mendag Kabinet Kerja dalam sisa masa jabatan periode 2014-2019. Jumlah kekayaannya kala itu sebesar Rp 101.132.7444.466 per 30 September 2015. 

Kemudian, dia ditunjuk oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi untuk menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) periode 2016-2019. Jumlah hartanya saat itu justru turun menjadi Rp 79.525.601.247 per 31 Agustus 2016, lalu meningkat tajam menjadi Rp 103.186.694.712 pada 2017, dan Rp 102.239.444.555 pada 2018. 

Di akhir masa jabatannya sebagai Kepala BKPM, Tom Lembong kembali menyampaikan total kekayaannya, yaitu Rp 101.486.990.994 per 30 April 2020. Berikut rinciannya:

-   Tanah dan bangunan: -

-   Alat transportasi dan mesin: -

-   Harta bergerak lainnya: Rp 180.990.000.

-   Surat berharga: Rp 94.527.382.000.

-   Kas dan setara kas: Rp 2.099.016.322.

-   Harta lainnya: Rp 4.766.498.000.

-   Utang: Rp 86.895.328. 

Dalam LHKPN-nya, Tom Lembong mengaku tidak memiliki tanah dan bangunan serta kendaraan. Harta kekayaannya didominasi oleh surat berharga, lalu harta lainnya serta kas dan setara kas bernilai miliaran rupiah. 

Sumber Kekayaan Tom Lembong

Tom Lembong merupakan lulusan Bachelor of Arts di bidang arsitektur dan perkotaan Harvard University, Amerika Serikat pada 1994. Setelah menamatkan pendidikan tingginya, dia mulai bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley pada 1995. 

Pada 1999-2000, dia berpindah tempat kerja ke Deutsche Securities Indonesia sebagai bankir. Dia juga pernah berkarier di Farindo Investments pada 2002-2005. 

Sementara itu, karier Tom Lembong di pemerintahan berawal dari penunjukannya sebagai kepala divisi dan wakil presiden senior di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2000-2002, yang kala itu berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI). 

Pada 2006, dia mendirikan sebuah perusahaan ekuitas swasta di Singapura bernama Quvat Management. Selain sebagai salah satu pendiri, dia juga bertindak sebagai chief executive officer (CEO). Selanjutnya pada 2012-2014, dia dipercaya menjadi presiden komisaris PT Graha Layar Prima Tbk (BlitzMegaplex). 

Adapun Quvat Management diketahui mengelola aset senilai US$ 500 juta di seluruh Indonesia, Singapura, dan Malaysia sebagaimana informasi yang tertera pada profil perusahaan di laman LinkedIn. Di Indonesia sendiri, Quvat Management beroperasi melalui Principia Management Group. 

Selain itu, Tom Lembong juga sempat diminta menjadi penasihat ekonomi dan penulis pidato untuk Jokowi yang kala itu menjadi gubernur DKI Jakarta dan presiden di periode pertama. Kemudian, dia juga mendirikan forum kepemimpinan bernama Consilience Policy Institute di Singapura. 

Pada 2021, dia dipercaya menjadi Ketua Dewan PT Jaya Ancol oleh Anies Baswedan yang kala itu masih menjabat sebagai gubernur DKI. Berikutnya, selama Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, dia ditunjuk menjadi Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies-Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (Tim AMIN). 

Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus