Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan sampai 17 Februari 2025, bank sentral telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) Rp 32,46 triliun. Perry menyebut langkah bank sentral membeli surat utang pemerintah tersebut sebagai bagian strategi operasi moneter pro-market.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Selama tahun 2025, data hingga 17 Februari, Bank Indonesia telah membeli SBN melalui pasar sekunder Rp 19,46 triliun dan pasar primer Rp 12,99 triliun. Totalnya Rp 32,46 triliun,” ujar Perry dalam konferensi pers pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu, 19 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tujuannya, kata dia, untuk menjaga inflasi tetap dalam sasaran sekaligus menstabilkan mata uang rupiah. Perry menjelaskan bahwa pembelian SBN pasar primer masih akan terus dilakukan. Surat utang yang dibeli BI di pasar perdana merupakan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) jangka pendek atau dengan memiliki jangka waktu maksimal 12 bulan.
“Undang-undang memungkinkan yang tenornya tak lebih dari 1 tahun,” ujar Perry.
Sedangkan langkah pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat operasi moneter sekaligus sinergi dengan kebijakan fiskal pemerintah. Sebelumnya Bank Indonesia sempat mengumumkan bakal memborong SBN dari pasar sekunder setelah ada kesepakatan dengan Kementerian Keuangan.
Pada 2025, bank sentral menargetkan jumlahnya tak hanya Rp 100 triliun, tapi bisa menembus Rp150 triliun. “Bahkan kemungkinan bisa lebih tinggi, nanti akan kami bicarakan,” kata Perry dalam konferensi pers BI beberapa waktu lalu.
Ekonom Bright Institute Muhammad Andri Perdana mengatakan pembelian SBN oleh BI merupakan kebijakan moneter quantitative easing atau menambah uang beredar. Menurut dia, ada beberapa risiko yang bakal terjadi imbas keputusan yang diambil bank sentral ini. Di antaranya adalah meningkatnya inflasi serta risiko kredibilitas dan independensi BI.