Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan mantan karyawan perusahaan PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex) Tbk mengumpulkan berkas pencairan jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang mulai dibuka pada Rabu, 5 Maret 2025. Sejak pagi, para mantan karyawan tersebut mendatangi pabrik perusahaan tersebut yang berlokasi di Jalan Samanhudi Nomor 88, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, tepatnya di gedung serba guna yang ada dalam kawasan pabrik.
"Saya memberikan apresiasi kepada BPJS Ketenagakerjaan yang telah sangat-sangat concern merespons para karyawan yang terkena PHK ini untuk mengurus dan membayarkan JHT ini," kata Supartodi selaku Ketua Satgas Sritex saat ditemui di sela-sela pengumpulan berkas.
Supartodi dan mantan karyawan lain berharap bila proses pencairan JHT tersebut tuntas sebelum Hari Raya Idul Fitri 2025 tiba. Hal tersebut sesuai dengan kesepakatan antara Satgas Sritex dengan BPJS Ketenagakerjaan dan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo.
"Saya minta sebelum Lebaran semua karyawan sudah menerima JHT. Ini sudah disepakati bersama dari Satgas dari kami yang mengurus ini di sini ya termasuk dengan BPJS dan kemarin hasil meeting dengan Ketenagakerjaan (Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja), termasuk penyaluran yang ingin bekerja lagi," katanya.
Pengertian Jaminan Hari Tua (JHT)
Menurut laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, JHT merupakan program perlindungan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai. JHT berada di bawah payung BPJS Ketenagakerjaan. JHT dapat diikuti masyarakat sebagai penerima upah dan bukan pemberi upah.
Ada tiga kondisi untuk menerima JHT, yaitu memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Namun, dalam kasus Sritex, JTH diberikan sebagai respon dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
Aturan mengenai JHT tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang disahkan pada 4 Februari 2022. JTH hanya dapat dicairkan ketika pekerja berusia 56 tahun. Peraturan tersebut ditujukan agar JTH tetap sesuai dengan esensinya, yaitu memberi jaminan pendapatan bagi pekerja yang telah memasuki usia tua.
Secara umum, program JHT memiliki berbagai manfaat. JHT dapat menjadi pembayaran sekaligus untuk peserta yang mencapai usia pensiun, yaitu 56 tahun, berhenti bekerja karena mengundurkan diri dan sedang tidak aktif bekerja di mana pun, terkena pemutusan hubungan kerja, meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya, mengalami cacat total tetap, atau karena meninggal dunia. Apabila peserta meninggal dunia, maka uang tunai akan diserahkan kepada ahli waris yang ditunjuk.
Selain itu, JHT dapat menjadi pembayaran sebagian untuk peserta yang berada dalam masa persiapan masa pensiun (sebesar 10 persen dari total saldo) atau berencana mengikuti program kepemilikan rumah setelah menjadi peserta paling sedikit 10 tahun (maksimal 30 persen). Peserta yang dapat mengambil maksimal satu kali khusus untuk manfaat tambahan tersebut.
Peserta program diatur dalam Pasal 4 PP 46/2025. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa Penerima Upah (PU) mencakup pekerja pada perusahaan, pekerja pada orang perseorangan, dan orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan. Sementara itu, Bukan Penerima Upah (BPU) mencakup pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja selain pekerja mandiri.
Septia Ryanthie, Karunia Putri, dan Bangkit Adhi Wiguna berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Pahami Istilah Going Concern dalam Kasus Kepailitan Sritex
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini