Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGUMUMAN lewat pengeras suara itu terdengar janggal bagi Ike Nurhayati, 21 tahun, buruh linting pabrik rokok PT HM Sampoerna di Desa Kunir Kidul, Kecamatan Kunir, Lumajang, Jawa Timur. Rabu siang dua pekan lalu, sehari sebelum libur hari raya Waisak, pimpinan pabrik memberitahukan kepada karyawan bahwa Jumat lusa tidak usah bekerja. "Tapi kami diminta datang pada pukul setengah delapan pagi," kata Ike.
Jumat pagi, sambil duduk lesehan, bersama ribuan buruh lain, Ike berkumpul di ruangan produksi seluas lapangan sepak bola. Dia masih belum memahami ketika pimpinan pabrik menyatakan situasi pasar rokok sedang lesu. Hal itu mengakibatkan penurunan angka penjualan. Hingga kemudian dinyatakan pabrik ditutup. "Produksi sigaret kretek tangan dihentikan," ujar Ike.
Acara berikutnya, karyawan mendapat ceramah agama. Seorang ustad yang khusus diundang ke pabrik pada pagi itu memberi nasihat tentang hidup yang banyak ujian dan cobaan. "Manusia diminta untuk sabar," kata Ike mengutip isi ceramah. Di luar pabrik, tak kurang dari seratus polisi berjaga-jaga.
Hari itu Sampoerna memutuskan menghentikan produksi rokok sigaret kretek tangan mulai 31 Mei mendatang. "Ini keputusan yang sangat sulit," kata Sekretaris Perusahaan Sampoerna, Maharani Subandhi.
Dia mengatakan angka penjualan sigaret kretek tangan Sampoerna turun hingga 13 persen tahun lalu. Pada kuartal pertama tahun ini, penurunan volume produksi sigaret kretek tangan lebih besar, yakni 16,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Bagi Sampoerna, penurunan pangsa pasar ini sangat besar. Hal ini berdampak signifikan terhadap penjualan kretek tangan Sampoerna, seperti Dji Sam Soe dan Sampoerna kretek. Maharani mengatakan keputusan menutup pabrik ini merupakan pilihan terakhir. "Kami melihat tidak ada perubahan tren pada segmen kretek tangan," katanya.
Penyusutan pasar rokok kretek tangan ini sebenarnya sudah dirasakan buruh pabrik beberapa hari sebelumnya. Ike mengatakan, sepekan sebelum penutupan, perusahaan pernah menurunkan target linting rokok per buruh dari sebelumnya 2.900 menjadi 2.700 batang per hari. Ike mengaku kerap mendengar perbincangan para buruh yang menyatakan rokok tidak laku.
Menurut Ike, pada Jumat pagi itu, pabrik sepertinya sudah siap-siap tidak lagi berproduksi. Sudah tidak dijumpai lagi berbagai peralatan di ruangan produksi. "Peralatan di dalam sudah tidak ada, gudang juga ditutup," kata Ike.
Buruh yang bekerja di pabrik Sampoerna di Kunir ini terdiri atas buruh linting, gunting, dan pengemasan. Ike mengaku bisa memperoleh penghasilan Rp 1,3 juta setiap bulan. Setiap buruh diwajibkan memenuhi target linting rokok setiap hari. "Kalau tidak, upah akan dipotong," katanya.
Selain di Lumajang, perusahaan rokok milik Philip Morris Indonesia ini menutup pabrik di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Jember, Jawa Timur, yang sama-sama memproduksi sigaret kretek tangan. Di sini Sampoerna mempekerjakan 2.492 buruh. Maharani mengatakan, akibat kebijakan penutupan pabrik ini, 4.900 buruh terkena pemutusan hubungan kerja.
PANGSA pasar rokok segmen sigaret kretek tangan sejak 2009 terus menyusut. Lima tahun lalu, berdasarkan data pesanan cukai, sigaret kretek tangan masih mempunyai pangsa 32,8 persen. Setelah itu terus menurun hingga tinggal 26,07 persen pada 2013. Sedangkan pada saat yang sama, pangsa pasar sigaret kretek mesin terus membesar, dari 59,24 persen pada 2009 menjadi 66,20 persen pada 2013. "Konsumen beralih ke sigaret kretek mesin," kata Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia Hasan Aoni Aziz.
Hasan mengatakan perpindahan tersebut banyak dipengaruhi oleh membaiknya perekonomian. Pendapatan yang meningkat mendorong konsumen membeli rokok yang lebih mahal. "Terutama anak-anak muda sekarang lebih suka mengisap kretek mesin," katanya. Maka, menurut dia, yang terjadi adalah perpindahan jenis rokok, bukan penurunan jumlah produksi.
Data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia menyebutkan produksi sigaret kretek tangan turun dari 94 miliar batang pada 2009 menjadi 90 miliar pada 2013. Penurunan jumlah produksi ini diikuti kenaikan volume pada sigaret kretek mesin, dari 167 miliar batang pada 2009 menjadi 228 miliar pada 2013.
Penurunan pangsa pasar kretek tangan juga dialami Gudang Garam. Juru bicara perusahaan Yuki Prasetyo mengatakan pasar rokok saat ini cukup berat. Dia menyatakan, dalam kurun setahun terakhir, Gudang Garam terus melakukan efisiensi di semua sektor. Tidak seperti Sampoerna yang memilih menutup pabrik, perusahaan yang berbasis di Kediri ini lebih memilih mengurangi jam kerja karyawan. "Pasar sedang lesu," kata Yuki, tanpa merinci jumlah pemangkasan jamnya.
Yuki mengatakan pengurangan jam kerja ini dilakukan pada hampir seluruh bagian produksi. Sebelumnya, para pekerja di bagian sigaret kretek tangan biasa melinting rokok mulai pukul enam pagi hingga tiga sore. Tapi kini waktu mereka dipangkas dua jam, yakni hingga pukul satu siang. Bagi buruh, hal ini tentu saja berdampak pada pendapatan mereka yang dibayar berdasarkan jumlah rokok yang dilinting setiap hari.
Menurut Yuki, pemangkasan jam kerja ini sempat berlangsung cukup lama pada 2013, sebelum akhirnya perusahaan kembali memulihkan jam kerja secara bertahap. Saat ini jam kerja buruh berlaku hingga pukul satu siang. Nantinya, kata Yuki, Gudang Garam akan mengembalikan jam kerja mereka secara normal, yakni hingga pukul tiga sore.
Pengurangan jam kerja ini dinilai sebagai cara yang tepat untuk menyelamatkan usaha di tengah penurunan jumlah produksi kretek tangan. Yuki menyatakan saat ini 20 ribu buruh yang memproduksi sigaret kretek tangan masih bekerja dengan normal tanpa dibayang-bayangi kecemasan pemutusan kerja seperti yang dilakukan Sampoerna.
Dalam laporan keuangan pada 2013, Gudang Garam mencatat volume penjualan sigaret kretek tangan turun 21 persen, dari 11,7 miliar batang pada 2012 menjadi 9,2 miliar. Sedangkan volume penjualan sigaret kretek mesin meningkat 9,4 persen menjadi 67,3 miliar batang atau mencakup 88 persen dari total volume penjualan. Kian diminatinya produk sigaret kretek mesin rendah tar dan rendah nikotin, seperti merek GG Mild, oleh kalangan remaja dinilai mendukung pertumbuhan sektor kretek mesin.
Meskipun menyatakan tidak ada penurunan permintaan terhadap kretek tangan selama tiga tahun terakhir, Djarum akan lebih banyak menggarap pasar kretek mesin. Perusahaan milik dua bersaudara Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono itu tahun ini siap menginvestasikan Rp 2,3 triliun untuk pembangunan pabrik sigaret kretek mesin. Saat ini Djarum memiliki dua pabrik kretek mesin. "Kami melihat kecenderungan pasar ke sana," kata Corporate Affair Djarum Purwono Nugroho.
Walaupun tidak ada investasi baru di segmen kretek tangan, Djarum tetap mempertahankan 24 pabrik sigaret kretek tangannya. Saat ini PT Djarum memiliki lima merek kretek tangan, yakni Djarum 76, Djarum Coklat, Djarum Coklat Istimewa, Djarum Coklat Extra, dan yang baru diluncurkan tahun lalu, Clavo.
Pemerintah tidak terlalu gusar dengan penutupan dua pabrik rokok Sampoerna. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan, dari dua pabrik itu, pemerintah akan kehilangan cukai Rp 479 miliar. "Tapi itu akan terkompensasi dengan kenaikan produksi sigaret kretek mesin," katanya,
Susiwijono mengatakan, dalam sepuluh tahun terakhir, pangsa pasar sigaret kretek tangan terus menurun. Tahun ini, kata dia, diproyeksikan tinggal 24,8 persen. Tahun ini target penerimaan cukai rokok ditetapkan Rp 110,5 triliun. Melihat produksi rokok tahun ini yang akan mencapai 360 miliar batang, naik dari tahun lalu yang 341,9 miliar, Susiwijono tidak khawatir ada penurunan cukai rokok.
Iqbal Muhtarom (Jakarta), David Priyasidharta (Lumajang), Hari Tri Wasono (Kediri), Farah Fuadona (Kudus)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo