Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Inflasi tinggi memaksa The Fed menaikkan suku bunga.
Bank Indonesia mungkin kembali mengerek suku bunga seusai sidang The Fed.
Maju mundur kebijakan menyebabkan harga beras meroket di tengah tingginya inflasi.
HAWA pesimistis makin mendominasi pasar finansial global. Konsensus para analis menyebutkan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat tahun depan. Apa boleh buat, perang melawan inflasi rupanya belum akan usai hingga tahun berganti. Bank sentral di seluruh dunia bakal meneruskan kebijakan moneter ketat dan menaikkan suku bunga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itu sebabnya pasar bakal memperhatikan sidang The Federal Reserve yang akan berlangsung pada 13-14 Desember 2022. Sudah ada konsensus bahwa The Fed akan kembali menaikkan bunga. Namun tingkat kenaikannya diperkirakan hanya 0,5 persen, relatif rendah jika dibandingkan dengan sebelumnya. Empat kali berturut-turut The Fed menaikkan suku bunga masing-masing 0,75 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalahnya, pasar sekarang makin yakin bahwa bunga The Fed akan naik ke level yang lebih tinggi, yaitu sekitar 5 persen. Yang lebih mengkhawatirkan adalah bunga The Fed bisa bertahan cukup lama di puncak tertinggi.
Bunga tinggi The Fed menimbulkan dampak yang sangat luas di seluruh dunia. Apa boleh buat, dolar Amerika Serikat masih menjadi mata uang utama dunia, baik sebagai alat pembayaran transaksi antarnegara maupun mata uang cadangan devisa. Mayoritas bank sentral di semua negara masih menyimpan cadangan devisanya dalam bentuk dolar Amerika.
Bagi Indonesia, tingginya bunga dolar akan memicu aliran modal keluar dan membuat nilai rupiah tertekan. Jika rupiah terus melemah, pada gilirannya barang-barang impor yang dikonsumsi warga Indonesia ataupun yang masuk sebagai bahan baku industri akan menjadi lebih mahal. Di sinilah terjadi sebuah ironi. Ketika The Fed mencoba menjinakkan inflasi di Amerika Serikat dengan menaikkan bunga, efek sampingnya justru memicu kenaikan inflasi di Indonesia.
Situasi ini akan memaksa Bank Indonesia ikut menaikkan suku bunga. Harapannya, bunga yang lebih tinggi dapat menahan penurunan nilai rupiah sekaligus mengerem kenaikan inflasi. Bank Indonesia akan bersidang pada 21-22 Desember 2022, sepekan setelah sidang The Fed. Besar kemungkinan Dewan Gubernur Bank Indonesia akan menaikkan lagi suku bunga. Dampak susulannya adalah laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan setelah suku bunga meroket.
Situasi yang memburuk itu memang tak terelakkan. Ekonomi Indonesia yang sedemikian erat terkoneksi dengan sistem moneter dunia cuma bisa menerima saja efek gejolak yang sedang berlangsung di luar sana. Kebijakan Bank Indonesia mau tak mau harus selalu mengikuti apa yang tengah terjadi di pasar keuangan global.
Namun inflasi tak sepenuhnya terpicu urusan moneter atau merupakan inflasi impor karena melemahnya mata uang. Inflasi bisa juga terdorong oleh persoalan lain dari sektor riil. Misalnya gangguan rantai pasokan atau distribusi barang. Mungkin pula inflasi muncul karena ada bencana alam di pusat produksi satu komoditas penting. Yang paling konyol, bisa juga inflasi melejit karena kekeliruan kebijakan pemerintah yang sebetulnya tak perlu terjadi.
Salah satu contoh yang tengah berlangsung adalah kebijakan tentang beras. Ketika stok beras nasional menipis, semua pemangku kepentingan malah makin sengit berdebat mengenai perlu atau tidaknya menambah persediaan dengan cara mengimpor. Pemerintah seolah-olah tak peduli akan risiko besar yang dapat menimpa Indonesia, terutama rakyat miskin, jika harga beras terbang tak terkendali.
Bayangkan skenario buruk ini. Tahun depan, pertumbuhan ekonomi akan melambat karena Bank Indonesia terpaksa menahan suku bunga di level yang tinggi. Ekonomi melambat, banyak perusahaan pun terpaksa mengurangi pekerja dan muncul penganggur baru. Ketika situasi sedang begitu sulit, harga beras ikut melejit.
Melejitnya harga beras, apalagi jika sampai diikuti kelangkaan pasokannya, bukan perkara ekonomi biasa. Dampak sosialnya bisa sangat luas lantaran yang paling terpukul adalah warga kurang mampu. Jika Indonesia tak bisa sepenuhnya mencegah inflasi dan perlambatan ekonomi karena itu merupakan efek gejolak ekonomi dunia, pemerintah semestinya masih berkesempatan mencegah blunder yang membuat harga beras melejit.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo