Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Utang Murah Penyambung Nyawa  

Pemerintah menyediakan talangan Rp 19,65 triliun untuk badan usaha milik negara yang terkena dampak Covid-19. Sebagian dianggap sia-sia.

6 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pesawat Garuda Indonesia di bandara Soekarno Hatta Tangerang, Banten, 2 Maret lalu./ Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rencana dana talangan ke Garuda dianggap menguntungkan pemegang saham swasta.

  • Berawal dari usul Kementerian BUMN.

  • Talangan bagi PTPN berisiko.

PENJELASAN yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang rencana pemerintah mengalokasikan dana talangan untuk membantu kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membuat beberapa anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat mengadu argumen. Mereka, di antaranya Andreas Eddy Susetyo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Muhamad Misbakhun dari Golkar, beranggapan bahwa pemerintah semestinya menempuh jalur penyelamatan seperti penyertaan modal negara karena status Garuda sebagai perusahaan terbuka.

Topik dana talangan pun mewarnai sepuluh jam rapat konsultasi antara pemerintah dan Komisi DPR yang antara lain membidangi keuangan itu, Selasa, 2 Juni lalu. “Ini sebetulnya rapat tertutup, tapi ya sudah. Toh, Menteri Keuangan telah memaparkan hasil sidang kabinet soal APBN 2020,” kata Ketua Komisi XI Dito Ganinduto saat dihubungi Tempo pada Jumat, 5 Juni lalu. “Memang ada satu-dua yang menanyakan soal dana talangan Garuda itu.”

Perdebatan seputar dana talangan muncul setelah Sri membeberkan alasan pengalokasian pinjaman hingga Rp 8,5 triliun kepada Garuda. Skema dana talangan dipilih karena, seperti disebutkan dalam bahan paparan Kementerian Keuangan, “Chip in ekuitas tidak favourable bagi pemegang saham minoritas.” Pendeknya, dengan pinjaman, pemegang saham lain tak perlu ikut keluar modal.

Pemegang saham minoritas yang dimaksud adalah PT Trans Airways, perusahaan milik taipan media dan retail perdagangan Chairul Tanjung, yang mengempit 25,8 persen saham GIAA—kode emiten Garuda. “Kenapa pemerintah malah memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dalam menentukan skema penyelamatan Garuda? Emang apaan?” ujar Misbakhun ketika dihubungi pada Rabu malam, 3 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Garuda akan kebagian jatah paling gede dari total Rp 19,65 triliun alokasi dana talangan kepada badan usaha milik negara yang disiapkan pemerintah dalam rencana perubahan kedua postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020. Empat BUMN lain yang akan menerima alokasi pinjaman modal kerja berturut-turut grup PT Perkebunan Nusantara, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan Perum Perumnas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawai memberikan keterangan pers secara virtual seusai mengikuti rapat kabinet terbatas terkait penetapan rencana perubahan postur APBN 2020, Rabu, 3 Juni 2020. Setkab.go.id/Humas/Agung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Pinjaman ini merupakan kepingan dari tambahan belanja untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 677,20 triliun. Pemerintah kembali mengubah APBN 2020, yang sebelumnya direvisi lewat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 pada 3 April lalu, untuk menampung soal perluasan program kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi nasional.

Ketika memaparkan postur anggaran yang baru dalam jumpa pers virtual, Rabu, 3 Juni lalu, Menteri Sri ogah banyak menjelaskan detail dana talangan. “Untuk BUMN, silakan ditanyakan ke Pak Erick (Menteri BUMN Erick Thohir) saja,” tutur Sri. Dia hanya menegaskan bahwa Kementerian Keuangan telah menyeleksi rencana ini bersama Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian BUMN, dan kementerian terkait lain. “BUMN yang mendapat dukungan adalah mereka yang terkena dampak Covid-19, baik dari sisi demand, supply, finansial, maupun operasional.”

Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah sepakat dengan para anggota Dewan yang menyarankan penyelamatan Garuda memakai cara penambahan modal. Dia khawatir dana talangan hanya menguntungkan pemegang saham minoritas. Maksudnya, jika Garuda berhasil menyelamatkan diri dengan dana talangan itu, Trans Airways ikut menikmatinya tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. “Mereka enggak ada risiko sama sekali,” ucap Piter, Jumat, 5 Juni lalu. “Padahal perusahaan publik itu prinsipnya sharing the pain, sharing the burden.”

 

•••

PEMBERIAN dana talangan secara resmi diusulkan Kementerian BUMN kepada Kementerian Keuangan pada 21 Mei lalu setelah dibahas oleh masing-masing perwakilan kementerian. Kementerian BUMN menilai dana talangan diperlukan untuk mengurangi tekanan arus kas pada perusahaan pelat merah yang terkena dampak Covid-19.

Sebelumnya, masih pada pekan yang sama, direksi kelima BUMN calon penerima dana talangan mengajukan permohonan. Isinya bukan hanya rencana penggunaan dana, tapi juga skema pengembalian dana.



Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, misalnya, melaporkan bahwa arus kas operasi mereka bakal negatif sampai Desember 2020 gara-gara Covid-19. Agar perusahaan tetap beroperasi dan saldo kas positif, Garuda memerlukan talangan sampai Rp 8,5 triliun.

Pembatasan mobilitas orang, baik secara lokal maupun internasional, menghantam jantung operasi perusahaan. Buntutnya, Garuda merumahkan 800 pekerja kontraknya selama tiga bulan sejak 14 Mei lalu. Sebanyak 287 karyawan tetap kena pemutusan hubungan kerja. Sisanya, 7.184 pegawai, kena pemotongan gaji.

Irfan memohon agar diberi dana talangan untuk menyambung napas perusahaan. Dia mengusulkan pemberian talangan dalam tiga skema. Pertama, fasilitas pinjaman jangka panjang sebesar Rp 1 triliun dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Kedua, meminta PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)—special mission vehicle milik Kementerian Keuangan—menjadi pembeli siaga surat utang konversi saham Garuda sebesar Rp 5 triliun. Terakhir, meminta SMI menjadi pembeli siaga obligasi rupiah sampai Rp 2,5 triliun. “Opsi itu tergantung yang mau kasih. Masih too early,” kata Irfan saat dihubungi Tempo pada Kamis, 4 Juni lalu.

Dari tiga skema tersebut, potensi saham Trans Airways terdilusi baru akan terjadi bila Garuda gagal membayar convertible bond senilai Rp 5 triliun. Irfan menolak menjawab soal kemampuan Trans Airways ikut patungan dalam penyelamatan perseroan. “Itu diskusi di antara pemegang saham. Tanya mereka saja,” ujarnya. Kepada Tempo, Jumat, 5 Juni lalu, anggota staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan skema dana talangan untuk Garuda tidak berhubungan dengan komunikasi antar-pemegang saham maskapai tersebut. 

Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. di Cilegon, Banten, Februari 2019. Antara/Asep Fathulrahman


Peruntukan dana talangan yang diajukan Krakatau Steel lain lagi. Rencana alokasi Rp 3 triliun itu tidak secara langsung buat kas perusahaan, melainkan untuk menambah kapasitas modal kerja pelanggannya di industri hilir baja yang kini kelimpungan terpukul pagebluk. Duit pinjaman siaga ini rencananya ditempatkan di bank.

Menurut Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim, diskusi mengenai dana talangan sebetulnya sudah berlangsung sejak awal April lalu, ketika mereka diundang Kementerian Keuangan untuk membahas upaya membantu industri yang terkena dampak Covid-19. “Kami berusaha tidak pakai penyertaan modal negara. Toh, kami sudah berhasil merestrukturisasi utang dan bisnis tanpa modal negara sama sekali.”

 

•••

DI antara daftar calon penerima dana talangan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang paling menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi. Kebetulan Kedeputian Pencegahan KPK tengah mengkaji potensi penyimpangan dalam penanganan Covid-19, terutama pada program pemulihan ekonomi nasional.

Menurut Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, timnya sedang memelototi implementasi penyaluran anggaran penanggulangan Covid-19, termasuk dana talangan buat BUMN. “Kami sedang melihat semua program pemulihan ekonomi nasional,” tutur Pahala saat dihubungi pada Jumat, 5 Juni lalu. “Tapi kan semua belum jalan.”

Sumber lain di KPK mengungkapkan, tim dikejutkan oleh masuknya PTPN dalam daftar BUMN yang akan dibantu pemerintah dengan dana sebesar Rp 4 triliun lewat revisi APBN. Perseroan sudah lama diamati tim pencegahan karena terus sakit meski telah mendapat beragam bantuan, dari penyertaan modal negara hingga pinjaman perbankan. “Tapi sementara belum berlanjut karena keburu ada penindakan tahun lalu,” ucapnya.

Penindakan yang dimaksud adalah penangkapan terhadap Direktur Utama PTPN III Dolly Parlagutan Pulungan pada September 2019 karena menerima suap Rp 3,55 miliar dari pengusaha dalam proyek distribusi gula. Rabu, 3 Juni lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum bekas bos PTPN Holding tersebut lima tahun penjara dalam perkara ini.

Kelapa sawit di perkebunan PTPN VII Kebun Gedeh, Jawa Barat, 3 Desember 2019.


Dalam kajian awal, tim pencegahan KPK menemukan indikasi banyak persoalan di tubuh kelompok usaha perkebunan milik negara ini. Sejumlah aset milik 13 anak perusahaan rontok satu per satu dalam sengketa kepemilikan. Kinerja keuangan PTPN buruk. Hanya dua anak perusahaan yang untung. Sedangkan total utang grup PTPN ke perbankan per Agustus 2019 telah mencapai Rp 52,12 triliun. Hampir separuhnya berpotensi tak terbayar karena rasio kemampuan arus kas sebagian besar anak perusahaan untuk menutup pokok dan bunga utang kurang dari 1.

Kekhawatiran tim KPK terhadap kemampuan PTPN mengelola dana talangan, apalagi mengembalikannya, klop dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Auditor negara mencatat total jenderal utang PTPN per April 2019 sebenarnya Rp 71,95 triliun. Di luar utang ke perbankan, grup punya banyak tunggakan kepada mitra dan karyawan. Yang mengkhawatirkan, audit juga menemukan sejumlah indikasi utang modal kerja yang tak memenuhi persyaratan, baik peruntukan maupun pertanggungjawaban.

Anggota BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan lembaganya telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian BUMN untuk memperbaiki PTPN. Di antaranya mendorong PTPN agar bisa berdagang sawit dan bersaing dengan produsen swasta yang menguasai produksi nasional. PTPN juga perlu melepas asetnya untuk melunasi utang. “Jika hanya mengandalkan produksi sawit yang 2,7 juta ton per tahun, PTPN tidak akan mampu menutup biaya operasional,” ujarnya, Jumat, 5 Juni lalu.  

Dalam suratnya kepada Kementerian BUMN, 18 Mei lalu, Direktur Utama PTPN III M. Abdul Ghani menyebutkan Covid-19 memperparah kondisi grup yang sudah babak-belur. Selama tiga tahun terakhir, hanya komoditas sawit yang menyumbang keuntungan buat grup. Sisanya membikin tekor.

PTPN pun menyodorkan sejumlah rencana penggunaan dana talangan, seperti belanja pupuk, modal kerja giling tebu dan pembelian tebu rakyat, tanam ulang, juga revitalisasi pabrik. Skemanya, dana talangan berupa pinjaman dengan tenor tujuh tahun yang kelak dibayar dari hasil penawaran saham perdana PTPN.

Abdul Ghani tidak menjawab spesifik ketika ditanyai tentang keraguan sejumlah kalangan terhadap kemampuan perusahaan mengembalikan talangan. Ghani, yang baru menjabat Februari lalu, hanya memastikan bahwa transformasi perusahaan yang sudah berjalan dapat meningkatkan kemampuan operasi secara optimal. “Termasuk memastikan pemenuhan seluruh kewajiban perusahaan,” kata Ghani lewat jawaban tertulis pada Jumat, 5 Juni lalu. 

Menurut Ghani, pandemi Covid-19 berdampak pada operasi perusahaan, terutama di sisi mobilisasi tenaga kerja, proses pengolahan dan perawatan kebun, panen, serta produksi, gara-gara terlambatnya pengadaan di pabrik. Memburuknya kinerja keuangan perusahaan ini, dia menambahkan, mengancam keberlangsungan mata rantai bisnis PTPN, seperti petani plasma kelapa sawit dan karet. Rencana pembelian tebu rakyat sebesar 8,4 juta ton pada musim giling 2020 juga terancam. “Dana talangan, jika disetujui, terutama akan dialokasikan untuk mendukung operasional on-farm ataupun off-farm,” tuturnya.

Saat pemerintah pertama kali mengumumkan rencana pemberian pinjaman buat lima BUMN, April lalu, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah sudah bisa membayangkan bahwa duit negara itu berisiko besar tidak pernah kembali. Dia sepakat, dalam kondisi resesi di depan mata, perusahaan negara harus diselamatkan. “Tapi yang paling penting skenarionya sudah dirancang sejak awal dan transparan.”

KHAIRUL ANAM, AGOENG WIJAYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus