Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) mengagendakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 25 Maret 2025. Salah satu mata acaranya yakni persetujuan tentang rencana penggabungan usaha (merger) dengan PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smart Telcom (SmartTel).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) berencana menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk meminta persetujuan pemegang saham atas penggabungan usaha atau merger dengan PT XL Axiata Tbk (EXCL). RUPSLB ini bakal digelar di Gedung Kantor Smartfren, Auditorium Lantai 3 Jl. H. Agus Salim No. 45, Menteng, Jakarta Pusat, pada 25 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perseroan bermaksud untuk mendapatkan persetujuan RUPSLB atas rencana penggabungan usaha tersebut," kata Smartfren dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Senin, 3 Maret 2025.
Di tengah rencana merger ini, sepanjang 2024 Smartfren mencatatkan kerugian tahun berjalan Rp 1,29 triliun. Jumlah itu meroket dari rugi bersih pada 2023 yang hanya sebesar Rp 108,92 miliar.
Dalam laporan keuangan teraudit Smartfren yang diunggah di keterbukaan informasi dalam situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin malam, 10 Februari 2025, kerugian perusahaan diakibatkan beban usaha yang meningkat dari Rp 11,11 triliun pada 2023 menjadi Rp 11,72 triliun di 2024. Beban usaha ini meliputi penyusutan dan amortisasi, operasi dan jasa telekomunikasi, penjualan dan pemasaran, gaji karyawan, dan operasional lainnya.
Dari sisi beban usaha, Smartfren mencatatkan beban penggunaan frekuensi Rp 1,94 triliun pada 2024 atau meningkat dari 2023 sebesar Rp 1,9 triliun. Meski demikian, beban usaha untuk gaji karyawan justru menurun dari Rp 509 miliar pada 2023 menjadi Rp 471 di 2024. Beban bunga pun juga turut meningkat dari Rp 1,27 triliun menjadi Rp1,31 triliun 2024.
Sementara itu, Smartfren mencatat pendapatan sebesar Rp11,41 triliun pada 2024. Jumlah ini turun dari 2023 yang mencatatkan pendapatan sebesar Rp 11,65 triliun. Penurunan pendapatan itu tercatat dari jasa telekomunikasi data yang hanya Rp 9,9 triliun, padahal di tahun sebelumnya sebesar Rp 10,18 triliun.
Selain itu, penurunan pendapatan juga terjadi di jasa interkoneksi. Pada 2024, Smartfren mencatatkan pendapatan Rp 397 miliar, sedangkan di 2024 hanya Rp 259 miliar. Sementara itu, pendapatan di non-data justru meningkat dari Rp 291 miliar pada 2023 menjadi Rp 429 miliar di 2024.
Pada 11 Desember 2024, Smartfren mengumumkan rencana merger dengan XL Axiata. Penggabungan usaha ini mencatatkan nilai transaksi mencapai Rp 104 triliun atau sekitar US$ 6,5 miliar. Namun, rencana itu belum sempurna karena ada kreditur yang keberatan dengan aksi korporasi ini.
Manajemen XL Axiata mengatakan perusahannya telah berkoordinasi dengan kreditur yang keberatan dengan merger ini. “Agar keberatan dapat segera diselesaikan sebelum RUPS untuk menyetujui penggabungan agar tidak memberikan dampak terhadap pelaksaaan proses penggabungan usaha,” kata manajemen XL Axiata dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia, dikutip Selasa, 4 Februari 2025.