Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Soal Pendelegasian ke Singapura, Kemenhub: FIR Tetap Milik Indonesia

Pendelegasian FIR diberikan kepada Singapura dengan pertimbangan keselamatan penerbangan.

31 Januari 2022 | 15.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa, 25 Januari 2022. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan pemerintah tetap menguasai penuh ruang kendali udara (Flight Information Region atau FIR) di Kepulauan Riau dan Natuna setelah Indonesia meneken perjanjian tersebut dengan Singapura. Meski telah meneken perjanjian tersebut, Indonesia mendelegasikan pengelolaan FIR di ketinggian di bawah 37 ribu kaki kepada otoritas penerbangan Negeri Singa Putih.

"Pendelegasian itu bukan berarti jadi milik Singapura, FIR tetap Indonesia. Tapi delegasi diberikan kepada pengelola jasa navigasi penerbangan Singapura," kata Adita melalui pesan singkat, Senin, 31 Januari 2022.

Ia menjelaskan pendelegasian FIR diberikan kepada Singapura dengan pertimbangan keselamatan penerbangan. Dari pendelegasian itu, pemerintah Indonesia tetap berwenang memonitornya.

Sebabnya pemerintah menempatkan sumber daya manusia dari Airnav -pengelola navigasi Indonesia- di sana. "Kita juga mendapatkan pemasukan negara atas pendelegasian itu," katanya.

Selain itu, pendelegasian secara terbatas pada area tertentu FIR kepada Singapura juga tidak mengecualikan kewenangan Indonesia untuk melaksanakan aktivitas sipil dan militer sesuai kedaulatan dan hak berdaulat di ruang udara Indonesia. Otoritas penerbangan Indonesia tetap mengoordinasikan penerbangan di seluruh area FIR.

"Jadi pendelegasian itu bukan berarti itu jadi milik Singapura," ucapnya.

Ia menjelaskan berkepentingan untuk menjaga aspek keselamatan penerbangan dan compliance ke standar internasional yang selama ini selalu menjadi prioritas utama dan telah terbukti berhasil membawa Indonesia lepas dari daftar hitam penerbangan di Uni Eropa dan Amerika.

Menurut dia, jalan negosiasi untuk menyesuaikan FIR ini bukanlah jalan mudah dan pendek. "Kami sangat berharap semua pihak dapat bersama-sama mendukung upaya perjuangan  sampai MoU ini efektif dan bisa kita rasakan manfaatnya sebagai bangsa yang berdaulat."
 
Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana berujar Indonesia boleh saja berbangga pengelolaan FIR telah berhasil diambil alih oleh Indonesia setelah berpuluh-puluh tahun berjuang. Namun, dalam kenyataannya Singapura masih tetap sebagai pihak pengelola karena mendapat pendelegasian.

Hal tersebut diatur dalam detail perjanjian FIR terkait pendelegasian Indonesia ke otoritas penerbangan Singapura. Bahkan pendelegasian diberikan selama 25 tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan kedua negara.

"Ini berarti pemerintah Indonesia tidak memiliki cetak biru untuk melakukan pengambilalihan mulai dari infrastruktur yang dibutuhkan hingga sumber daya manusia yang mengoperasikan," ujarnya.

Kelihaian Singapura lainnya adalah memaketkan perjanjian FIR dengan perjanjian pertahanan. Pemaketan seperti ini sangat merugikan di tahun 2007 saat perjanjian ektradisi ditandemkan dengan perjanjian pertahanan. Menurut dia, Singapura tahu untuk efektif berlakunya perjanjian FIR maka selain wajib diratifikasi oleh parlemen masing-masing juga harus dilakukan  pertukaran dokumen ratifikasi.

Oleh karenanya, kata dia, Singapura akan mensyaratkan pada Indonesia untuk melakukan secara bersamaan pertukaran dokumen ratifikasi kedua perjanjian sekaligus. Bila hanya salah satu maka Singapura tidak akan menyerahkan dokumen ratifikasi dan karenanya perjanjian tidak akan efektif berlaku.

Menurut dia, Singapura berkalkulasi perjanjian pertahanan tidak akan diratifikasi oleh DPR mengingat menjadi sumber kontroversi pada tahun 2007 sehingga tidak pernah dilakukan ratifikasi. Bila ini kembali menjadi kontroversi saat ini dan akhirnya tidak diratifikasi oleh DPR, menurut dia lagi, maka Singapura tidak akan menyerahkan dokumen ratifikasi perjanjian FIR.

"Akibatnya Perjanjian FIR tidak akan berlaku efektif. Konsekuensi ikutannya adalah FIR tidak pernah beralih pengelolaannya ke Indonesia dan tetap dikelola oleh Singapura," ujarnya.

IMAM HAMDI

Baca juga: KAI Berikan Potongan Harga Tiket Kereta Jarak Jauh 20 Persen untuk Lansia

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus