PRIA Bali dalam iklan di televisi yang menyebut Jakarta-Bali hanya butuh Rp 44 ribu untuk biaya solar mobil kini tak ada lagi. Mungkin karena iklan itu sudah tak pas lagi dengan keadaan yang ada. Senin lalu untuk pertama kalinya harga solar menyalip premium. Harga premium naik menjadi Rp 1.750 per liter, sedangkan solar meroket menjadi Rp 1.920. Untung, pemerintah masih memberi subsidi solar, sehingga rakyat cukup membayar 75 persennya alias Rp 1.440.
Naiknya harga solar rupanya disebabkan negara-negara di belahan utara lupa diri. Kilang mereka selama musim panas cuma rajin memproduksi premium, untuk memenuhi tangki-tangki mobil warga yang melakukan perjalanan wisata. Ketika masuk musim dingin, tak ada antisipasi untuk segera mengubah kilang-kilang itu agar lebih banyak menghasilkan solar—bahan bakar yang lebih populer untuk pemanasan di musim dingin.
Akibatnya, harga solar pun merangkak naik. Pengamat perminyakan Kurtubi menaksir tingginya harga solar akan bertahan selama setahun. "Soalnya, butuh waktu panjang untuk mengubah kilang agar lebih banyak menghasilkan solar," ujarnya. Toh, Manajer Hubungan Pemerintahan dan Masyarakat Pertamina, Ridwan Nyak Baik, menjamin walau harga solar naik, tak bakal terjadi kelangkaan. Konsumsi solar Indonesia saat ini rata-rata 1,9 juta kiloliter per bulan, 60 persennya dipenuhi dari kilang domestik. Namun kestabilan pasokan dengan cara mengimpor jelas mesti dibayar dengan terkurasnya devisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini