Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex menyatakan telah menerima salinan putusan Mahkamah Agung atau MA. Surat putusan itu berisi pencabutan permohonan kasasi oleh PT Citibank N.A. Indonesia dan penolakan permohonan kasasi oleh PT Bank QNB Indonesia Tbk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten tekstil asal Sukoharjo, Jawa Tengah, ini, menyatakan, terhitung sejak diterimanya pemberitahuan resmi, maka perdamaian yang dicapai oleh Sritex Group dan para kreditornya dalam proses PKPU, saat ini telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dengan diterimanya putusan MA tersebut, kata manajemen Sritex, maka tinggal menunggu waktu bagi saham SRIL untuk diperdagangkan lagi.
Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam sebelumnya menyatakan pihaknya telah menyelesaikan kebutuhan administrasi yang diperlukan oleh BEI dalam proses pencabutan suspensi saham SRIL.
Adapun Sritex membutuhkan salinan keputusan pencabutan kasasi dari QNB dan Citibank dari MA untuk menjadi dasar bagi perusahaan di antaranya untuk melakukan keterbukaan informasi dan menyampaikan hal-hal yang terkait administrasi ke BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain iitu, dokumen tersebut dibutuhkan agar perusahaan bisa menyampaikan hal-hal terkait administrasi ke kreditur dan para pemegang saham lainnya.
BEI mencatat saham SRIL telah disuspensi selama satu tahun per 18 Mei 2022, sehingga berpotensi delisting. Adapun masa suspensi saham SRIL akan mencapai 24 bulan atau dua tahun pada 18 Mei 2023 mendatang.
Selanjutnya: Penjualan Sritex turun menjadi Rp 5,16 triliun pada semester I tahun 2022.
Sepanjang semester pertama tahun 2022, nilai penjualan Sritex mencapai US$ 348,8 juta atau setara Rp 5,16 triliun (asumsi kurs Rp 14.814 per dolar AS). Angka penjualan tersebut turun ketimbang periode serupa tahun lalu yang mencapai US$ 526,2 juta.
Adapun penjualan Sritex berasal dari pemintalan sebesar US$ 208 juta, pertenunan US$ 59,9 juta, finishing kain US$ 54,6 juta, dan konveksi sebesar US$ 26,1 juta. Dengan penurunan penjualan itu, beban pokok penjualan pun turut terkoreksi hingga 52 persen menjadi US$ 355,9 juta dari US$742,3 juta.
Dengan besar beban pokok penjualan itu, Sritex mencatatkan rugi bruto sebesar US$ 70 juta di paruh pertama tahun 2022 ini. Adapun rugi bruto ini lebih kecil bila dibandingkan periode yang sama tahun 2021 lalu yang sebesar US$ 198,1 juta.
Rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk SRIL juga menurun menjadi US$ 60,2 juta atau sebesar Rp 891,9 miliar ketimbang semester pertama tahun lalu.
Dari segi aset, per akhir Juni 2022, Sritex mencatatkan jumlah aset sebesar US$ 1,13 miliar atau naik dari akhir Desember 2021 sebesar US$ 1,2 miliar. Sementara jumlah liabilitas perseroan turun menjadi US$ 1,59 miliar di 30 Juni 2022, dari US$ 1,63 miliar di 31 Desember 2021. Adapun jumlah ekuitas yang mengalami defisit modal naik menjadi minus US$ 459,9 juta di enam bulan pertama 2022, dari minus US$ 398,8 juta di akhir 2021.
BISNIS
Baca: Luhut Ajak Tanam Cabai untuk Kendalikan Inflasi: Jangan Terlalu Canggih, Pokoknya Gak Kekurangan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.